Step-sister
Â
Author : Humorous242
Cash   : Oh Sehun and Oh Haeyong
Genre : Romance, hurt, and familly
Lenght : One shoot
Rating : PG-16
~~~
Sehun POV
Rambutnya terasa lembut pada telapak tanganku. Aku terus tersenyum, sambil meliriknya yang tengah serius menatap televisi dihadapan kami. Sesekali ia tertawa, akupun mengikutnya tertawa. Bukan karena serial komedi yang kulihat bersamanya, melainkan karena tawaya di pangkuanku.
Yah... aku tengah memangku kepalanya sekarang. Dia masih  sesekali tertawa, dengan posisi tidur disofa dan kepala dalam pangkuanku. Aku bisa melihat senyum juga tawanya yang terlihat manis dimataku. Dia, Oh Haeyoung. Adalah gadis seumuranku yang diadopsi oleh keluargakami. Namun sayangnya, aku menganggapnya lebih dari pada seorang saudara tiri. Sejak awal aku bertemu dengannya, 9 tahun lalu. Saat Appaku membawanya kepada keluarga kecil kami, aku terpaku pada pandangan sayu matanya.
“Oppa.â€
“Hmm...â€
“Jangan memandangiku begitu! Nanti oppa bisa jatuh hati padaku. Hihihi...â€
Aku tersenyum untuk kesekian kalinya. Kami sudah sering melakukan hal ini. Saling menatap, menggoda, juga bertengkar walau tak akan lama.
“Owe? Kau tak suka oppa jatuh hati padamu?â€
Aku juga semakin berani mengungkapkannya, semuanya seolah candaan baginya. Padahal sesungguhnya, itu adalah rasaku.
Dia bangun, mengangkat kepalanya dari pangkuanku. Duduk bersila, dengan padangan lurus menatapku. Aku terdiam, entah untuk berapa lama. Aku selalu jatuh pada pandangan itu.
“Oppa serius?â€
Aku mengangguk sambil tersenyum. Kami berada pada masa remaja labil memang. Namun rasaku padanya, tak pernah terasa labil.
“Kissseu?â€Â Dengan mata terpejam juga bibir monyongnya, dia sukses menggodaku. Sungguh, jika kami bukan saudara. Aku akan menciumnya sekarang juga.
Namun aku tak sebusuk itu. Kuacak rambutnya perlahan dengan lembut. Dia membuka matanya, cemberut menatapku. Melihat itu, yang bisa kulakukan hanyalah tersenyum padanya.
“Napeun Namja!†(Pria nakal)
Matanya menyipit, lucu sekali bagiku. Setelahnya, ia berdiri dan berjalan kekamarnya. Aku jadi berfikir, apa mungkin dia ingin aku melakukannya? Tidak, itu tak mungkin.
Â
Keesokan Harinya...
tok... tok... tok...
Pagi ini, aku mencoba berdamai dengan Haeyong. Dia tak keluar kamar sejak marah padaku kemarin. Jadi aku mencoba berdamai dengannya sekarang, karena aku paling tak tahan lama-lama tak melihat pandangan matanya padaku.
“Haeyong-ah... buka pintunya!â€
“...â€
Tak ada respon sama sekali. Kucoba membuka pintunya, terkunci.
“Haeyong-ah!â€
“Mianhae... oh?â€
Masih tak ada respon, apa aku keterlaluan kemarin? Apa mungkin Haeyong sungguh mengiginkannya? Ania, itu tak mungkin.
Cklek...
Saat pikiranku melayang, pintu itu terbuka. Membuat lamunanku hilang seketika. Namun, Haeyong tak terlihat disela-selanya. Kubuka pintu itu perlahan, menampilka Haeyong yang tengah berdiri membelakangiku. Dia menatap keluar jendela kamarnya.
“Haeyong-ah.â€
Dia tak menoleh, atau bahkan sekedar menjawab panggilanku. Aku mendekat kearahnya. semakin dekat, aku jadi tau kenapa ia diam sedari tadi.
“Kau menangis?â€
Aku memegang kedua pundaknya, mencoba menghadapkan wajahnya padaku. Namun ia hanya menunduk. Bisa kulihat aliran air matanya membasahi pipinya. Kuangkat wajahnya perlahan agar aku bisa dengan jelas melihatnya.
Dia mendongak. Namun matanya tak kunjung membuka. Kuusap lelehan setiap air matanya. Saat aku masih berusaha menghilangkan air mata dipipinya, matanya membuka.
Merah, sangat merah. Pandangan mata merahnya menghancurkan hatiku. Aku tak pernah melihatnya menangis hingga matanya memerah seperti ini.
“Sejak kapan kau menangis? Kau kenapa Hayoung-ah?â€
“...â€
Dia masih saja diam, dengan padangan mata lurus menatapku. Mata itu terlihat lelah, entah karna apa.
“Oppa...â€
Suaranya lirihnya masih dapat kudengar.
“Oh?â€
“Jangan menatapku seperti itu. Jebal! Kau membuatku menjadi yeoja yang menyedihkan oppa. Jangan terlalu baik padaku, itu membuatku jatuh padamu. Jebal Oppa!â€
Air matanya mengalir deras. Aku terpaku menatapnya. Jadi Haeyong juga menyimpan rasa padaku? Kulepaskan genggaman tanganku dipundaknya. Haeyoung menangis karenaku, seluruh pemikiran mampir dibenakku. Aku sungguh tak menyadarinya, kupikir selama ini dia hanya bercanda.
“Mianhae...â€
Aku berkata lirih, ingin rasanya aku memeluknya dan berkata ‘saranghae’. Namun itu hal yang tak mungkin kulakukan. Sekali lagi, entah untuk keberapa kali. Aku selalu berharap, andai kami bukan saudara.
Air matanya tak hentinya mengalir, hatiku goyah. Kutelangkup wajahnya, ia mendongak menatapku. Kudekatkan wajah kami, matanya terpejam.
Chuu..
Kuberikan kecupan hangat di keningnya. Tanpa sadar, air mataku mengalir bersamaan dengan rasa yang kusalurkan melalui kecupan itu.
“Haeyong-ah... sampai kapanpun. Selama aku bernafas, aku berharap. Sekarang, kita bukanlah saudara.â€
Kurasakan tangannya mulai menyalur dipinggangku, dia membalasnya. Hatiku berbunga, kulepaskan kecupanku dikeningnya. Sebagai gantinya, kudekap erat ia dalam pelukanku.
“Sehun-ah...â€
Aku menoleh kearah pintu, ibuku berdiri mematung disana. Namun aku begitu bersyukur, saat itu ibu memergoki kami. Karena pada akhirnya, aku tak menyalahkan takdir yang telah membuat kami berdua menjadi saudara.
Â
THE END