Setengah Telur Anak, Seutuh Kasih Amak.
Setengah telur asin menemasi nasi,
Kopi dingin sisa malam yang tak basi.
Lahap pagi itu perut terisi,
Manjada wa jadda di hati.
Baju rapi hitam putih,
Tanpa merk tanpa dasi.
Setengah lagi telur asin tersimpan rapi,
Menunggu siang, sore bahkan malam hari.
Maklum jualan sepi, kiriman telat berkali,
Seteguk kopi tenangkan insan kost ini,
Ikat akal ringan lirih melangkah pasti.
Yudisium di depan mata,
Langkah akhir tuju wisuda.
Tak banyak cerita remaja,
Lulus segera dan bekerja.
Meski bukan sarjana,
Cukup genggam diploma.
Singkat masa Putra Toba pulang ke Sumatera,
Juara kelulusan membawa kertas ijazah,
Membagi cita untuk keluarga di desa.
Hangat sambut rangkul Amak berkata,
Cepat kubur rindumu untuk berlabuh,
Pekan ini kau balik ke kota dulu,
Lanjutkan belajar sampai akhir gelar,
Meski berkotak telur masir akan kuantar.
Beringsut rapat dekap jawabnya,
Terima kasih Tuhan yang Esa.
Kau beri hamba setengah telur rasa,
Dan seutuh kasih bundo yang mulia.
Sungguh cinta terbaik di dunia.
- karya Hamsyah A Permana 2016
Puisi ini berkisah tentang perjuangan anak rantau untuk belajar, minimnya pendidikan di desanya membuat ia harus mengejar mimpi ke kota. Dengan modal uang cukup seadanya, ia semangat segera menyelesaikan studi dan membahagiakan Ibu atau Amaknya yang pkebetulan berprofesi sebagai penjual telur asin.
Sebagai pedangang kecil di pasar, ekonomi keluarga ini bisa dibilang masih jauh dari kata cukup, meski begitu Ibu tersebut tak pernah berhenti dan mengeluh untuk terus membiayai kuliah sang anak, walau kadang telat tapi kiriman selalu datang, berupa sedikit uang dan telur yang diberikan. Kasih sayang dan semangat membawa anak rantau tadi sukses sebagai lulusan terbaik.
Tak tinggi mimpinya hanya lulus diploma saja lalu bekerja membantu orang tua, ia sadar gelar itu didapat tidak dengan mudah dan sangat beruntung ia atas kesempatan yang sudah. Ternyata Amak atau ibunya menghendaki ia belajar melanjutkan gelarnya.
Puisi Fiksi ini sebagai potret wajah budaya, pendidikan dan ekonomi untuk sebagian mungkin kebanyakan orang di Negeri tercinta ini. Tak bermaksud untuk "nyinyir" pada siapapun, hanya berharap kita, yaitu para pembaca dan saya, mampu untuk melihat dan meniru semangat pada kisah puisi ini. Minimal membuat hati ini bersyukur pada apapun.
Salam Penulis