Mencari Calon Istri "Saleh Sosial"

6 May 2016 16:38 2491 Hits 2 Comments
“ISTRI SHOLEHA CALON IDAMAN MERTUA” tulisan stiker

Teruntuk calon istri,

Maraknya foto pernikahan teman-teman SD-SMK. Menggugah hati untuk melayangkan tulisan bagi calon-calon yang belum pernah kenalan. Kendati urusan mendapatkan gelar Strata 1 sudah kelar, namu urusan "hati" tidak pernah usai bergejolak walau negeri ini beganti isu setiap harinya. Penulis sekaliber  Tuhuk Ma'rifat  pernah mengalami hal beginian.

Pemuda-pemudi bangsa yang kian hari menjelma menjadi bagian dari “ideologi-ideologi” tertentu. Tak ubahnya membuat warna negara Indonesia semakin mirip pelangi. Terdapat warna hijau, kuning, merah, dll terlukis di langit yang biru. Kalau ada “sedikit” perbedaan, ribuan pertannyaan, penolakan, hingga pemaafan tumpah ruah di dunia nyata maupun maya.

Menjadi seorang yang amat agamis di abad 21. Selalu di identik kan dengan satu ideologi agama tertentu. Kesadaran untuk tidak ikut golongan mayoritas dianggap “makar” terhadap keputusan Tuhan ( islam : Alloh) yang tercantum dalam literatur suci. Digunakan sebagai pedoman hidup baik kemarin, sekarang dan esok.  Pemeluk-pemeluk di ajarkan “garang” menghadapi perbedaan yang kian marak di negeri ibu pertiwi.  

Ini bukan kasus pertama dan kedua yang di soroti media lokal maupun internasional.  Ribuan lembar surat kabar sudah memuat dalam kolom berita, opini, advertorial, hingga laporan khusus.  Keberadaan negeri ini yang “kodratnya” multikultural yang ditandai oleh letak geografisnya di apit oleh Samudra Hindia dan Pasifik menurut H.R. Tilaar.  Bukan omong kosong jika banyak pemuda yang gusar karena melihat perilaku dedek gemes menobatkan diri sebagai “hakim” sesat dan lurus melalui oral maupun nyetatus di media sosial.

Pada dasarnya saya ber-husnuzhan terhadap dedek gemes menyikapi perbedaan pandangan dalam melakukan pengamalan agama.  Memandang status facebook-nya ingin sekali membawanya ke pelaminan untuk dihalalkan. Lalu di ajarkan persoalan multikulturalisme kehidupan bersmasyarakat.  Wong, islam saja mengajarkan hablum min an-nas dalam triloginya.  Dimana penganut agama islam di perintahkan untuk berjejaring tanpa mengenal SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan). Sebab kalau sudah SARA, akan berujung “SENGSARA”. (itu bukan bahasa provokatif)

Selama mengenal dedek gemes yang rajin ibadah. Tentunya bukan pilihan yang salah sebagai jalan untuk menapaki surga. Seperti di janjikan oleh Sang Pencipta. “ISTRI SHOLEHA CALON IDAMAN MERTUA” tulisan stiker yang bergambar wanita berkerudung tertempel di slebor motor bagian belakang.  

Kalau sudah membincangkan surga, manusia dilarang membabi buta dalam beprilaku. Misalnya, ketika ibadah haji ingin mencium  hajar al-aswad. Kita menerjang orang satu per satu supaya apa yang kita inginkan lebih mudah. Ini namanya “tujuan baik diraih dengan picik”. Sama halnya dedek gemes yang menginginkan surga namun menebarkan neraka dimana-dimana. Memang dedek sudah pasti masuk surga ? atau mau ke neraka dulu bareng abang ?   

Persoalan dogmatis memang bersifat menyerap. Sama halnya dengan budaya yang sangat lekat dengan kehidupan kita. Dalam persoalan kepercayaan terhadap Tuhan, setiap individu tidak berhak memaksa dan dipaksa untuk menjalani suatu ajaran.  Namun, perlu ketahui hidayah dan inayah akan turun sendirinya tanpa ada surat undangan, surat kuasa, maupun surat permohonan. Kesadaran tumbuh dalam ruang-ruang dinamis tutur Jurgen Habermas.

Dedek-dedek gemes saya sanggup melamar dedek perempuan dengan mahar apapun. Terlebih dedek memiliki entensitas ibadah cukup rigid. Dari solat shubuh hari ini hingga hari berikutnya lebih dari 30 raka’at.  Sunnah yang muakkad dan ghairu muakkad dilakukan demi suatu tujuan yang mulya. Itu semua masuk dalam kriteria ibu abang untuk masuk dalam catatan calon istri idaman. Ditambah paras dedek yang terbalut oleh hijab. Membuat abang tidak berani menyentuh satu helai bulu di tangan dedek.  Apalagi memandang dengan tatapan yang dikatakan membuat nafsu lawan jenis meninggi secara drastis.

Calon sajadah-ku (istilah untuk calon istri). Ibadah terhadap Tuhan saja belum cukup untuk memastikan kita sekeluarga masuk surga. Sodoran ibadah yang terkadang dedek lupa yaitu hablum min an-nas.  Bermasyarakat tanpa memandang latar belakang.  Baik masyarakat kelas Karl Mark, berupa  proletar dan borjuis. Atawa masyarakat Cliford Gertz, santri, priyayi, dan abangan, antara Muslim dan Non Muslim, erta antar generasi, baik anak-anak, pemuda, ibu-bapak, atau lansia.  Itu semua dilakukan demi hajat kita berkeluarga untuk membaur secara sosial.

Su’uzhan terhadap dedek yang selalu berkumpul dengan satu komunitas yang se jalan dan se aliran merupakan kebohongan publik.  Husnuzhan saya dedek mau berproses menyatukan diri untuk menerima perbedaan yang tercipta di masyarakat. Dimana keadaan itu memperluas pandangan dedek terhadap dinamika-dinamika yang akan kita  jalani. Berbagai interpretasi sosial terhadap individu sudah natural dalam kehidupan antar komunitas.

Dedek tidak terlalu banyak permintaanku. Ini semua demi kebaikan kita dan masyarakat multikultural yang hidup di Bumi Indonesia.

Tags Opini

About The Author

Fadli rais 42
Ordinary

Fadli rais

Pecinta mamah muda made in Indonesia
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel