Kita tetap Sama 2

19 Apr 2016 12:36 3522 Hits 1 Comments
fiksi

Juni langsung berjalan kearah Jek. Tepat didepan Jek dia berhenti.

     “masa sih gak ada yng mau sama kamu selama ini?”

     “emang kamu mau?” Tanya Jek.

     Nafas Juni tertahan, ia mencoba menatap mata Jek dalam-dalam. Ia berusaha menemukan alasan untuk bilang bahwa Jek hanya bercanda, namun sama sekali tidak dia temukan. Dia terdiam, perlahan ia memasukan tangaannya ke dalam sakunya.

     Jek tersenyum kemudian ia berjalan lambat meninggalakan Juni. Juni juga mengikuti langkah lambat Jek di depanya. Cukup lama mereka terdiam dengan pikiran masing-masing. Kemudian Jek angkat suara.

     “kamu tau kan gimana rasaanya bener-bener cinta sama orang…..” mendengar itu perlahan pipi Juni memerah. Ia mencoba untuk tidak menangis lagi.

     “….. tapi menurutku, kamu gak tau gimana rasanya orang yang kita cinta tuh cuma butuh kita saat dia  sedih.” Lagi-lagi kalimat itu benar-benar membuat nafas Juni berat. Air matanya mulai keluar.

     “dan…”

     “Jek!” dia berusaha menghentikan jek yang sedang menyerangnya.

    

“dan kamu tuh gak tau rasanya nunggu tujuh…” kalimat jek terhenti saat dia melihat Juni mulai menangis.

     Jek!!!!.. aku gak tau apa yang kamu maksud itu aku. Tapi tolong kalo itu aku udah ngomongnya. Jangan buat aku ninggalin dia buat kamu. Karena aku akan melakukan apapun buat kamu. Dan aku tau kamu gak se_egois itu………” dia mengelap air matanya yang sudah berhamburan keluar. Angin lautpun terasa bertambah kencang mengiringi konflik cerita mereka yang semakin menanjak.

    

“…….. dan aku sayang sama kamu, aku mau kamu bahagia. Dan  aku yakin kamu gak bakalan mau kebahagian kamu itu di dapat dari menyakiti hati orang lain yang dia sama sekali gak berdosa sama kamu.”

     Jek terdiam…

     Matahari sudah sepenuhnya tenggelam, langitpun perlahan mulai gelap. Kehidupan barupun juga perlahan muncul. satu, dua, tiga, rarusan cahaya disetiap gedung, perumahan, kolasi perbelanjaan serta warung-warung kecil juga mulai menghidupkan cahaya kehidupannya.

     Alam pun tampak tak mau kalah, bintang mulai mengibarkan cahayanya. Laut menyambutnya, melemparkann cahayanya ke pantai melalui angin, angin menyampaikan kepada dua sosok manusia yang kini tengah terdiam membisu.

     Sekali lagi mereka berdua terdiam cukup lama. Air mata Juni mulai kering. Sementara Jek perlahan mulai mengerti keadaan Juni. Orang yang sangat dia cintai, bahkan matipun ia rela asal Juni bahagia. Dan akhirnya diapun memulai pembicaraan.

     “Juni, boleh aku bertanya?”

     “apapun…”

     “apakah benar kau ingin melihat aku bahagia?” ia menoleh ke arah Juni.

     “ya aku sangat ingin!!” dia tidak tahu apa maksud dari semua pertanyaan Jek.

     “dan kau benar sangat sayang padaku?”

     “ya aku bahkan sangat mencintaimu, lebih dari dia”

    

 

     Kemudian Jek menghadap tepat di depan Juni. Juni tertunduk, Jek kemudian menyentuh wajah Juni hingga dia bertatapan dengan Jek.

     “maukah kau melakukan sesuatu untukku” ucap Jek sambil tersenyum, sementara Juni hanya mengerutkan alisnya tidak mengerti.

     Jek tersenyum dan berkata “bahagialah bersamanya maka kau akan membuatku bahagia. Cintai dan sayangilah dia seperti yang kau ucapkan untukku. Kamu mau kan?” kini jek benar-benar tersenyum dengan lebar.

     “kamu serius?” ucap Juni lega, namun ia masih takut Jek sakit hati dan bisa saja ini hanya caranya agar masalah ini bisa selesai.” Dasar perempuan bodoh, kau terlalu banyak membebaninya dia” Juni membatin.

     “aku serius sayang, dan ini terakhir kalinya aku buat kamu nangis. Dan seandainya dia membuatmu menangis. Akan aku tendang dia ke laut.” Jek tertawa,

     Kali ini dia benar-benar bisa melepaskan Juni. Juni lngsung memeluknya penuh cinta. Dia sadar karena ini adalah saat terakhir mereka bersama. Benda di jarinya ini akan jadi pembatas mereka. Seperti mereka saat pertama berjumpa empat belas tahun lalu rasa cinta mereka terbatas oleh rasa malu untuk mengakui. Hingga terpisah oleh jarak dan waktu selama tujuh tahun. Dan kini salah satu dari mereka sudah memiliki pembatas yang melingkar dijarinya.

 

“TERIMA KASIH JEK, AKU AKAN SELALU MENGINGATMU. SEBAGAI ORANG YANG AKU CINTA DAN SAYANGI MESKI TERBATAS KEADAAN. DAN KITA JUGA HARUS SADAR, BAHWA KITA AKAN TETAP SAMA.”

Tags

About The Author

Jaka Purwanto 18
Novice

Jaka Purwanto

berusia 18 tahun, sangat suka membaca novel dan menulis cerpen
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel

From Jaka Purwanto