Ketika Cinta Bicara (When Love Talks) - Final Chapter

21 Jun 2016 16:09 11996 Hits 13 Comments

”Bau bensin!!, mobil akan meledak!!!” Ringgo berlari sambil berteriak mengagetkan yang lain. Spontan yang lain pun kaget dan mempercepat langkahnya berlari meninggalkan mobil yang akan meledak.

Hanya berselang sepuluh detik saja begitu Ringgo berteriak, mobil pun meledak keras. ”BBUUUUMMM!!!!”

  

Chapter sebelumnya :

http://www.plimbi.com/article/164978/ketika-cinta-bicara-when-love-talks-chapter-12

 

Ringgo bergegas keluar dari dalam mobil dan langsung berlari kencang ke arah mobil Steven hendak menyelamatkan Choky. Dalam benaknya ia harus segera mengeluarkan bocah cilik itu dari dalam mobil sebelum terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

Kayla keluar dari dalam mobil sambil menangis terisak-isak. Ia bermaksud menyusul Ringgo dari belakang.

“Jangan, bu!!,” Irfan memegang tangan Kayla dari belakang, “...ibu di sini saja! Biar kami yang atasi!” Irfan menahan Kayla yang hendak berlari menyusul Ringgo. Ia takut jika Kayla mendekat, penjahat mungkin bisa menangkap dia dan menjadikan Kayla tameng untuk kabur. Kalau hal itu terjadi, capek deh, bisa panjang lagi ceritanya. Kayla menurut. Senyum dan perkataan polisi yang simpatik itu menenangkan Kayla. Ia tak jadi menyusul Ringgo.

Para polisi serentak keluar dari dalam mobil dan berlari ke arah mobil penjahat hendak menangkap Steven cs yang masih berada di dalam mobil.  

Kayla melihat mereka dari jauh, hatinya was-was. Pikirannya galau begitu melihat peristiwa buruk yang dialami Choky barusan. Tabrakan beruntun yang mengerikan seperti tadi sungguh sulit dibayangkannya bisa dialami Choky. Ia sangat khawatir dengan nasib Choky selanjutnya.

Dari dalam mobil, dengan susah payah Steven sedang berusaha meloloskan diri lewat kaca jendela di sampingnya. Ia tidak lagi memikirkan kondisi anak buahnya dan juga Choky, kecuali menyelamatkan dirinya sendiri. Wajah dan tubuhnya penuh dengan darah akibat terkena benturan dan goresan, termasuk luka akibat  terkena pecahan-pecahan kaca yang berhamburan.

”AAAKKHH!!, F**K!!!” Steven berteriak keras begitu mencoba menggerakkan kaki kanannya yang patah dan terhimpit oleh kursi depan yang diduduki Richard yang pingsan. Ia memaksa dirinya keluar meskipun sakit.

Ringgo datang mendekat. Ia melihat Steven yang mencoba meloloskan diri, namun tidak peduli. Ringgo hanya memikirkan keselamatan Choky. Ia membuka pintu belakang mobil yang sudah terbalik itu, lalu berteriak memanggil Choky. Celakanya, pintu mobil sulit dibuka. Tubrukan beruntun tersebut menggencet mobil jadi gepeng, sehingga menyulitkan Ringgo membuka pintu dengan leluasa.

“UUGGHH!!”, Ringgo menarik pintu keluar dengan sekuat tenaga. Tangannya merasakan gagang pintu yang panas terbakar akibat gesekan dan benturan yang dialami. Dengan susah payah pintu itu akhirnya berhasil dibuka. Ringgo melihat sebuah jok kursi depan yang terlepas dan menutupi pintu yang sudah dibukanya. Kursi itu menempel dengan kursi jok belakang. Begitu Ringgo mengeluarkan jok kursi yang terlepas itu, ia melihat tubuh Choky yang terkulai pingsan.

Ringgo langsung memeriksa tubuh Choky ingin mengetahui apakah Choky mengalami luka yang serius seperti patah tulang atau luka dalam. Ringgo takjub begitu mengetahui kalau Choky ternyata tidak mengalami luka apa-apa kecuali lecet-lecet kecil ditubuhnya. Tubrukan yang hebat itu seharusnya meremukkan tubuh Choky yang kecil, namun kenyataannya lain.

Saat tabrakan dahsyat berlangsung, Angel sang malaikat penolong meletakkan jok kursi depan yang terlepas lalu menutupi kepala Choky sementara tubuh Choky berlindung di jok belakang. Kursi-kursi itu saling menempel dan membungkus tubuh Choky seperti bungkusan permen yang membungkus isinya. Tubuh Choky jadi terlindung dari tubrukan hebat berkali-kali.

Angel menutupi kursi yang membungkus tubuh Choky dengan kepakan sayapnya saat mobil jatuh berguling-guling di jalan. Hasilnya. tubuh Choky terhindar dari benturan-benturan hebat yang bisa mengakibatkan patah tulang dan luka dalam akibat mobil jatuh berguling-guling. 

Steven dan Richard akhirnya berhasil digelandang keluar oleh Siregar dan kawan-kawannya. Mereka berhasil tertangkap. Steven ditangkap dalam keadaan pincang, ia digandeng keluar sambil diborgol oleh Siregar sementara Richard yang sekarat dibopong oleh polisi Edwin dan Irfan. 

Seketika Ringgo mencium bau bensin. Semakin lama bau itu semakin terasa menyengat. Tanpa pikir panjang lagi Ringgo langsung mengeluarkan Choky sambil menggendongnya dan berlari keluar terbirit-birit.

Ketika Cinta Bicara (When Love Talks) - Final Chapter

Ilustrasi gambar dari google image

 

”Bau bensin!!, mobil akan meledak!!!” Ringgo berlari sambil berteriak mengagetkan yang lain. Spontan yang lain pun kaget dan mempercepat langkahnya berlari meninggalkan mobil yang akan meledak.

Hanya berselang sepuluh detik saja begitu Ringgo berteriak, mobil pun meledak. ”BBUUUUMMMM!!!!”

Ledakan yang dahsyat itu menimbulkan hentakan hebat, membuat pintu dan beberapa ban mobil terlempar keluar. Ringgo dan para polisi yang sedang berlari menjauh ikut terpelanting akibat hentakan ledakan yang dahsyat itu.

”TIIDAAAKKK!!!” Kayla berteriak sambil menundukkan tubuhnya. Ia sempat melihat Choky terlempar dari genggaman Ringgo, mereka berdua jatuh terjerembab.

Kini Kayla tidak bisa menahan kakinya lagi. Ia berlari memburu mendekati Ringgo dan Choky. Saat berlari ia melihat para polisi dan juga para penjahat yang tersungkur di tanah tidak bergerak.   

Kayla melihat tubuh Ringgo dan Choky terkulai tak berdaya. Ia memanggil Ringgo dan Choky sambil menangis menutupi mulutnya. Ia menggerak-gerakkan tubuh Ringgo berharap agar Ringgo bangun. Ringgo siuman, beruntung bagi Ringgo ia tidak apa-apa, hanya lecet sedikit di belakang badannya. Kayla pun berlari menuju Choky yang terlempar tidak jauh dari Ringgo. Ia langsung duduk di aspal, menyenderkan tubuh Choky yang masih pingsan itu dan mendekap erat di dadanya. Sambil berlinang air mata ia membelai rambut Choky dan sesekali menciumi pipinya yang kotor.

Ringgo berjalan merangkak mendekati kekasihnya. Setelah itu ia mendekap Kayla dari belakang yang masih memeluk Choky sambil menangis. Tidak ada kata-kata yang terucap dari bibir Kayla selain menyebut nama Choky berulang-ulang dan menangis sedih. 

Orang-orang banyak berkerumun melihat kejadian tanpa bisa berbuat apa-apa. Umumnya mereka adalah pengguna jalan tol yang terpaksa berhenti di tengah jalan begitu melihat aksi tabrakan tersebut.

 

Tak lama setelah ledakan, Bambang cs sampai di tempat kejadian dan mengamankan keadaan. Dua penjahat internasional yang tersisa akhirnya berhasil dibekuk polisi. Steven adalah anggota sindikat perdagangan internasional yang selama ini dicari-cari. Di tempat yang berbeda, Tigor dan kawan-kawan sudah lebih dulu ditangkap polisi, tinggal Fendi dan beberapa anak buahnya yang masih lolos dan menjadi buronan.

 

***

 

Choky akhirnya bisa kembali ke pelukan Kayla. Saat ini Choky sudah siuman dan berada di dalam mobil Ambulance mendapat perawatan. Ia sangat senang begitu mengetahui Kayla berada di sisinya. Mereka tak henti-hentinya berpelukan.

”Mamaaa...,” Choky menangis senang, ia memeluk Kayla erat.

”Tenang sayang, kamu sudah sama mama sekarang...” Kayla menenangkan Choky.

”Mama jangan tinggalin Choky lagi ya...!” pinta Choky sambil terus menangis dan memeluk Kayla, kalimat yang terakhir hampir tak didengar Kayla akibat Choky yang tidak mampu lagi membendung tangisnya.

”Never!, Mama tidak akan tinggalin kamu lagi! Mama janji!” Kayla menitikkan air matanya menangis terharu. Ia sungguh menyesal selama ini sudah meninggalkan Choky sendirian di rumah.

”Sudah, kamu jangan menangis lagi ya! Kan mama sudah disini sekarang?!” Kayla tersenyum dan melepaskan pelukan Choky lalu menyeka air mata bahagia Choky yang masih terus berjatuhan. Choky mengangguk sesunggukan. Mereka kembali berpelukan.

Situasi kini bertambah ramai. Selain Ambulance, mobil pemadam kebakaran dan mobil derek juga datang di sekitar lokasi. Sebelumnya mereka berada di lokasi tempat meledaknya mobil Erick dkk.

Setelah mendapat perawatan, akhirnya Bambang memberi instruksi kepada supir Ambulance dan mengajak Ringgo, Kayla dan Choky turut serta meninggalkan lokasi kejadian. Ringgo menurut dan menyerahkan sepenuhnya kepada polisi. Bersama Kayla dan Choky, mereka pun segera berlalu.

 

Dari belakang mobil Ambulance, Ringgo melihat kerusakan yang ditimbulkan akibat kecelakaan hebat tersebut. Ia hanya bisa memandangi saja...

***

 

Seminggu berlalu setelah kecelakaan hebat...,

Kayla berniat menyerahkan Choky pada orang tua kandungnya. Setelah ia berembuk dengan orang tuanya meminta persetujuan, papa dan mama Kayla menyerahkan keputusan sepenuhnya pada anaknya. Kayla memutuskan mendatangi orang tua Choky dan menyerahkan anaknya kepada mereka.

Saat yang dinantikan tiba. Kayla membawa Choky ikut serta ke rumah orang tua kandungnya. Dengan ditemani Nina, mereka berjalan menyusuri gang-gang sempit dekat sungai.

Tidak ada banyak kata yang terucap dari bibir mereka sepanjang perjalanan dari kediaman Kayla menuju ke rumah orang tua Choky. Bibir Kayla terasa kelu. Ia sebenarnya tidak rela harus melepaskan Choky dari dekapannya. Namun kejadian demi kejadian yang menimpa dirinya dan Choky membuat dia tidak mempunyai banyak pilihan selain menyerahkan kepada orang tua kandungnya.

Choky menggandeng tangan Kayla erat. Keringat dingin mengucur deras di telapak tangannya. Ia sebenarnya sudah tahu kalau mama angkatnya akan menyerahkan dia pada orang tuanya dan akan meninggalkan dirinya untuk selamanya.

Semenjak tinggal dengan Kayla, selama kurang lebih tiga tahun ia hanya merasakan cinta dan kasih yang Kayla berikan kepadanya seperti ibu dan anak. Ia sampai tidak menyadari jika Kayla bukan ibu kandungnya. Ia baru tahu saat Kayla menceritakannya setahun yang lalu. Hal inilah yang membuat Choky berat jika harus berpisah dengan Kayla. Ia ingin berontak, tapi tak berani.

Kini mereka sudah berada di depan pintu rumah Choky yang sebenarnya. Sebuah rumah kecil di pinggir sungai. Di depan pintu kedua orang tuanya sudah berdiri menyambut kedatangannya. Kayla yang memberitahu.

”Choky, ini bapak dan ibumu, kamu masih ingat kan...?” Kayla memperkenalkan orangtua Choky padanya. Choky diam tidak bereaksi, tatapan matanya kosong. Raut mukanya menunjukkan wajah tidak simpatik.

”Ayo..., kamu salam dulu mereka, yach...!” Kayla membujuk Choky agar menghampiri orang tuanya, ia melepaskan genggaman tangan Choky dan mendorong tubuhnya pelan. Apa yang terjadi selanjutnya sungguh di luar dugaan.

”TIDAAAKKK!!!, HUHUHU...!! AKU TIDAK MAU!!” Bagai disambar petir di siang bolong, pernyataan Choky mengagetkan semua yang mendengar. Choky berteriak sambil menangis keras. Ia tidak mau pisah dari Kayla. Ia mendekap tubuh Kayla erat. Hati Tumpal dan Tiur masygul. Perasaan mereka seperti disayat sembilu begitu mendengar dan melihat anaknya sendiri menolak mereka.

”Choky, jangan begitu! Mereka orang tuamu. Kamu sama mereka, yach...?!” Kayla membujuk Choky sekali lagi sambil membelai rambut Choky.

”TAKK MAUUU!! CHOKY TAK MAU SAMA MEREKAAA!!!” Choky menjerit sekeras-kerasnya, membuat tetangga disekitar rumah mendengar dan berhamburan melihat keluar. 

Tiur meneteskan air matanya, ia hanya bisa menutup mulutnya dengan tangan kanannya begitu mendengar jeritan buah hatinya yang menolak dirinya, hatinya pilu seperti ditusuk pisau belati. Sementara Tumpal hanya bisa menunduk lesu menahan malu. Ia malu terhadap Kayla yang telah berbuat baik pada anaknya, sementara ia sendiri tidak bertanggungjawab sebagai ayah kandung anaknya. Ia malu terhadap anaknya yang telah dilalaikannya, yang akibatnya anaknya pun menolak dirinya.  

Mata Kayla mulai berkaca-kaca, ia tidak mampu bicara lagi selain membelai rambut Choky berkali-kali. Saat Tumpal menengadahkan kepalanya, ia memandang Tumpal, kemudian mengangguk seolah-olah memberi tanda kepada Tumpal untuk mengambil sendiri Choky daripadanya.

Tumpal mengerti maksud Kayla. Dengan berat hati ia berjalan mendekati anaknya. Dengan wajah memerah masih menahan malu ia mencoba meraih tangan Choky pelan dan menarik Choky dari Kayla.

”MAMMAAA!!!, JANGAN TINGGALIN CHOKY MAAA!!, CHOKY TAK MAU TINGGAL DI SINI!!!”, Choky menjerit meronta-ronta begitu ia merasakan tangannya disentuh tangan yang kasar dan dingin. Ia menghentakkan tangannya yang dipegang Tumpal minta dilepaskan.

Kayla membantu Tumpal. Sambil menahan tangis, ia melepaskan tangan kiri Choky yang masih melilit pinggangnya dengan paksa. Choky terpana begitu melihat Kayla yang bukannya menolong dia justru membiarkan dirinya diambil ayahnya. Tangisnya semakin menjadi-jadi. Ia terus meronta-ronta.

Tumpal tidak membiarkan anaknya lepas. Ia memeluk Choky erat meskipun anaknya melawan dia. Pukulan dan tendangan anaknya yang dia rasakan tak mengurangi keinginannya melepaskan anaknya. Ia merasa sangat bersalah selama ini telah menyakiti hati anak laki-laki satu-satunya itu. Ia pun rela jika Choky memukuli dan menendangi dia sekarang ini, ia merasa pantas mendapatkannya. Sambil ikut menangis ia terus mendekap anaknya seolah-olah memberi pertanda pada Choky bahwa ia tidak akan mengulangi lagi kesalahan yang sama. 

Kayla menatap sekali lagi wajah Choky yang masih menangis. Choky balas memandang dirinya berharap Kayla dapat berubah pikiran dan membawa Choky kembali ke pelukannya. Kayla berusaha tegar, sambil menyeka air mata yang mengalir deras di pipinya, ia pun bersiap-siap pergi meninggalkan Choky.

”MAMAAA!!! Huhuhu!!!” Choky berteriak dan menangis keras begitu Kayla membalikkan badannya dan bergerak meninggalkan dirinya sendirian. Mendengar tangisan menyayat Choky, Kayla pun tidak bisa menahan tangisnya lagi. Ia berjalan menunduk sambil menangis sesunggukan. Ia terus berjalan menjauh dan bahkan berlari kecil mempercepat langkahnya.

Nina yang sejak tadi berada di belakang Kayla, ikut menyusul begitu melihat sahabatnya berlari meninggalkan Choky yang berteriak histeris, ia pun ikut menangis sedih melihat pemandangan di hadapannya yang cukup mengharukan.    

Kayla meninggalkan dia sambil menangis haru menuju tempat ia memarkirkan mobilnya. Di dalam mobil, Kayla hanya bisa menunduk, dia tidak mau lagi melihat Choky yang masih menangis meronta-ronta minta dilepaskan ayahnya. Ia takut berubah pikiran. Ia menutupi wajahnya dengan kedua tangannya.

Nina menstarter mobil Kayla dan melihat Choky yang kini berlari mengejar mobil Kayla. Melihat pemandangan yang menyayat hati itu, tak urung membuat Nina ikut menangis mewek kayak bebek berkotek, ”Weeeekk!!!, weeekk!!!”

Choky berhasil lepas dari dekapan erat ayahnya. Tumpal memang sengaja melepaskan anaknya begitu melihat Kayla sudah masuk ke dalam mobil. Ia pun tak dapat membendung air matanya yang sudah tumpah ruah. Hatinya begitu teriris. Ia cuma bisa berteriak pelan, ”Ucoookk!!”. Dari belakang, Tiur memeluk suaminya.

Choky berteriak-teriak memanggil nama ”MAMA KAYLAAA!!!” dan mengejar mobil Kayla dari belakang sambil menangis. Mobil Kayla masih belum bergerak.

”Nina, let’s go!” Kayla meminta Nina menjalankan mobilnya. Ia tahu kalau Choky sedang mengejar mereka dari belakang. Nina terpaksa mengikuti kemauan temannya. Mereka pun bergerak meninggalkan Choky yang terus berteriak memanggil namanya sambil menangis nelangsa.

 Kayla hanya bisa menangis melihat Choky yang mengejar mobilnya sampai akhirnya berhasil di tangkap Tumpal. Sebuah kejadian yang sangat mengharukan...

 

***

 

Esoknya, sore hari...

Kayla tidak bisa makan dan minum, ia terus memikirkan Choky, kesehatannya jadi melorot drastis, Nina sampai stress memikirkan kondisi sahabatnya. Ia sampai dihubungi mamanya Kayla untuk membujuk Kayla agar makan sebab sudah sejak pagi tidak sedikitpun menyentuh makanan. Ia bahkan tidak ke kantor lagi sejak beberapa hari ini.

”Kay, sudah dong sedihnya. Kan elo sendiri yang pengen pisah dari Choky. Sekarang lo malah siksa diri lo sendiri. Gimana sih??!!” Nina protes melihat Kayla yang masih tertidur lemah di ranjangnya. Kayla diam saja. Ia membiarkan temannya merepet melihat keadaannya.

Saat ini Kayla sedang terbaring sambil merangkul bantal guling, tangannya memegang bingkai foto bergambar dirinya dan Choky sedang tertawa mesra. Matanya terlihat sembab habis menangis. Ia terus memandang foto itu tak kenal lelah. Di sampingnya, album dan bingkai foto bergambar anaknya dan dirinya bertebaran berantakan di atas kasurnya, tak terkecuali lukisan-lukisan milik Choky yang selalu ia simpan.

”Choky, i miss you...” desis Kayla pelan, jari jemarinya membelai bingkai foto bergambar Choky yang sedang tertawa mesra bersama dirinya dan kedua orang tua Kayla saat sedang liburan di Hillpark, Sibolangit.

”Huhuhuhu...,” Nina mengejek. Kedua tangannya diarahkan ke matanya, seolah-olah sedang menangis sambil mengusap air mata.

”Big girls don’t cry, you know...!” Nina merampas bingkai foto itu secara paksa. Ia kesal melihat sahabatnya yang mengkek terus seharian.

Kayla melempar Nina dengan bantal gulingnya, Pluuukk!!, tepat di kepala Nina, ”aduuh!, sialan lo, Kay!”, Nina meringis.

“Kamu nggak ngerti perasaan aku sih Nin!” Kayla membela diri.

“Emang nggak, kalo elo kayak begini terus! C’mon Kayla. Wake up! Elo sendiri yang buat keputusan. Lo harus terima kalau Choky nggak akan balik lagi sama elo!!” teriak Nina sambil mengambil bantal guling yang jatuh dari lantai dan melemparkannya lagi ke arah Kayla. Kayla menangkis, “Kejam kamu Nin!”

“Gue kejam?! Boleh juga julukannya!” sahut Nina. Telunjuk kanan Nina mengetuk-ngetuk pipi kanannya, matanya menatap langit-langit, seolah-olah senang dengan julukan tersebut.  

“Nin, please jangan rese dong. Prihatin kenapa? Protes Kayla.

“Prihatin? Oke Kayla, that’s it!. You have to forget Choky, oke?!. It’s over! Demi kebaikan kamu juga.” Nina menarik tangan Kayla untuk bangkit dari tempat tidur. Ia bermaksud membawa Kayla ke ruang makan. Kayla mencoba melepaskan tangan Nina, namun karena kondisinya yang lemah, ia kalah.

Nina berhasil membawa Kayla ke ruang makan, meskipun harus dengan menyeret-nyeret Kayla yang meronta-ronta seperti anak kecil yang sedang diseret ibunya keluar dari toko mainan. Di meja makan telah tersedia makanan kesukaan Kayla, sup makaroni ayam dan ikan mujair goreng sambal. Nina memaksa Kayla duduk.

“You better eat. Kalo nggak kamu sakit.” Nina menyuruh Kayla makan.

Untuk beberapa saat Kayla hanya memandang makanan itu. Saat ini ia tak berselera makan meski makanan yang dihidangkan adalah makanan favoritnya. Bau harum yang tercium tidak membuat selera makannya timbul, justru membuat perutnya eneg.

“Nin, aku tahu kamu sayang banget sama aku, tapi please, this time don’t push me to eat. Aku lagi nggak selera makan...” Kayla memohon Nina untuk tidak memaksa dia makan. Suaranya terdengar parau diakhir kalimat.

“No way. You must to eat. Sedikit aja Kayla. Otherwise you might be sick.” Nina tetap memaksa Kayla untuk makan, ia tidak peduli meskipun Kayla mengemis-ngemis memohon padanya. Nina mendekatkan piring yang sebelumnya sudah diisi Iis dengan makanan kegemarannya yang sudah mulai dingin. Nina memukul lengan Kayla, pertanda menyuruh Kayla untuk segera makan. Ia seperti ibu tiri yang sedang menghukum anak tirinya dengan kejam seperti di film-film Indonesia jaman dulu.

Melihat Nina yang ngotot memaksa dia makan, ia terpaksa mengambil sedikit nasi yang dicampur kuah sup ayam kemudian memakannya dengan lambat.

“Good. Begitu dong! Ayo, sekarang habiskan!” Nina tersenyum puas. Usahanya membujuk Kayla makan berhasil sudah. Senyumnya mengembang lebar. Ia melipat kedua tangan di dadanya. Dadanya membusung bangga.

Setelah berjuang memaksa Kayla makan untuk pertama kalinya sejak perpisahan semalam, Nina membawa Kayla kembali ke ruangan kamarnya. Ia mencoba menghibur kembali sahabatnya agar tidak sedih berlarut-larut.

“Gimana, enak kan?”  

Kayla tidak menjawab, ia diam saja. Saat ini mereka sudah duduk di tempat tidur. Nina mengambil beberapa album foto dan bingkai foto yang berserakan di dekatnya, kemudian merapikan lalu diletakkan di sisinya.

“Kay, lo cinta banget ya sama Choky...?” Nina melihat wajah Kayla yang tertunduk sedih. Kayla masih tidak menjawab, ia hanya mengangguk.

“Lo tahu Kay, ... sebenarnya gue juga sangat kehilangan Choky...” Nina menghentikan kalimat yang terakhir. Suaranya pelan nyaris tak terdengar.

“Meskipun..., ehem..., kadang nyebelin, tapi dia anak yang baik...” Nina sempat meperbaiki intonasi suaranya yang tiba-tiba serak dan pelan. Ia teringat masa-masa Choky masih bersama Kayla.

Kayla memandang Nina. Ia terenyuh.

“Gue selalu ingat julukannya ke gue. Lo tahu kan..., Tante Ninin. Hihi..., padahal gue paling sebel kalau dia sebut itu... tapi selalu saja ia panggil gue terus-terusan, tante Ninin, tante Ninin..., dasar...” Nina bercerita panjang lebar sambil tersenyum, matanya menerawang jauh, teringat masa itu.

Kayla mendengar dengan seksama, ia memandang Nina dan ikut tersenyum. Ia pun teringat kala Nina sering kesal tiap kali Choky mengejeknya dengan sebutan itu. 

Mereka berdua tertawa bareng. Setelah puas tertawa, mereka saling berpandangan.

“Kita sama-sama kehilangan Kay, bukan kamu saja. Aku yakin inang dan amang juga kehilangan Choky. Belum lagi bang Ringgo...” jawaban Nina menyentuh hati Kayla. Mereka saling berpegangan tangan. Nina pun melanjutkan kalimatnya yang sempat terputus.

“...tapi orang tuanya lebih membutuhkan dia. Lo tahu, kan. Kakaknya sampai sekarang hilang tak tahu kemana rimbanya. Belum lagi kehidupan mereka yang morat marit. Memang sih, kehadiran Choky pasti menambah beban ekonomi buat orang tuanya, tapi setidaknya...,” Nina menelan ludah, “...mereka bisa kembali berkumpul, menata kembali kehidupan mereka...” akhirnya Nina bisa mengakhiri kalimat panjangnya. Kayla setia mendengarkan.

Nina terus menatap Kayla penuh arti. Ia kembali bicara, “Kay..., kamu mau kan melupakannya dan merelakan Choky pergi?” tangan Nina mengangkat tangan Kayla yang masih saling bergandengan tangan, seolah-olah memohon Kayla untuk menyetujui ucapannya.

Kayla tersenyum dan berujar, “Permintaanmu sulit buat aku, Nin. Aku takkan bisa melupakannya. Aku terlanjur jatuh cinta padanya...,” Kayla melepaskan tangan Nina, kemudian kedua tangannya memegang pundak sahabatnya.

“Tapi aku akan coba merelakannya pergi. Mungkin hal ini harus terjadi, demi kebaikannya juga.” Kayla menganggukkan kepalanya tanda setuju pada kalimat terakhir Nina. Nina tersenyum lebar. Ia senang jika akhirnya Kayla sadar kalau ia sudah saatnya harus merelakan Choky pergi dan kembali pada kehidupannya semula.

“So you saying, kamu nggak akan bertingkah uring-uringan kayak gini lagi kan?”

“Nggak...” Kayla menggeleng sambil tersenyum.

“Nggak akan nangis bombay kayak tadi kan?”

“Enggaak...”

“Nggak akan nyusahin gue lagi untuk ngebujuk elo makan kan?”

“Hmmm, kalo yang itu... enggak janji deh..., hahaha...!!”

“Akh, jahil!” Nina memukul lengan Kayla pelan. Mereka kembali tertawa bersamaan.

“Nin, thanks ya selama ini lo udah jadi temen yang baik buat gue, lo selalu ada buat gue, bahkan di saat susah sekalipun. I never done this without you. You such a best friend.” Kayla memeluk Nina erat. Ia terus memeluk Nina sampai puas. Nina pun terharu.

“Sama-sama Kay. Lo juga sahabat yang terbaik buat gue. Gue nggak akan bisa melupakan kebaikan lo sama gue. You are my best friend too...” Nina membelai pundak belakang Kayla, mereka masih berpelukan erat.

 

Gelak tawa terus berkumandang dari kamar Kayla. Kedua sahabat tadi masih asyik bercerita dan bercanda tawa, tidak peduli dengan waktu yang semakin beranjak malam.    

 

***

 

Tiga hari kemudian,

Kayla telah kembali ceria. Semangat hidupnya telah bangkit kembali. Kini hari-harinya telah diisi kembali dengan kesibukannya bekerja seperti dulu. Ia tidak lagi depresi karena kehilangan Choky, meski-pun masih suka merindukan kehadiran anak angkatnya yang sudah mengisi hari-harinya selama tiga tahun.

Kenangan-kenangan indah bersama Choky memang akan sulit dilupakan Kayla, tetapi hidup harus berjalan terus, ia tidak bisa meratapi kepergian Choky terus menerus. Dibutuhkan kedewasaan sikap untuk menerima suatu peristiwa dengan lapang dada meskipun berat dan menyakitkan.

Kayla sendiri belajar dari pengalaman berharga yang ia dapat selama Choky berada di sisinya. Ia jadi lebih menghargai hidup. Selama ini tidak terpikir olehnya bahwa masih banyak sekali orang-orang di sekitarnya yang hidup serba kekurangan secara materi dan membutuhkan bantuan dari orang-orang mampu seperti dirinya. Namun kadangkala kesuksesan dan keberhasilan yang kita capai bisa menutup mata hati kita melihat keadaan orang lain, terutama yang membutuhkan pertolongan.

Saat kita diperhadapkan pada situasi yang mengajak kita untuk berbuat sesuatu yang berguna bagi orang lain, disitulah kita diuji apakah kita bisa membantu dan memberikan apa yang kita miliki dengan tulus dan ikhlas tanpa mengharapkan imbalan.

Melalui berbagai peristiwa yang dialami Kayla saat Choky bersama dirinya, telah membentuk kepribadiannya menjadi lebih peduli dan mengasihi sesama dengan segenap hati dan tanpa paksaan. Ia pun menyadari bahwa ia juga manusia yang tak bisa hidup sendiri dan suatu saat membutuhkan pertolongan dari orang lain.

Hari ini Kayla tengah bersiap-siap berangkat kerja. Ia memakai baju cantik warna putih oranye dengan rumbai-rumbai berbentuk bunga warna oranye di dekat lehernya dan celana panjang warna coklat susu. Kayla terlihat cantik dan segar. Ia pun bergegas menuju ke ruang makan. Di sana kedua orang tuanya sudah menunggu dirinya untuk sarapan bersama.

“Bagaimana perasaanmu sekarang nak, tidak sedih lagi kan?” ayah Kayla tersenyum begitu melihat anak perempuan kesayangannya telah kembali ceria seperti dulu. Kayla duduk di kursi makan di sebelah ayahnya.

“Baik papi. Nggak, nggak sedih lagi kok,” balas Kayla tersenyum sambil tangannya mengambil emping dari toples dan langsung memakannya.

“Baguslah kalau begitu. Papi turut senang.” Ayah Kayla tersenyum, “Nanti kamu antar papi ke kantor ya. Pak Budi hari ini nggak bisa ngantar papi pergi kerja, anaknya sakit.”

“Oya? Sakit apa pi?” Kayla mengambil nasi goreng sambal dan menaruh di piringnya. Tak lupa ia mengambil telor dadar kesukaannya.

“Katanya demam,”

“Ohh..., ya udah. Nanti papi kuantar dulu deh sebelum ke kantor.”

Setelah berdoa bersama sebelum makan, Kayla menyantap makanan kesukaannya lahap.

Sedang asyiknya sarapan bersama, bel rumah berbunyi..., ”Ting... tong...!”

”Iiis, coba lihat dulu siapa yang dataang!!” Mama Kayla memanggil Iis yang sedang di dapur untuk membukakan pintu ruang tamu.

Sebelum Iis membukakan pintu, dengan sigap Kayla menawarkan diri agar dia saja yang membukakan pintu, ”Sudah, gak papa Is, biar kakak saja yang bukakan pintunya!” teriak Kayla sambil berlari kecil menuju ruang tamu. Tak lupa ia melap tangan dan mulutnya dari minyak yang masih menempel di tangan dan mulutnya.

Kayla membuka pintu ruang tamu. Alangkah terkejutnya dia begitu melihat yang berdiri dihadapannya. Matanya terbelalak, lalu menelan ludah, Glek!

Bapak Choky mendatangi kediaman Kayla bersama istri dan anaknya. Tampak di tengah, Choky berdiri dengan gagah memakai pakaian baru yang dibeli Kayla seminggu sebelum Kayla menyerahkan Choky pada orang tuanya. Wajahnya menunduk malu tak berani melihat Kayla.

“Cc...choky...” Kayla terperangah, ia benar-benar tidak menyangka jika pagi ini ia dikejutkan oleh kedatangan Choky beserta kedua orang tuanya yang mendadak. Apa lagi ini?, hati kecilnya bertanya.  

“Selamat pagi, nak Kayla! Apa kabarnya?” sapa Tumpal ramah dan tersenyum lebar begitu melihat Kayla yang terkejut karena melihat kedatangannya yang memang tidak diberitahukan sebelumnya.

“Eh..., baik, baik amang...” Kayla tergagap membalas sapaan Tumpal.

“Sebelumnya kami mau minta maaf kalau selama ini sudah menyusahkan nak Kayla... Kami berjanji tidak akan membuat kesulitan lagi. Sekarang kami mau permisi pamit sama nak Kayla...”

“Pamit??” Kayla tidak percaya dengan apa yang didengarnya.

“Iya, pamit. Kami berniat kembali lagi pulang kampung dan menetap seterusnya di sana. Saya mau bertani saja, nak Kayla...”

”Oohhh...” Kayla menelan ludah.

”Kami sepakat dan Choky juga setuju. Benar kan, Choky?”

Choky menggangguk sambil kepalanya terus menunduk tidak berani menatap Kayla.

”Sekali lagi saya mohon maaf ya nak Kayla selama ini sudah sangat merepotkan nak....”

”Nggak papa, amang... Kalau memang itu sudah kesepakatan bersama...”

”Terima kasih kalau begitu. Oya, sebelum kami pergi, Choky ingin memberikan sesuatu buat nak Kayla. Ayo, Choky! Tunjukkan sama mamamu!” Tumpal mendorong tubuh Choky ke depan dan mendekati Kayla.

 ”Ini buat mama...” Choky memberikan sebuah buku gambar kepada Kayla.

Kayla membuka setiap lembar halaman buku gambar tersebut dan alangkah terkejutnya ia begitu melihat hasil lukisan tangan Choky yang banyak melukis dirinya itu. Selain dirinya Choky ternyata menuangkan pengalamannya terutama saat Choky diculik penjahat ke dalam bahasa gambar. Kayla kembali terenyuh. Terbayang lagi kenangan-kenangan indah ia bersama Choky yang tidak akan pernah bisa dilupakannya. Tiba-tiba terbersit rasa rindunya selama ini pada Choky dan seperti tidak rela jika harus kehilangan Choky. Tapi Kayla tidak berdaya.

”Ia memaksa kami agar nak Kayla mau menyimpannya. Katanya ini kenang-kenangan yang terakhir untuk nak Kayla sebelum kami pergi. Kami harap nak Kayla mau menyimpannya...”

Kayla tidak bisa lagi berkata-kata. Tiba-tiba ia memeluk Choky sambil menitikkan air mata haru. Ia merasa sangat kehilangan Choky. Ia pun sadar jika ia sangat menyayangi Choky dan sebenarnya tak ingin berpisah darinya. Ia terus memeluk Choky erat, Choky jadi ikut-ikutan menangis.

Papi dan mami Kayla ikut terharu begitu melihat kejadian itu.

”Mama, mama jangan sedih ya Choky tinggalin. Meskipun kita tidak akan ketemu lagi, tapi mama akan selalu di hati Choky...”

”Kamu juga selalu di hati mama sayang... I’ll never forget you, you mean so much to me..” Kayla kini berurai mata. Terlihat warna hitam di air mata Kayla.

Setelah puas berpelukan agak lama, Kayla menetapkan hatinya merelakan Choky pergi. Tangannya masih memegang jari Choky seolah masih ingin bersama Choky. Ia tersenyum dan membelai wajah Choky yang lucu, tak lupa menghapus air mata Choky yang masih terjatuh di pipinya.

“I love you, Choky. You always in my heart…”

“I love you too, Mama Kayla. I love you forever…”

Kayla tersenyum dan tertawa kecil mendengar Choky membalas kalimatnya dalam bahasa Inggris. Smart boy, pikirnya.

Kayla berdiri setelah puas memeluk Choky. Ia mencubit gemas pipi Choky yang chubby. Choky tertawa lepas begitu pipinya dicubit lembut oleh Kayla. Ia memang paling suka kalau Kayla mencubit lembut pipinya, terasa geli di pipinya.

Choky membalas cubitan Kayla dengan membelai tangan mama angkatnya sambil berujar, “Mama yang kuat ya. Tidak boleh lemah. Suatu saat kita pasti ketemu lagi…”

“Akhhh…,” Kayla tertawa tersipu-sipu mendengar kalimat Choky yang terasa dewasa untuk seumurannya. Ia mengecup pipi Choky mesra, menjentikkan jarinya ke hidung Choky sambil tersenyum manis, lalu memegang tangan Choky untuk terakhir kali.

Choky berjalan mundur, tangannya perlahan ia lepaskan dari pegangan Kayla, lalu melambaikan tangannya ke arah Kayla. Kayla membalas lambaian Choky sambil menahan haru. Ia menutup mulutnya mencoba menahan diri agar tidak menangis lagi.

Choky membalikkan badannya dan berjalan menjauhi Kayla. Ia mendekati ayah dan ibunya, memegang tangan ayahnya dan memberi tanda pada Tumpal untuk segera berangkat pergi.

”Baiklah kalau begitu, nak Kayla. Kami permisi dulu. Lae, ito(43), kami permisi dulu. Maaf kalau sudah merepotkan lae dan ito...” Tumpal pamit kepada orang tua Kayla yang sudah berada di belakang Kayla. Ayah Kayla hanya mengangguk sambil tersenyum hambar, ibunya mengusap-usap pundak Kayla dari belakang memberi dukungan agar Kayla tabah karena ini adalah yang terakhir kalinya bagi Kayla untuk melihat Choky sebelum meninggalkan Kayla untuk selama-lamanya. Mamanya sangat mengerti perasaan anaknya yang pasti merasa kehilangan seseorang yang sangat disayangi.

(43) ito : kakak

Dengan berat hati, Tumpal, Choky dan Tiur membalikkan badannya membelakangi keluarga Kayla meninggalkan mereka yang hanya bisa berdiri terpaku tak mampu berbuat apa-apa.

Choky masih sempat menengok ke belakang dan melambaikan tangannya buat Kayla untuk terakhir kali. Air matanya terjatuh, ia mengucapkan, ”Goodbye, Mama... God bless you...”

 

***

 

Kayla mendengar ucapan pelan Choky untuk yang terakhir kali. Tiba-tiba ia merasa tidak rela ditinggal pergi Choky. Ia berubah pikiran.

”T-TUNGGUU!!” Kayla berteriak keras. Mereka pun menghentikan langkahnya.

”Choky, se...benarnya, mama... masih ingin bersama kamu lagi..., sayang...” jawab Kayla terbata-bata. Ia meremas-remas kedua telapak tangannya.

Choky menoleh dan memandang mata Kayla lekat. Kedua orang tua Choky juga menoleh dan memandang Kayla heran.

”Kalau... kamu mau... kamu bisa tinggal... dengan mama lagi, kok... tapi itu kalau kamu mau...” Kayla mendadak gugup dan merasa tak enak hati mengucapkannya, tapi ia juga tidak bisa menyembunyikan perasaannya yang masih ingin bersama Choky.

Choky memandang wajah Kayla dan tersenyum. Sejurus kemudian ia memandang wajah papa dan mamanya, seperti meminta persetujuan. Tumpal dan Tiur tidak mengucapkan sepatah katapun pada anaknya, mereka hanya memandang wajah Choky yang polos dengan senyum.

”Itu semua terserah kamu Choky..., mama ikhlas sekarang...!” Kayla memantapkan hatinya untuk terakhir kali, ia memejamkan matanya saat mengucapkan kalimat yang terakhir, setelah itu balas menatap Choky kembali.

Choky kembali memandang orang tuanya. Melihat itu, Tumpal jongkok, memegang erat kedua tangan anaknya dan berbisik, ”Cok, kamu dengar kata mama kamu kan?”, Choky mengangguk.

”Sekarang kamu yang pilih sendiri, mau ikut kami atau mau ikut mama-mu, bapak juga ikhlas...” Tumpal memandang mata anaknya tajam, sedetik kemudian ia memandang istrinya Tiur begitu ia selesai mengucapkan kalimat yang terakhir. Tiur hanya bisa mengangguk pasrah sambil membelai rambut Choky lembut.

”Amang dan inang nggak usah takut, kapan saja Choky boleh datang melihat kalian. Choky tetap anak kalian,”  Kayla tersenyum simpatik. Ia sadar kalau dirinya tak mungkin menggantikan posisi orang tua Choky yang juga mencintai anak kandungnya sendiri.

Tumpal dan Tiur begitu terharu mendengar ucapan tulus Kayla yang begitu mencintai anak mereka. Mereka tak menyangka di zaman yang individualis dan egois ini masih ada juga seseorang yang memiliki hati yang baik dan penyayang seperti Kayla.

Tiur yang sejak tadi tidak berbicara sepatah katapun mengucapkan ”terima kasih” berulang kali pada Kayla dengan terbata-bata dan berlari memeluk Kayla. Ia sangat berterima kasih sekali dengan kebaikan Kayla yang begitu mengasihi anaknya dan juga keluarganya. Ia berteriak mengucap syukur kepada Tuhan karena telah mengirimkan manusia berhati malaikat di tengah-tengah kehidupan keluarganya. Ia tak berhenti memeluk Kayla sambil menangis terharu.

Kayla tak kuasa menahan air matanya jatuh, begitu juga dengan kedua orang tuanya. Ia bahagia jika keputusannya bisa diterima kedua orang tua Choky. Ia mengusap-usap pundak Tiur lembut.

Setelah Tiur puas memeluk Kayla, ia mundur selangkah dan memanggil Choky untuk mendatangi Kayla.

Choky tersenyum lebar, bahkan tertawa senang begitu mengetahui mama angkat masih menyayangi dia. Ia melepaskan pegangan tangan ayahnya dan berlari senang memeluk Kayla.

”Mamaaa...” Choky berteriak memanggil Kayla. Kayla menyambut Choky dan membuka kedua tangannya lebar-lebar. Sedetik kemudian mereka berpelukan mesra, seperti sudah bertahun-tahun tidak bertemu. Layaknya film-film India, mereka berpelukan berputar-putar tak ingin berhenti. Kayla mengangkat tubuh Choky sambil terus memeluknya erat.

”Mama, I love you....” bisik Choky ke telinga Kayla. Ia menangis senang.

”I love you too, Choky. I couldnt live without you...” Kayla balas berbisik di telinga Choky. Ia pun menangis bahagia.

Kini mereka bersama kembali. Kayla begitu bahagia Choky kembali ke pelukannya. Tadinya ia mengira Choky tidak mau bersamanya lagi dan dia tidak akan lagi melihat Choky selamanya. Tapi kenyataan bicara lain, Choky mau menerimanya kembali. Orang tua Choky pun merelakan anaknya pergi. Mereka berdua yakin akan kebaikan Kayla yang tulus, kalau Kayla tak akan mungkin memisahkan mereka dari anaknya. Mereka percaya pada Kayla. Mereka pun merasa terbantu dengan kebaikan Kayla yang mau memelihara Choky hingga besar. Mereka sangat berterima kasih pada Kayla.

Tak terasa waktu sudah beranjak siang. Orang tua Choky pamit untuk terakhir kali, setelah berkali-kali mereka memeluk dan menciumi pipi Choky dengan tidak bosan-bosannya, sampai badan Choky pegal-pegal.

”Terima kasih nak Kayla. Tuhan memberkati mu selalu...” Tumpal menyalami tangan Kayla sebagai tanda hormat. Kayla mengangguk senang. Tak lupa Tumpal menyalami kedua orang tua Kayla yang masih setia berdiri di belakang Kayla.

”Jaga baik-baik dirimu ya nak. Jangan nakal...” Tumpal memberikan nasihat terakhirnya pada Choky sebelum pergi. Choky mengangguk dan mencium tangan ayah dan ibunya mesra.

”Jangan lupa kalau liburan tengok kami di kampung ya, nak...!” teriak Tiur berjalan menjauh sambil melambaikan tangan ke arah anaknya. Senyumnya tak putus-putus mengembang.

”Iya, mak. Choky pasti tidak lupa!!” teriak Choky senang.

Tumpal men-starter kereta bututnya, tak berapa lama, mereka pun pergi meninggalkan kediaman Kayla. Tiur dan Choky tak henti-hentinya saling melambaikan tangan sebelum akhirnya benar-benar tidak kelihatan lagi.

 

Sebuah akhir yang bahagia...

 

 

THE END

 

About The Author

Arya Janson Medianta 47
Ordinary

Arya Janson Medianta

0813 7652 0559 (WA) Arya_janson@yahoo.com
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel