Langkah Revolusi Generasi Bangsa Melalui Pendidikan dan Kebudayaan

19 Apr 2017 09:24 6455 Hits 2 Comments
Indonesia Raya, itulah harapan setiap dari kami, bangsa Indonesia. Namun, saat ini bangsa ini kehilangan karakternya yang luhur. Sudah seharusnya generasi bangsa menghidupkan kembali karakter bangsa Indonesia dengan kebhinekaannya. Mari revolusi bangsa dengan pendidikan dan budaya yang benar bagi generasi bangsa Indonesia!

Jika mendengar kata revolusi, hal itu berkaitan dengan suatu perubahan menuju ke arah yang berbeda dari keadaan sebelumnya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata revolusi memiliki arti perubahan ketatanegaraan pemerintahan atau keadaan sosial) yang dilakukan dengan kekerasan (seperti perlawanan bersenjata). Namun, kata revolusi itu sendiri memiliki banyak arti. Saya mencoba melihat arti kedua dari kata revolusi dan mendapati makna demikian, perubahan yang cukup mendasar dalam suatu bidang. Dari kedua makna yang ada, bisa disimpulkan bahwa revolusi merupakan suatu perubahan baik dari segi sosial, pendidikan, kebudayaan, kepribadian, pemerintahan, atau keadaan lainnya yang berlangsung secara akas dan menyangkut aspek-aspek dasar pada kehidupan masyarakat. Perlu dilihat bahwa dalam revolusi, perubahan yang terjadi bisa memang direncanakan atau tidak disengaja. Selain itu, proses menuju perubahan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan kekerasan atau tanpa tekanan dari berbagai pihak.

Setelah mempelajari makna kata revolusi, saya melihat bahwa saat ini manusia hidup pada era revolusi atau era perubahan. Banyak hal di sekitar manusia yang pada masa sekarang mengalami transformasi cukup ‘banter’. Jika ingin disebutkan satu per satu mengenai hal apa saja yang berubah saat ini, tentu itu sangat luas. Kaca mata saya mengerucut pada satu keadaan yang sudah berubah dewasa ini, yaitu karakter bangsa dan pengamalan “Bhinneka Tunggal Ika” yang selama ini menjadi kepribadian bangsa Indonesia.

Berbicara mengenai karakter anak bangsa, saya melihat ada suatu perubahan  dalam diri generasi bangsa saat ini. Generasi ini memiliki karakter yang berbeda dengan generasi bangsa pada tahun-tahun sebelumnya. Perbedaan itu dipengaruhi oleh banyak hal, baik dari pengaruh keluarga, lingkungan sekolah, atau lingkungan dimana mereka menghabiskan waktu. Jika saya melihat, generasi muda saat ini memiliki kehidupan dimana mesin adalah sahabat mereka. Sejak mereka lahir, mereka sudah ‘melek’ tekhnologi dan terbiasa dengan ‘gadget’ canggih di tangan mereka. Bagi generasi ini, berbagai jenis ilmu pengetahuan bisa mereka dapatkan hanya dengan satu kali sentuh pada layar telepon genggam atau layar komputer yang ada di sudut kamar tidur mereka. Dan apabila diteruskan dengan tidak bijaksana, maka akan merubah karakter bangsa.

Bisa dinilai bahwa karakter bangsa saat ini cukup mengkhawatirkan, dimana generasi mudanya lupa akan karakter sejati dalam diri mereka sebagai bagian dari bangsa Indonesia. Sebagai generasi bangsa, seharusnya mereka memiliki karakter pancasila dalam diri mereka. Dalam pancasila, terutama pada sila yang pertama, karakter bangsa Indonesia dilandasi dengan moral luhur, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh sebab itu, diharapkan generasi bangsa memeluk dan mengamalkan ajaran Tuhan dari agama yang dianut oleh masing-masing individu. Namun, seringkali saya melihat bahwa nilai luhur ketuhanan pada diri generasi bangsa mulai sirna dan telah digantikan dengan ketertarikan kepada “mesin pencari otomatis” yang diyakini mampu menggantikan Tuhan dalam kehidupan mereka. Inilah tugas seorang pendidik, baik itu guru atau orangtua seharusnya mulai lebih menekankan pendidikan yang berbasis holistik. Pendidikan dengan memasukkan ajaran agama mendorong generasi bangsa untuk menyadari bahwa ilmu pengetahuan saja tidak cukup.

Mendidik generasi bangsa dengan budaya yang benar akan menjadikan bangsa ini lebih baik. Saat ini, generasi bangsa tidak cukup hanya diberikan pendidikan akademis saja. Nilai-nilai agama dan moral harus disertakan dalam setiap pendidikan akademis atau non-akademis. Saya sebagai seorang pendidik melihat bahwa generasi bangsa saat ini jauh lebih cerdas. Mereka mampu mempelajari banyak hal melalui dunia maya tanpa perlu seorang guru. Hal inilah yang akan mencetak generasi bangsa dengan karakter yang ‘semau aku’. Di sisi lain, ada hal-hal yang perlu dipelajari oleh generasi bangsa dengan pendampingan  dari guru atau orangtua. Jika pendidikan saat ini hanya mementingkan seorang siswa menjadi orang yang pandai, hal ini tentu mengkhawatirkan. Generasi bangsa hanya akan menjadi manusia yang pandai tanpa tahu budaya mereka. Seringkali saya jumpai, generasi bangsa bertutur dan berlaku tanpa adab. Padahal, dalam poin kedua Pancasila berkata demikian, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Faktanya, generasi bangsa saat ini rendah akan rasa kemanusiaan dan sering berlaku tanpa adab. Dalam keseharian, saya melihat cara anak-anak bertutur kata terkadang kurang patut untuk didengar. Berbicara dengan nada keras, tanpa ‘unggah-ungguh’, bahkan menyela pembicaraan seakan menjadi pola bertutur generasi masa ini. Contoh yang ada di masyarakat seperti dari media televisi atau media sosial membawa banyak perubahan di dalam diri manusia yang seharusnya memiliki rasa kemanusiaan dan beradab. Tidak heran jika kondisi generasi bangsa saat ini mengalami krisis karakter dalam berbudi luhur dan kurang akan rasa kemanusiaan.

Salah satu tantangan yang harus dihadapi oleh orangtua dan guru adalah bagaimana mengarahkan generasi bangsa untuk menjadi manusia yang cerdas namun mereka tetap peduli terhadap lingkungan sekitarnya dan tidak kehilangan etika bertutur serta senantiasa mampu mengamalkan nilai-nilai kemanusiaan dalam kehidupannya. Jika kita menengok ke belakang, ketika saya bersekolah dan melihat guru saya dari kejauhan, saya sudah menundukkan kepala dan tidak berani untuk berbuat atau berkata yang tidak sopan. Hal ini saya lakukan karena saya sangat menghormati guru saya. Berbeda dengan saat ini, dimana seorang anak tidak memiliki sikap hormat kepada para gurunya begitu juga kepada orangtua mereka. Bahkan yang lebih parah, banyak generasi bangsa menjadikan orangtua atau guru mereka sebagai obyek ‘guyonan’. Seringkali saya prihatin pada generasi bangsa yang cenderung bangga ketika berkelahi. Lalu ketika muncul kejadian seperti itu, pertanyaannya adalah “salah siapa?”.

Pertanyaan tersebut saya rasa tidak perlu untuk dilontarkan karena akan muncul rasa saling menyalahkan antara anak, orangtua, dan juga guru. Yang perlu dilakukan jika melihat hal-hal miris seperti yang saya sebutkan di atas, ialah dengan mengoreksi bagian masing-masing. Orangtua dan guru semestinya memberikan pendidikan moral dengan porsi lebih. Jika kita mundur ke belakang, pelajaran PMP atau Pendidikan Moral dan Pancasila merupakan pelajaran yang wajib diajarkan di sekolah. Sekarang saya melihat, pelajaran PMP hanya disisipkan dalam pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan atau yang sering disingkat dengan PKN. Hal ini tentu kurang maksimal karena pendidikan moral yang diajarkan kurang menyentuh berbagai macam aspek. Saya meyakini apabila di sekolah diajarkan kembali tentang pendidikan moral dan juga pancasila, generasi bangsa saat ini akan bertumbuh menjadi pribadi yang tidak hanya pandai akademis, namun mereka akan bertumbuh menjadi generasi cerdas yang cinta negara dan mampu mengamalkan kehidupan sebagai manusia yang berbudi luhur.

Di sekolah dimana saya menjadi salah satu pendidiknya, terdapat satu mata pelajaran yang saya cukup terkesan yaitu Character Building. Pada pelajaran ini, siswa dididik untuk membangun karakter yang baik. Kata membangun bukan saja berarti memulai dari nol, namun juga memiliki makna untuk memperbaiki atau membina. Karakter merupakan watak yang dimiliki seseorang yang juga membedakan dengan orang lain. Dalam dunia pendidikan, membangun karakter bertujuan untuk membentuk, memperbaiki, atau membina akhlak generasi bangsa supaya menunjukkan perangai dan tindakan yang baik sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Guru dan orangtua memiliki andil besar dalam membentuk karakter generasi bangsa. Menurut saya, bangsa ini sedang kehilangan karakternya yang berbudi luhur. Bukan karena generasi bangsa ini tertinggal, hanya saja nilai-nilai Pancasila yang menjadi karakter bangsa tidak lagi diindahkan. Saya meyakini jika pertumbuhan karakter bangsa diperbaiki, maka akan tercipta kebhinekaan dalam masyarakat.

Tags

About The Author

Adinda Prameswari 24
Novice

Adinda Prameswari

I write therefore I live.
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel

From Adinda Prameswari