(Gambar via: alldaynews.gr)
Pukul 17.40 tanggal 24 Juni 2016, ditemani lima butir kurma dan segelas teh manis hangat, saya berbuka puasa dua minggu lalu. Sambil menikmati buka puasa, pandangan saya tertuju pada layar kaca di ruang makan, Brexit, itulah berita yang menjadi bahasan media TV nasional kala itu. Saya baru mendengar kata ini, apa yang membuat istilah ini begitu populer sehingga orang nomer satu IMF juga ikut ambil bicara menyikapi Brexit ini.
Setelah dilanda rasa penasaran, akhirnya saya mencoba mencari informasi lewat media on line untuk menjawab rasa penasaran tersebut. Ya, akhirnya saya menemukan arti dari Brexit ini. Brexit, kependekan dari Britain Exit atau British Exit, merupakan istilah keluarnya negara Britania raya alias Inggris dari keanggotaan Uni Eropa. Uni Eropa merupakan keanggotaan negara-negara yang menjalin kerjasama ekonomi di kawasan Eropa, Inggris merupakan salah satunya. Selain Brexit, ada istilah lain yang menjadi lawannya, yaitu Bremain atau British Remain.
Brexit merupakan referendum yang diberikan kepada para rakyat Inggris, mereka diberi pilihan apakah akan tetap gabung dengan Uni Eropa atau melepaskan diri dari keanggotakan Uni Eropa. Alhasil, sebagian rakyat Inggris menginginkan lepas dari keanggotaan Uni Eropa, jumlah yang ingin lepas dari Uni Eropa 51.9 %, sedangkan yang menginginkan tetap mendukung agar bergabung dengan Uni Eropa sebesar 48.1 %.
(gambar via: Hukumonline.com)
Dampak Brexit memang cukup besar, terutama dalam sektor ekonomi khususnya perdagangan. Selain itu juga berdampak terhadap sektor tenaga kerja. Para pekerja yang tadinya leluasa keluar masuk Inggris terkait kelonggaran Visa, dengan keluarnya Inggris dari keanggotaan Uni Eropa juga berdampak terhadap kebijakan keluar masuknya pekerja. Diketahui Inggris merupakan negara yang menjadi primadona tenaga kerja untuk kawasan Uni Eropa.
Keluarnya Inggris dari keanggotaan Uni Eropa, juga berdampak mundurnya sang Perdana Menteri Inggris saat ini, David Cameron. Dampak lain Brexit yang bisa kita rasakan adalah naiknya harga komoditas, seperti emas, yang dalam beberapa waktu terakhir mengalami kenaikan. Naiknya harga emas kabarnya karena kepanikan para investor, yang memindahkan aset investasinya ke komoditas yang lebih memiliki lindung nilai terjamin.
Brexit di Indonesia
Brexit tampaknya tidak begitu besar dampaknya terhadap perekonomian tanah air, setidaknya untuk saat ini. Namun tampaknya ada Brexit lain di Indonesia yang menjadi isu nasional. Brexit yang menjadi isu nasional adalah Brebes Exit Tol alias jalan keluar Tol Brebes. Jalan keluar tol Brebes menjadi masalah karena titik tersebut menjadi penyebab macetnya arus mudik dari Jakarta ke kawasan Jawa Tengah hingga puluhan kilometer.
(gambar via: Kompas.com)
Menurut penuturan tetangga saya yang baru mudik dari Jakarta, macet di kawasan Brexit hingga mencapai 6 jam. Sementara kawan lain yang pulang lebih dekat hari raya mengalami macet yang lebih parah hingga puluhan jam terjebak di jalur Brexit.
Brexit-nya Indonesia mungkin pertama dipopulerkan oleh para pemudik yang dalam kondisi stress menghadapi kemacetan lalu lintas Tol Brebes. Istilah ini mungkin merujuk pada Brexit-nya Inggris yang memiliki dampak cukup luas.
Kemacetan akibat Brexit ternyata menelan korban jiwa, dalam rilisannya, jumlah korban setidaknya mencapai 17 orang. Korban tersebut dikarenakan kecelakaan karena kecapean menghadapi kondisi macet yang lama, karena korban sudah memiliki riwayat penyakit sebelumnya, dan kecelakaan lain.
Menghadapi arus balik lebaran ini, mudah-mudahan Brexit-nya Indonesia tidak menjadi masalah lagi, sehingga para pemudik lebih nyaman dalam menikmati perjalanannya. Pun begitu, Brexit-nya Inggris mudah-mudahan juga tidak begitu berdampak kepada perekonomian kita.Â