Bahas #CadoCadoTheMovie

28 Oct 2016 10:26 2299 Hits 0 Comments
Review Film

Satu lagi, film drama berbalut komedi menghiasi perfilman Indonesia. Berlatar seputar kedokteran, Cado Cado membuktikan bahwa untuk menciptakan tawa dalam sebuah film tidak perlu repot menggunakan komika yang katanya akan lebih lucu karena pembawaannya memang sudah lucu. Kelucuan dalam film ini timbul dari akting seorang yang bukan berlatar komedian ataupun komika. Kehebatan Sutradara yang berhasil menggambarkan dialog komedi yang ada di skrip menjadi bahasa gambar. Jelas, kita tidak bisa bohong, komedi dalam film Cado Cado sangat efektif mengundang tawa. Tawa timbul hanya dari celetukan dialog setiap pemainnya dan tingkah laku absurd, dengan tidak berusaha untuk menjadi lucu (trying to be funny).

 

Tentu saja, kita tidak bisa meragukan akting setiap pemainnya. Saya suka penampilan Adipati Dolken di film ini, bagi saya ini film dengan penampilan terbaik Adipati Dolken dalam sebuah film, bahkan melewati aktingnya sebagai Jenderal dalam film Soedirman. Chemistry yang dihadirkannya bersama Tika Bravani benar-benar mencuri perhatian penonton. Tidak diragukan lagi bahwa mereka telah lama saling mengenal dan dekat. Film ini tidak melewatkan kemungkinan yang bisa terjadi pada pemain lain. Terbukti, masing-masing tokoh di buat mempunyai keunikkan. Keunikkan itu langsung dihadirkan melalui suara dari Riva, diawal film. Lagi-lagi film ini efektif menciptakan tokoh yang benar-benar mendukung unsur komedinya. Apalagi Adi Kurdi, sangat pantas jika dia masuk dalam Nominasi Pemeran Pendukung Pria Terbaik FFI 2016. Aktingnya natural, seperti diberi kebebasan dialog oleh Ifa Ifansyah selaku sutradara.

 

Membangun kepercayaan penonton dalam sebuah film memang gampang-gampang susah. Cado Cado, pun sebenarnya mengalaminya. Pesan dalam judul tidak tersampaikan dengan baik. Kata “dodol” dalam film ini tidak benar-benar diketahui maknanya secara utuh. Apakah “dodol” yang dimaksud berupa bentuk kelakuan atau pencerahan dari setiap scene juga dialog-dialog. Ini menjadi sedikit kelemahan, bahkan kata “dodol” hanya muncul sekali dalam dialog antar Riva dan Evi di perpustakaan saat Evi mengeluh tentang betapa menyebalkannya Vena.

Awal saya mengetahui film ini adalah dari seorang teman yang sekolah di Jogja Film Academy. Sebagai seorang yang menyukai gaya penyutradaraan Ifa Ifansyah sejak Sang Penari, saya langsung dibuat penasaran akan film ini. Awalnya hanya nama Ifa yang membuat saya tertarik. Namun, kepercayaan saya terhadap film ini bertambah ketika nama Tika Bravani, Adipati Dolken dan Adi Kurdi menjadi salah satu yang menghiasi Cado Cado. Film ini benar-benar memfokuskan diri pada kehidupan seorang dokter dan Koass, bagaimana kesehariannya dan bagaimana ketika seorang Koass menghadapi seorang pasien. Bahkan kisah cinta satu arah antar Riva dan Evi hanya menjadi pemanis bukan inti cerita. Saya bilang satu arah, karena kecemburuan Evi terhadap Riva hanya digambarkan sebagai kecemburuan antar seorang sahabat saja. Bagi saya ini menarik, fokus penonton tidak hanya pada satu inti cerita, penonton bisa menikmati cerita masing-masing tokoh. Meskipun dalam jumlah porsi sedikit untuk tokoh selain Vena, Riva dan Evi.

Film ini memenuhi tujuannya sebagai suguhan tontonan yang berlatar dunia kedokteran. Satu hal yang pasti dan tidak bertele-tele. Mungkin hal itu menjadi penyebab terpilihnya Cado Cado sebagai salah satu Official Selection Tokyo International Film Festival. Film ini memang pantas mendapatkan gelar itu, sama halnya pantas mendapatkan Nominasi Skenario Adaptasi Terbaik FFI 2016. Detail-detail penulisan skrip juga tersampaikan dengan baik melalui bahasa gambar. Gimana jahitan dikening benar-benar ada secara utuh, ketika operasi mata dan ketika jarum suntik menembus kulit punggung pasien. Tanpa detail-detail itu, Cado Cado akan terasa hambar dan kita justru akan bertanya-tanya juga kehilangan kepercayaan karena film ini bercerita tentang dunia kedokteran.

Hal yang menarik bagi saya, film ini memenuhi tugasnya sebagai pembawai pesan. Ada dialog-dialog sarkasme yang memperlihatkan keadaan Indonesia pada saat ini. Bagaimana diawal film adegan sinetron dihadirkan secara sarkas atau terang-terangan. Contoh ketika Riva mengeluh tentang berita negatif yang terus ada di TV pada ayahnya dalam satu adegan. Celetukkan tentang dunia kedokteran yang muncul dari setiap bibir para tokohnya. Saat Riva beralasan menjadi dokter karena ingin menyembuhkan orang dan Prof. Burhan hanya tertawa meremehkan alasan Riva. Hal-hal lain yang nyata terjadi di jurusan kedokteran. Ada yang sekedar ikut-ikutan teman, ada yang karena hidup seorang dokter bisa terjamin apalagi dokter spesialis.

Hadirnya tokoh Vena juga sebenarnya menipu penonton, persis yang dikatakan bahwa dirinya manipulatif. Penonton akan mengira bahwa hadirnya tokoh ini untuk membuktikan bahwa Evi punya perasaan terhadap Riva. Kemungkinan itu ada, tapi film sebagai bahasa gambar tidak menunjukkan hal itu. Evi yang menolak stetoskop pemberian Riva jadi salah satu contoh perasaan tokoh yang lagi-lagi dengan baik digambarkan. Bagaimana tiba-tiba film ini mengalami loncatan cerita, pada akhir film masing-masing Koass seperti menemukan jodohnya. Saya suka adegan ketika Vena mencium bibir Riva, “Masih ragu jadian sama aku??” dialog menggoda yang mengubah haluan perasaan Riva. Adegan itu benar-benar membuat saya sebagai penonton cemburu, natural, apa adanya. Awalnya saya kira kok aneh, tapi pada akhirnya saya mendapatakan  jawaban keefektifan adegan itu ketika dialog Vena di dalam kamar mandi bersama Evi, yang bilang bahwa “Cowo  baper kalo dicium”. Semacam propaganda, menciptakan pesan berantai kepada penonton.

Saya tidak sama sekali terganggu oleh gambar yang ditangkap mata kamera. Meskipun awalnya saya merasa aneh ketika rak-rak buku di perpustakaan justru minim buku. Itu telihat saat adegan Riva dan Evi di perpustakaan. Tim artistik dan Sutradara jelas punya maksud juga tujuan tersendiri. Saya membayangkan akan terganggu ketika rak-rak buku itu justru dipenuhi buku. Padahal dalam waktu yang sama, adegan itu termasuk menjadi salah satu adegan penting perihal chemistry antara Riva dan Evi.

Terakhir! Saya suka Cado-Cado, chemistry antar tokoh terutama Riva dan Evi, skrip yang efektif, tidak bertele-tele dan jelas. Juga Soundtrack yang easy listening.

Sekian, Terimakasih.

#BanggaFilmIndonesia

#CadoCadoTheMovie

 

Tags

About The Author

Zahid Paningrome 38
Ordinary

Zahid Paningrome

Creative Writer
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel