Film Indonesia gak bermutu. Film Indonesia kebanyakan horror. Film Indonesia efek teknologi tidak canggih. Aktor-aktor film Indonesia kurang bagus aktingnya. Beberapa kalimat ini merupakan hal yang sering dilontarkan oleh masyarakat Indonesia terkait mengapa mereka malas untuk menonton film kreasi anak bangsa. Apakah seburuk itu film-film Indonesia di era sekarang?
Sebenarnya film seperti apa sih yang bisa disebut berkualitas dan layak untuk ditonton? Menurut saya pengertian berkualitas tak ada ukuran mutlaknya. Hal ini seperti di musik, makanan, cara berbusana, dan hal-hal lainnya. Misalnya musik berkualitas menurut sekelompok orang bisa jadi musik yang kurang bagus untuk kelompok lainnya. Termasuk makanan yang enak untuk seseorang bisa jadi rasanya kurang cocok di lidah orang lain.
Sebenarnya ada satu tolak ukur kualitas film di industri film internasional adalah penyelenggaraan Academy Awards di Amerika Serikat atau yang lebih sering disebut Oscar. Ajang bergengsi ini rutin diadakan di Amerika Serikat tiap tahunnya. Biasanya di awal tahun adalah waktu pengumuman para pemenangnya. Nah jika memang menjadi patokan sebuah film berkualitas atau tidak, apakah film-film terbaik dari Academy Awards pasti disukai dan dianggap layak tonton oleh para penonton Indonesia?
Berdasarkan pengamatan saya terhadap film-film terbaik berdasarkan Oscars beberapa tahun terakhir khususnya di Jakarta, justru saya perhatikan beberapa fim tersebut justru sepi penonton. Saya ambil contih nominasi best picture Academy Awards 2014, seperti 12 Years a Slave, American Hustle, dan The Wolf of Wall Street. Film-film tersebut berdasarkan observasi saya waktu datang ke bioskop dan pendapat orang di media sosial, tidak terlalu minat penonton bioskop di Jakarta. Padahal pemain-pemain yang bermain di film tersebut termasuk aktor dan aktris Hollywood yang sangat terkenal di kalangan masyarakat Indonesia, seperti: Leonardo Dicaprio, Christian Bale, dan Amy Adams. Bahkan film terbaik tahun itu 12 Years a Slave juga tak mengundang terlalu banyak kehebohan, padahal dengan kategori terbaik cenderung dapat menarik minta banyak orang. Satu yang paling menarik adalah saat saya menonton film American Hustle, dengan penonton tak lebih dari 10 orang, lalu beberapa penonton baru separuh film berjalan sudah meninggalkan bioskop. Sejelekkah film itu? Padahal di media internasional film tersebut sangat dipuji kualitasnya.
Nah pada faktanya beberapa film Hollywood yang dikritik keras kualitasnya oleh pengamat film di luar sana, justru laku keras dan heboh di Indonesia. Saya memberi contoh film Twilight berseri yang selalu ditunggu-tunggu oleh banyak penggemarnya. Lalu secara kualitas bagaimanakah fim tersebut ? Semua seri dari film tersebut tak ada satupun yang lolos nominasi Oscars, terlebih menjadi pemenang baik dari penyutradaan, acting, dan lain-lain. Film Twilight Breaking Dawn Part II adalah yang terparah dari segi kritiknya. Film tersebut memenangkan banyak penghargaan tapi untuk kategori film terburuk tahun 2012 di ajang Razzie Awards, bahkan termasuk actor dan aktris terburuk. Ajang ini adalah ajang yang sangat dihindari oleh pelakon industry perfilman US.
Fakta di atas sebenarnya cukup kontradiktif, ketika banyak penonton Indonesia sudah men-judge semua film Indonesia tak berkualitas sehingga malas menonton, tapi film yang secara kualitas dicap buruk oleh kritikus film di luar negeri, justru mereka tonton. Memang dari segi teknologi, kita masih tertinggal dari praktisi fil Hollywood, tapi sebenarnya dari konsep cerita dan akting para pemain, kita tak ketinggalan. Bahkan akhir-akhir ini, banyak aktor tanah air yang menjajal produksi film negara lain.
Memang 3-10 tahun terakhir film horor terlalu mendominasi perfilman Indonesia dalam hal kuantitas, sehingga banyak penonton yang sudah acuh tak acuh dengan film Indonesia. Padahal belakangan ini makin banyak film yang bagus yang memenangkan banyak penghargaan di festival film negeri, salah satunya film Siti, yang juga dianugerahi sebagai film terbaik tahun 2015. Mirisnya, film tersebut hanya bertahan seminggu di bioskop tanah air karena kurang penonton. Ya semoga banyak penonton Indonesia yang lebih mengapresiasi film tanah air terutama yang memang berkualitas. Karena sesungguhnya film Indonesia tak sejelek itu dan tak semua film Hollywood semuanya berkualitas baik.