Siyono teroris atau korban ketidakberdayaan Densus 88 dalam menyelesaikan masalah terorisme di Indonesia?
Pertanyaan yang wajar dari warga biasa yang tidak faham dengan persoalan yang sebenarnya. Namun, saya yakin polisi sangat faham siapa Siyono. Dalam hati kecilnya orang-orang yang terlibat untuk mengadili Siyono tahu bagaimana posisi Siyono, apakah terkait dengan jaringan terorisme atau tidak.
Fakta menunjukan, Siyono meninggal di tangan Densus 88. Pertanyaannya, apa yang diperbuat oleh polisi terhadap Siyono hingga meninggal dunia. Hasil autopsi menunjukan jika terdapat luka dalam tubuh Siyono, bahkan menurut sumber terdapat patah tulang dalam tubuh guru ngaji tersebut.
Kini banyak public yang tidak percaya terhadap Densus 88, terorisme dijadikan sebagai dalih, bahkan media sendiri tidak menjadikan kasus Siyono sebagai agenda investigasi terhadap kesalahan fatal yang dilakukan oleh kepolisian.
Masih teringat terhadap satu video yang menayangkan mantan Kapolri yang menjadi duta besar negara tetangga, jika Densus 88 adalah satu project dari negara amrik sono. Kegiatan-kegiatannya dibiayai oleh Barat. Wajar saat tidak ada project terorisme, Densus  kemungkinan mencari bentuk project baru agar pendanaan terus mengalir.
Nah, seperti yang kita ketahui banyak sekali tokoh-tokoh imajinasi yang jadi konsumsi public dengan kesalahan tidak jelas. Ambil saja Jamaah Islamiyah yang dianggap sebagai jaringan terorisme dan kepanjangtanganan dari Al-Qaeda, benarkah organisasi teroris itu benar-benar ada. Kemudian kesalahan yang dinisbatkan kepada Abu Bakar Ba’syir juga tidak jelas. Dia dituduh membiayayi pelatihan militer di Aceh tetapi tidak terbukti sama sekal. Namun Abu Bakar Ba’syir tetap ditahan dengan citra yang buruk.
Padahal kalo denger ceramah-ceramahnya tidak pernah mengajak untuk melakukan makar, kata-katanya juga tidak radikal. Lalu kenapa ditangkap dan dipenjarakan. Apakah ini bukti ketidakbecusan Densus 88 dalam memerangi terorisme di Indonesia?
Sedangkan Dr. Azhari, Nurdin M. Top dan lainnya tidak pernah terlihat secara nyata, mereka dikabarkan mati saat penyergapan. Apakah ini hanya cerita kepahlawanan Densus 88 saja atau hanya sekadar imajinasi yang disebar melalui media massa agar masyarakat percaya. Tak ubahnya seperti Amerika membuat cerita kejadian 11 september yang sebetulnya dibuat oleh mereka sendiri untuk menghancurkan Islam dari dalam.
Jika saja benar, maka Densus88 seperti yang diulas di atas, benar adalah kepanjangtanganan dari AS yang mencoba merusak Islam dari dalam dengan mengangkat para teroris yang berasal dari aktifis muslim. Karena kenyataannya, jika yang melakukan perbuatan terorisme berasal dari kalangan nonmuslim, di Indonesia saja tidak pernah dituduh teroris.
Â
Â
Â