Haruskah Taksi Online Ditutup?

19 Mar 2016 09:23 2927 Hits 2 Comments
Hadirnya transportasi online timbulkan berbagai kontroversi.

Haruskah Taksi Online Ditutup?

(Gambar via mises.org)

Teknologi memang akan senantiasa berubah, berkembang seiring dengan adanya penemuan baru. Tidak sedikit hasil penemuan teknologi yang membantu kehidupan manusia, dalam menyelesaikan masalah sehari-hari. Kita bisa mengambil contoh, dengan bantuan teknologi, orang tidak perlu lagi pergi ke kantor pos untuk mengirim pesan, tinggal buka HP, ketik pesan yang diinginkan dan tekan tombol “kirim”, dalam detik itu juga pesan sudah diterima oleh penerima pesan.

Yang menarik, teknologi juga mempengaruhi aspek transportasi kita. Baru-baru ini, penyedia transportasi berbasis aplikasi, Uber dan Grab didemo oleh sopir taksi konvensional. Para sopir taksi konvensional merasa model operasi bisnis Uber dan Grab tidak fair dan ilegal, sehingga pasar penumpang menjadi berkurang bagi mereka.

Melihat fenomena ini, haruskah transportasi berbasis aplikasi on line ditutup?

Hadirnya teknologi, memang akan mengancam bisnis lama yang sudah mapan. Kita bisa ambil contoh, kartu ucapan lebaran yang dulunya menjadi sarana masyarakat untuk mengekspresikan ucapan selamat lebaran, kini harus berhadapan dengan kemudahan berkirim pesan dengan sarana aplikasi berkirim pesan on line, baik itu SMS, ataupun aplikasi pesan instan. Alhasil, pengguna kartu ucapan lebaran turun drastis. Barangkali, remaja sekarang sudah tidak mengenal lagi kartu ucapan lebaran, mereka lebih familiar dengan WhatsApp, BBM, Line dan kawan-kawannya.

Hadirnya aplikasi pesan taksi online, sebagai buah dari perkembangan teknologi, juga akan menggerogoti bisnis transportasi lain yang sudah mapan. Para sopir taksi berdemo, Uber dan Grab, beroperasi di wilayah bisnisnya dan tidak mematuhi peraturan yang legal. Uber dan Grab harus ditutup, demikian mungkin pinta para pendemo.

Hadirnya aplikasi pesan taksi online, sebagai buah dari teknologi adalah sebuah keniscayaan, sesuatu yang pasti akan datang. Hal tersebut tidak bisa serta merta kita bendung, karena memang hal tersebut akan berpengaruh terhadap kehidupan manusia, dan bisa jadi akan mempermudah kehidupan kita.

Terus, apa yang harus dilakukan agar taksi konvensional dan taksi berbasis aplikasi online bisa berjalan berdampingan?

Berbadan usaha. Dengan adanya badan usaha dari aplikasi pesan online taksi tersebut, maka pemerintah bisa menarik pajak dari operasi bisnisnya. Seperti perusahaan taksi konvensional, yang memiliki badan usaha dan membayar pajak dari badan usaha miliknya tersebut. Tetapi, hal ini memang menjadi tantangan tersendiri apabila diterapkan bagi perusahaan taksi berbasis online.

Memiliki pool. Aturan kepemilikan pool memang mengikat perusahaan taksi konvensional, namun perusahaan taksi berbasis aplikasi online beroperasi dengan tanpa memiliki pool. Aplikasi online taksi hanya menghubungkan pemilik kendaraan dan pengguna jasa transportasi.

Uji kelayakan kendaraan. Perusahaan taksi kendaraan konvensional juga terikat dengan aturan pengujian kendaraan secara berkala, untuk memastikan kendaraan taksi aman dan layak untuk digunakan. Aturan ini tampaknya perlu dipertimbangkan penerapannya untuk taksi berbasis online.

Melihat beberapa aturan yang mengikat perusahaan taksi konvensional tersebut, adalah hal yang wajar yang mungkin mengakibatkan harga akhir yang ditagihkan ke pengguna lebih mahal dibanding taksi berbasis aplikasi online.

Melihat kontroversi yang begitu terjadi di berbagai belahan dunia, sang pendiri dan CEO Uber, Travick Kalanick pun angkat bicara. Kalanick bersikeras bahwa Uber beroperasi dengan cara legal sekaligus mengkritik keras perusahaan taksi konvensional.

“Kami tidak harus meminta maaf karena kami ini legal. Tapi ada begitu banyak korupsi dan kronisme di industri taksi dan begitu banyak regulasi sehingga jika kamu meminta izin untuk sesuatu yang sudah legal, kamu malah takkan mendapatkannya,” Ujar Kalanick melalui The Guardian yang dikutip Detik.

Chief advisor Uber, David Ploufe juga turut memberikan pernyataan, “Ke mana kami ingn menuju adalah anda akan memiliki tetangga yang bisa jadi sopir anda dan sebaliknya,”

“Dalam beberapa tahun lagi, anda bahkan tak perlu pikir-pikir lagi, untuk jadi sopir Uber. Anda akan mengatakan, baiklah aku akan menyalakan kendaraan, menyalakan ponsel dan jika aku bisa menjemput seseorang di jalurku, akan kulakukan,” tambahnya.

Melihat apa yang sudah dilakukan penyedia taksi online, baik Uber ataupun Grab dan lainnya, meskipun berjalan dengan metode bisnis berbeda, namun mereka memiliki area yang sama denga bisnis taksi konvensional yang sudah ada. Kehadirannya memang akan memicu kontroversi bahkan menimbulkan kesenjangan sosial, karena menggerogoti pangsa pasar taksi konvensional.

Namun begitu, kehadiran taksi online sebagai buah dari teknologi adalah suatu keniscayaan, pasti akan terjadi. Tugas pemerintah sebagai regulator memang sangat diperlukan, agar taksi online dan taksi konvensional berjalan berdampingan.

Jika teknologi begitu berpengaruh terhadap kehidupan manusia, kita baru melihat taksi yang dalam beberapa tahun terakhir memasuki era online, bagaimana dengan tukang cukur, tukang pijat, dan layanan lainnya apabila di “online kan?”

About The Author

wan 67
Expert

wan

Mencoba Hobi tulis menulis
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel