Terbesit dalam kepala mengenai ulah Neng Zaskia yang digugat oleh anggota dewan akibat perilaku seronok di depan televisi yang ditonton jutaan pasang mata dari serambi mekah hingga pulau mutia hitam. Memang ngeri-ngeri sedap kalau sudah urusan artis sama politikus. Tapi apa boleh buat, ranjang sudah siap untuk beradu ketangkasan dengan mantan pacar di malam pertama pernikahan. “Lanjutkan†begitulah kata mantan presiden yang habis foto di Jembatan Suramadu.
Kalau saja saya di beri kesempatan untuk berduet dengan Neng Zaskia. Pasti saya akan mengajak Neng untuk mengajak dedek gemes pembawa tulisan “Indonesia Khilafah†ikut kuis. Bakal terjadi percakapan yang sungguh di luar nalar pendidikan kewarganegaraan yang dicekoki oleh guru didikan orba.
 Neng Zaskia : Apa bentuk ideal negara Indonesia ?
Dedek Gemes : “Khilafahâ€
Neng Zaskia : Kenapa tidak demokrasi ?
Dedek Gemes : Poko’e Khilafah
Perasaan Neng Zaskia mungkin tidak sekedar goyang itik dalam perasaan saja melainkan dari perkataan hingga perbuatan. Saya pun tidak bisa membayangkan sikap tersebut keluar dari  lubuk terdalam. Pasalnya Neng hanyalah pelaku dari tindak pelecehan terhadap lambang negara diganti dengan bebek nungging tanpa referendum terlebih dahulu. Coba saja meniru apa yang dilakukan warga Selandia Baru pada tanggal 25/03, referendum mengenai lambang negara. Pasti, lambang bebek nungging bakal dipertimbangkan oleh para pemangku kebijakan.
Mulai sekarang Neng harus mengajarkan kepada dedek gemes, mengenai bentuk Negara Republik Indonesia di kuis yang kemarin meraih rating tinggi karena kasus Neng. Memainkan tebak-tebakan dengan menjawab bentuk negara kita adalah Demokrasi. Pasti rating-nya naik karena dikatakan nasionalis menyaingi televisi yang di danai APBN. Kalaupun, Neng digugat palingan sama kawan-kawan yang kurang setuju dengan konsep demokrasi karena produk impor. Sementara khilafah produk impor juga, keles.
Mengajak dedek gemes piknik ke museum-museum perjuangan supaya tahu , betapa tidak mudahnya untuk merumuskan sebuah bentuk negara. Meski berakhir secara dramatis, namun itulah yang dinamakan berbeda-beda tetapi satu jua. Bukan malah berbeda-beda khilafah harus ada di Indonesia.
 Neng Zaskia tidak perlu melaporkan ke pihak berwajib mengenai ulah dedek gemes. Meskipun sedikit lancang mengumumkan bentuk negara kita kurang ideal, tetapi itulah namanya negeri demokrasi yang menghargai pendapat individu. Cukup beraktivitas seperti biasa, jalan-jalan ke mal atau berpikir mengenai jodoh. Dedek itu butuh refreshing sehingga mereka tahu bahwa negeri ini demokrasi melalu perilakunya sendiri.
Ulah itu berujung manfaat yang amat beruntung bagi peserta klinik pancasila. Bisa ketemu sama Neng Zaskia yang sudah dilantik menjadi “Duta Pancasilaâ€. Kehidupan kita bakal sangat pancasilais serta menghargai keberagaman, sama rata sama rasa di depan hakim yang maha agung, berusaha mem-bhineka tunggal ika kan rakyat Indonesia, mendahulukan dialog daripada “pentungan†yang dimiliki oleh Satpol PP seorang, hingga keadilan bagi masyarakat yang tak ber-uang.
Ini semua menjadi fenomena alam yang patut disandingkan dengan GMT (Gerhana Mantan Total). Seluruh stasiun televise serta media cetak meliputnya, melebihi peristiwa pembubaran diskusi yang mendatangkan Bapak Ahmad Shafwan di Riau. Di kira syiah sesat wa akhwatuha. Sepatutnya, Neng Zaskia menjadi duta pancasila yang sesungguhnya tanpa ada tandingan dari para “penghina†“penjilat†serta “pembuat†pancasila. Ini semua berawal dari kesalahan Neng yang terlalu “vulgar†di layar kaca. Sehingga banyak yang menghujat sekaligus memuji.
Jangan su’udzhon dulu soal pengangkatan pemilik goyang itik yang semlohay. Pengangkatannya menjadi sebuah titik awal untuk belajar menjadi dan mengamalkan pancasila . Neng Zaskia tidak perlu di laporkan ke penjaga marwah kehormatan negeri ini, cukup dihukum sosial seperti ini akan lebih mengena. Neng Zaskia bisa belajar sedalam mungkin, selama ia menjadi artis yang super padat. Dia tidak mungkin begitu saja, menjalani hidupnya dengan melanggar pancasila. Kalau saja dia melanggar bakal ada cuitan. “Duta Pancasila kok melanggar norma-norma Pancasila†bakalan pedas di kuping.
Kalau ada yang benar-benar sudah mentok su’udzon, paling tidak menyisihkan kekosongan hati anda sekalian. Jika ada suara sumbang yang mengatakan “Itu paling akal-akal manajernya untuk mengorbitkan si Zaskia di ranah artis-artis nasional. Paling tidak mengalahkan para pemeran AADS jilid 2 atau Film Superman Vs Batman†atau “ Ah, Zaskia pas terkenal aja nda mau paham dengan keadaan saya yang senasibâ€. Saya katakana, suara sumbang dalam sebuah kesuksesan seseorang memang hukumnya fardhu a’in serta wajib. Dimana ada tangis suka cita, harus ada segerombol orang yang menangis duka cita atau mencemooh habis-habisan. Coba tengok ke belakangan, pengalaman Jerman menjuarai final piala dunia tahun 1990, lewat permainan yang membuat para penonton terserang kantuk. Bisa mengalahkan tim sekelas Argentina yang kala itu dihuni pemain nomer wahid, seperti Diego Maradona. Lantas, mata penonton publik meloncat dari tribun hingga ke tengah lapangan. Suka Jerman, duka Argentina.
Kini dunia menjadi railway yang menjadi trandcenter merekalah yang ditiru bahkan dijadikan anutan yang dibela hingga akhir hayat. Kalau pengangkatan Neng Zaskia menjadi trand center bakal banyak duta-duta selanjutnya yang dijadikan “contoh†untuk perubahan bangsa ini ke depan. Kalau saya boleh usul, “duta anti-korupsi†bisa di sematkan kepada Anggelina Sondakh, “duta tembakau tradisional†bisa di sematkan kepada , hingga Julia Perez pun sudah pantas menjadi “duta alat kontrasepsi†sebagai bentuk peduli kesehatan alat reproduksi.
Semoga tulisan ini dapat menggugah para “bapak-bapak†untuk segera mengangkat duta-duta lainya sebagai bentuk kesadaran terhadap permasalahan yang semakin hari semakin. Teriakan saya di puncak Gunung Sumbing “Bersama Duta-Duta Indonesia Pasti Bisaâ€
Â
Â