Cinta kehausan. Rangga membelikannya sebotol air minum dalam kemasan. Merek air botol itu tertuju ke layar kamera. Oh, Aqua.Â
Â
Rangga mengirim pesan pada Cinta. Bunyi notifikasi lantang terdengar menembus layar sinema. Cinta meraih smartphonenya. Terlihat warna hijau memenuhi layar ponsel pintarnya. Sebuah aplikasi Line. "Besok malam saya kembali ke Jakarta. Bisa kita ketemu lagi?", chat Rangga yang tidak dijawab Cinta.Â
Â
Karmen, Milly, Maura, dan Cinta menyusuri tepi pantai Parangtritis penuh ceria. Ombak menggulung, angin berhembus. Karmen menyiapkan smartphonenya dan mengajak teman-temannya selfie. Lenovo Vibe di layar itu menjepret geng Cinta.Â
Â
Menyaksikan film Ada Apa Dengan Cinta 2Â bagaikan melihat video ala selebriti Instagram. Product placement alias endorsement muncul di banyak adegan.Â
Â
Endorsement merupakan rekomendasi penggunaan produk (merek). Para pemilik bisnis, baik brand mapan atau merek usaha yang bau kencur, ramai-ramai membayar siapa saja (artis atau bukan artis) yang followersnya ribuan, ratusan, dan jutaan di Instagram lalu meminta mereka memajang foto produk dalam akun Instagramnya. Unggah foto endorsement tersebut ke media sosial, makin banyak Likes makin bagus, makin banyak Retweet makin tinggi exposure produknya.Â
Â
Menonton film Negeri Van Oranye, kita melihat product placement berupa kosmetik. Film bercitarasa sejarah macam Surat Cinta Untuk Kartini juga tak luput dari kemunculan iklan. Produk komersil kini bermunculan dalam film Indonesia. Namun sebelum Ada Apa Dengan Cinta 2Â tayang di layar bioskop, frekuensi kemunculan produk komersil dalam film lokal belumlah banyak.Â
Â
Sampai rilisnya AADC2 dan saya menontonnya. Maka saya sebut film yang disutradrai Riri Riza ini sebagai pelopor budaya endorsement ala Instagram di dunia perfilman Indonesia.Â
Â
Â
Â
Jika AADC1Â berkontribusi dalam memberi roh baru untuk industri film Indonesia yang saat itu sedang layu, maka AADC2 membuka jalan bagi munculnya budaya endorsement dalam sebuah film. Beberapa film memang telah lebih dahulu menyertakan produk iklan. Namun baru AADC2Â saja yang secara 'brutal' memasukkan unsur iklan. Bukan saja hanya satu atau dua produk, tapi lebih dari lima merek!Â
Â
Sepanjang nonton AADC2Â saya sampai berpikir dalam dua alur yang berbeda: penonton yang menyukai ceritanya dan penonton yang bertanya-tanya pada diri sendiri: haruskan saya menyukai iklan-iklan yang nongol dalam film tersebut. Terus terang saja tak ada masalah dengan penampakan merek-merek itu. Sedikit terganggu tapi tidak merusak inti filmnya.Â
Â
Tapi beragam iklan dalam satu film, apa itu boleh? apa itu etis?
Â
Saya akui karya yang diproduseri Mira Lesmana ini adalah film yang menghibur. Namun di sisi lain, AADC2 merupakan produk visual yang merangkum dunia masa kini: aplikasi, kopi, edgy style, kamera mirrorless, traveling, dan kehidupan yang artsy. Pendek kata, film AADC2 adalah film yang memindahkan budaya Instagram ke dalam medium layar bioskop.
Â
AADC1Â relevan dengan dunianya saat itu. Begitu juga dengan AADC2Â yang mepertontonkan dunia masa kini. Bahkan majalah Folk pun tampil di AADC2. Bukan hal yang salah, kejelian penulis naskah (Prisma Rusdi) dan tim marketing film yang diproduksi Miles Film untuk merangkul target penontonnya ini patut diacungi jempol.Â
Â
2,7 juta penonton yang menyaksikan AADC1 14 tahun lalu merupakan target pasar utama film ini. Maka saat AADC2 keluar tanggal 28 April 2016, tak heran berbondong-bondong orang mengantri tiketnya atas nama reuni dan nostalgia. Tambahkan aroma Instagram yang kita tahu amat sangat populer di kalangan anak muda, meledaklah film ini di pasaran. Tercatat delapan hari sejak film sekuel tersebut tayang di bioskop, jumlah penonton mencapai angka dua juta! Fantastis! Butuh angka 700.000 lagi untuk menyamai rekor penonton film pertamanya, AADC1. Dan dibutuhkan sekitar 2-3 juta penonton lagi untuk melampaui rekor film Riri Riza lainnya, Laskar Pelangi.Â
Â
Film yang sejak awal menjanjikan banyak penonton tersebut menarik minat para pengiklan. Saat ini dapat dipastikan para pemilik produk yang mengendorse AADC2Â sedang terkekeh-kekeh puas. Produknya tayang dalam film yang laris manis dan menjadi bagian dari karya yang digawangi langsung oleh sineas terbaik negeri ini: Mira Lesmana, Riri Reza, Prisma Rusdi, Dian Sastro, dan Nicholas Saputra.
Â
Apa saja produk yang dapat kita saksikan dalam film AADC2?
Fujifilm
Line
Aqua
Loreal
Sejauh Mata Memandang
Lenovo
Garuda Indonesia
Kecap Bango
Dan masih banyak lainnya.Â
Â
Saya penasaran dengan film-film yang akan dibuat pasca kehebohan AADC2Â ini. Bisa jadi kesadaran "produk saya juga bisa diiklankan dalam film" dari para pelaku bisnis makin bergejolak. Penayangan iklan (numpang lewat) dalam sebuah film akan meninggi. Kelak akan lebih banyak product placement yang kita lihat di layar bioskop. Meski tanpa jaminan penonton yang meledak jumlahnya seperti AADC2, akankah film-film esok hari mengekor AADC2Â dengan menayangkan banyak endorsement?
Â
Seusai menonton AADC2Â saya pulang ke rumah. Di jalan menuju pulang saya berpikir. Di antara kepuasan menonton AADC2Â tersebut saya menyadari sesuatu. Filter itu ada di tangan para penontonnya. Beragam cara iklan ditayangkan termasuk dalam film berkualitas sekalipun, pada akhirnya kita jua lah yang menentukan: abaikan iklannya dan fokus pada jalan ceritanya.Â
Â
Â
Sumber foto : www.layar-tancep.com