Alih Fungsi Pengelolaan Tambang Menjadi Destinasi Yang Menarik

16 Sep 2017 12:16 2308 Hits 0 Comments
Bekas galian yang sudah habis unsur hara dari tanah sudah tidak bisa dimanfaatkan. Namun berkat campurtangan Netizen, seniman dan dunia sosial media, semuanya bisa disulap menjadi salah satu destinasi yang menarik. Bermafaat bagi berbagai pihak, seperti pemilik lahan, masyarakat sekitar, maupun pemerintah. Namun adakah aturan yang mendukung mengenai perubahan pemanfaatan lahan. Mengingat akan adanya dampak yang ditimbulkan dari perubahan keperuntukannya. 

Jalan-jalan merupakan hobi yang sangat menyenangkan. Alam Indonesia yang indah ini mendukung kita untuk selalu explore daerah baru. Namun sangat disayangkan, keindahan ini kadang-kadang sirna dengan adanya ulah manusia. Kebutuhan manusia yang terus menerus meningkat menjadikan penghuni bumi ini untuk selalu berusaha mencari lahan mata pencaharian baru. Salah satu contohnya banyak galian yang dilakukan untuk pembangunan infrastruktur. Bukit yang subur dengan tanaman diatasnya bisa dibabat habis, diambil pasir dan batunya untuk membangun rumah. Kegiatan seperti ini terjadi di hampir setiap daerah di Indonesia. Kebutuhan lebih banyak dari pada sumber daya yang ada. Pemilik lahan yang dahulunya sebagai petani, tergiur dengan harga bagus untuk menggali lahannya, menjual hasilnya dengan harga yang lebih bagus dan mendapat uang yang lebih banyak dengan waktu yang lebih cepat.

Apakah ini akan berlangsung lama? Tentu saja tidak. Cepat atau lambat kalau dikuras terus menerus akan habis. Generasi selanjutnya tidak akan merasakan manfaat dari lahan yang sebelumnya subur dan menghasilkan hasil bumi yang berkelanjutan. Pemerintah dengan adanya peraturan yang dikeluarkan, sudah melakukan antisipasi, supaya hasil bumi tidak dikuras habis. Seperti UU No. 11 tahun 1967 Tentang Ketentuan Pokok Pertambangan. Disana cukup jelas, menerangkan mengenai peran pertambahan rakyat, seperti pasal 20 mengenai berakhirnya kuasa pertambangan, a. karena dikembalikan, b. karena dibatalkan dan c. karena habis waktunya. Namun kenyataannya, banyak pertambangan yang tidak memiliki ijin. Kalaupun memiliki ijin, penambangan yang dilakukan sampai dengan sumber daya habis. Ironis bukan. Umumnya hasil pertambangan rakyat berupa bahan galian, atau sering disebut galian C.

Apa itu galian C ? Berdasar istilah UU No. 11 tahun 1967 pasal 3 disebutkan, (1) bahan galian dibagi atas tiga golongan, a. golongan bahan galian strategis, b. golongan bahan galian vital, dan c. golongan bahan galian yang tidak termasuk golongan a atau b. Namun istilah ini sudah tidak relevan lagi dan telah dirubah berdasarkan UU no. 4 tahun 2009, menjadi batuan, sehingga penggunaan istilah bahan galian C sudah tidak tepat lagi dan diganti menjadi batuan.

Bagi penikmat pariwisata seperti saya, apapun istilahnya, kita cukup miris. Mengapa penggalian yang dilakukan tidak sesuai dengan kaidah yang telah ditetapkan ? Padahal dalam Undang Undang juga disebutkan adanya campur tangan dari pemerintah daerah. Kenapa semuanya harus dikuras habis, selanjutnya dibiarka begitu saja.

Fenomena baru muncul, lahan bekas galian yang dahulunya dibiarkan begitu saja, tanpa tahu apa yang harus dilakukan. Berkat campur tangan netizen, seniman dan dunia sosial media. Bekas galian disulap menjadi salah satu destinasi wisata yang cukup menjanjikan. Bagaimana dengan adanya alih fungsi ini? Apakah pemerintah daerah akan campur tangan kembali. Memanfaatkan sumber daya yang sempat ditinggalkan. Itulah pekerjaan rumah setiap daerah. Memanfaatkan lahan tidur, supaya lebih bisa bermanfaat baik oleh pemilik lahan, masyarakat sekitar dan wisatawan. Tentu saja bagaimana bisa menambah meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). 

Tags

About The Author

meis musida 24
Novice

meis musida

Consultant, traveller and writer, crazy photographer
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel