Etika Mengakui Kesalahan

8 Jun 2017 12:46 2366 Hits 0 Comments
Oleh karena itu, teruslah memperbaiki diri walau memang butuh proses. Proses ke arah yang positif itu lebih baik daripada hanya diam dalam kesalahan yang terus-menerus dikonsumsi oleh kita. Karena kita ingin menjadikan generasi ini cerdas dengan etika yang bisa mambawa perubahan ke arah lebih baik.

Dizaman era modern ini, terutama masyarakat di kota besar kebanyakan etika atau attitude yang dimiliki oleh individu zaman sekarang perlu di perbaiki dan diluruskan. Mengapa? Betapa banyak problem utama dari kegagalan baik di bidang akademik, agama, ekonomi, politik, sosial atau hubungan antar masyarakat dikarenakan faktor etika yang kurang baik.

Disini saya akan membahas problem ketika seseorang telah melakukan kesalahan, kemudian orang ini banyak alasan dan tidak mengakui kesalahannya dengan cara "ngeles". Hal ini jika tidak disadarkan kepada masyarakat, akan berdampak sangat buruk kepada moralitas rakyat Indonesia dan bisa menjadi budaya yang membahayakan. Saya sangat sedih ketika sebagian anggota DPR, PNS, Oknum pemerintahan, dll yang banyak terjadi kasus korupsi atau menyalahgunakan jabatan dengan mudahnya mereka berkelit dengan alasan-alasan untuk menutupi kesalahannya. Padahal, sudah jelas-jelas oknum ini dinyatakan salah dengan bukti-bukti yang jelas. Tidak hanya di kalangan pemerintahan, banyak sekali kalangan yang seharusnya menerapkan budaya mengakui kesalahan jika berbuat salah dimanapun itu.

Saya membahas hal seperti ini karena saya sangat miris ketika ada beberapa teman saya saat kuliah yang sudah jelas melakukan kesalahan, tetapi dia malah banyak alasan, bahkan dengan alasan-alasan bohong. Apa yang terjadi jika teman saya ini di sebuah instansi atau pada saat kerja ? Saya sangat kasihan jika perilaku ini terus-menerus ada didalam diri teman-teman saya.

Memang ada dua istilah dalam hal ini, ngeles atau banyak alasan merupakan perilaku orang yang sudah jelas melakukan kesalahan, tetapi dia masih berkelit dengan alasan-alasan untuk menyatakan jika dirinya tidak bersalah. Sedangkan ada istilah bantahan yang merupakan pejelasan dari seseorang dengan bukti-bukti bahwa dirinya memang tidak bersalah.

Kita ingin negara ini maju, tetapi jika kita masih tidak peduli dengan sekitar gimana kita mau maju. Sama halnya seperti ketika kita melihat paku atau sampah di jalan apakah kita peduli ? Saya sendiri masih terus belajar memperbaiki diri dengan hal-hal yang sederhana terlebih dahulu. Saya sejak kecil memang hidup di keluarga yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika yang baik. Orangtua saya terutama ayah saya yang selalu mengajarkan etika, baik itu sopan santun, permisi kepada orang lain, memaafkan orang lain, termasuk mengakui kesalahan ketika berbuat salah.

Ketika mengakui kesalahan jika memang salah, itu merupakan bentuk kejujuran yang patut di hargai walau memang pahit diawal, tetapi akan dihargai kejujuran itu oleh banyak orang. Dengan begitu, masalah akan cepat tuntas, bahkan bisa cepat dimaafkan karena sudah berani mengakui kesalahannya, walau memang harus sebanding dengan tuntutan kesalahannya yang harus diproses dengan hukuman. Karena ada kesalahan, maka ada konsekuensinya atau sanksi.

Contohlah negara Jepang yang masyarakatnya mayoritas menjungjung tinggi nilai-nilai etika yang baik, budaya sopan santun, budaya permisi, saling menghormati, dll. Jika melakukan kesalahan sekecil apapun, orang Jepang akan segera minta maaf dan mengakui kesalahannya, kemudian dia berusaha untuk tanggungjawab atas perbuatannya. Seperti ketika tersangkut kasus korupsi, pejabat di Jepang langsung membuka pers dan meminta maaf atas kesalahannya kepada rakyat Jepang. Jika contoh ini diterapkan kepada masyarakat Indonesia, maka Indonesia bisa menjadi seperti negara Jepang yang maju dan beretika.

Oleh karena itu, teruslah memperbaiki diri walau memang butuh proses. Proses ke arah yang positif itu lebih baik daripada hanya diam dalam kesalahan yang terus-menerus dikonsumsi oleh kita. Karena kita ingin menjadikan generasi ini cerdas dengan etika yang bisa mambawa perubahan ke arah lebih baik. Bukan malah sebaliknya digrogoti oleh keganasan moral yang tidak beretika.

Semoga bermanfaat opini saya, share demi kebaikan sesama.

Tags

About The Author

Muhammad Jaisyurrahman Yunus 22
Novice

Muhammad Jaisyurrahman Yunus

Designer
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel