Â
Coba beritahu padaku bagaimana cara melepaskan untuk mencintai? melupakan kebahagiaan untuk bahagia? Telah lama rasanya aku terhanyut dalam kebahagiaan itu sehingga aku lupa bahwa bukan ini kebahagiaan yang sebenarnya ku cari. Aku ingin belajar mencintai diri sendiri dengan melepaskannya, melepaskan kebahagiaan yang membuatku terhanyut begitu dalam.
               Mungkin terdengar begitu konyol, kebersamaan yang begitu indah telah membutakanku seolah hanya satu kebahagiaan yang ku punya, dan hanya itu kebahagiaan yang ada. Aku tak pernah mengerti mengapa canda dan percakapan singkat itu bisa berujung seperti ini, aku pun bertanya-tanya dalam hati apakah hanya aku yang merasakan kebahagiaan ini? Aku melihat senyumnya.. iya senyumnya saat kami Bersama, aku melihat tawa lepasnya saat aku dan dia terhayut dalam canda, aku melihat tatap nya yang begitu dalam saat kami bertukar cerita, tapi.. apakah hanya aku yang memperhatikan itu semua? Apakah ia juga begitu?.
               Sedari awal aku sudah tahu, kebahagiaan itu tak senyatanya baik bagiku dan bukan itu kebahagiaan yang ku cari, namun aku lebih memilih menutup mata dan merasakan bahagia itu seorang diri tanpa tahu apa arti dari senyumnya saat bersamaku, begitu bodoh rasanya.
               ‘aku ingin memilikinya’ ucapnya dengan mata berbinar, seketika bayang kebahagiaan itu runtuh, aku tahu hati ini tak bisa tersenyum, namun aku menyadari tak sepantasnya hati ini kecewa ‘kejarlah dan miliki dia’ jawabku dengan senyum kecil, berat rasanya mengucapkannya tapi aku tahu tak sepantasnya aku mencegahnya.
               Kupikir ada kenangan indah dalam canda bersamanya, kupikir ada rindu dalam benaknya saat aku tak kunjung muncul dalam harinya, kupikir bukan hanya hati ini yang tersenyum dan bahagia saat kita saling tatap, kupikir itu semua adalah hal manis, tapi nyatanya kini semakin ku ingat yang dulu kupikir adalah ‘kebahagiaan’ kini terasa sesak dan begitu menyiksa.
               Aku tahu memang aku tak secantik parasnya, aku tahu aku tak seanggun dirinya, dan aku tahu aku memang bukan sosok yang kau cari, karena aku pun baru menyadari bahwa kau hanya mengangapku angin yang berlalu, teman yang kau jumpai saat lara menghampiri harimu, teman yang kau butuhkan hanya untuk mengisi kekosongan hari.
Aku tak pernah tahu sejak kapan kisah itu dimulai, ku pikir bincang ringan itu tak akan pernah berujung sepahit ini, ini semua bukan salah dirinya tapi memang hati ini yang terlalu perasa dan terlalu bodoh kini aku mengakuinya.
Aku bukanlah penyair yang pandai menuai kata-kata indah untuk menyampaikan rasa, aku juga bukanlah seorang yang mengerti cinta hingga seringkali aku salah memilih dan terus terjebak hingga akhirnya bertemu kembali dengan sesal.