Ijo Lupus

17 Mar 2016 18:54 1883 Hits 0 Comments
Ijo Lupus bukan sebuah tempat belajar kaum jomblo

Terngiang kenangan  6 tahun lalu. Mengenakan seragam putih bercelanan hitam dengan mengenakan songkok hitam di kepala. Mendengarkan ceramah demi ceramah, mengikuti intruksi kakak senior hingga terlalu kenyang akibat stok makan double.  Wajah lugu, culun, serta haho.  Menggambarkan perkataan dan perbuataan selalu jujur serta membawa keberkahan pada untuk dunia maupun akhirat.

Kuliah dalam bayag-bayang sistem elektronik yang membuat mahasiswa harus rampung 10 semester, hanya “oral penjilat” yang tak tahu diri.  Mereka menggembar-gemborkan keharusan IPK cumlaude, kehadiran tanpa cacat, serta makalah seperti mahasiswa Finlandia.  Ajur, lha sini setiap hari diceramahin sampai tertidur pulas tanpa tahu mana referensi yang berbobot. Malah minta hasil yang selangit.  Apa bedanya dengan ulat pengen balapan lari sama kijang ?

Kekesalan yang tak berujung, membuat imajinasiku liar untuk mencari komunitas yang bisa menertawakan kehidupan sendiri. IJO LUPUS (Ikatann Jomblo Klepus) menjadi pelabuhan untuk membicarakan dunia yang semakin gila dengan percintaan. Anggotanya terdiri dari pria, wanita, maupun kelamin ganda. Agamanya macam-macam, mulai dari agama lokal hingga agama internasional. Sehingga pergaulannya dapat menembus batas kebudayaan masing-masing individu.  Yang perlu diketahui oleh kalian, mereka jomblo.

Entah itu korban dedek gemes, mantan yang php, atau prinsip hidup muda. Jomblo yang menjadi pilihan untuk berdikari secara ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanana, dan keamanaan sebelum naik pelaminan. Organ ini bergerak di bidang pemahaman terhadap perasaan seseorang yang baru ditinggal mantan agar bisa move on, mencari bakat-bakat alami untuk berdikari serta tidak mudah untuk mencari gebetan walaupun sampai negeri Cina.

Masuk organisasi memang sebuah pilihan. Mengenai pilihan itu hanya Tuhan dan aku.  Bukan untuk menjadi jomblo yang idealis tapi ndak realistis. Melainkan berjalan dalam sebuah ketenangan yang tidak dapat di campur adukkan dengan kebisingan duniawi.  Bayangkan saja, ketika duduk di taman kota, tiba-tiba mendengar kata  “I Will Marry You ?”. Mak jleb, serasa tersayat-sayat hati saya, dia yang baru saja lahir ketika soeharto lengser sudah mau naik panggung. Lha saya ngomong kek gitu aja masih harus di ulang 5-4 kali.  Brabeh.

Meski di taman kota yang dikatan sebagai ruang publik. Tentu pendengaran yang cukup tajam bisa merusak suasana hati yang tidak runyam-runyam amat.  Seketika kehidupan bakal hancur kalau ada yang menerima pinangan sang pacar ? Jawabanya jelas Tidak. Wong, saya hidupnya biasa-biasa saja. Makan tempe penyet serta es teh secukupnya. Kalau tanggal tua, masak indomie dengan kua setengah liter sudah biasa.

Akhir kata,  Ijo Lupus bukan sebuah tempat belajar kaum jomblo Melainkan menghabiskan masa muda dengan tertawa tanpa spaneng melihat kaum modern saling gontok-gontok an sama kaum kuno, kaum agamis yang jago klaim, hingga kaum fanatik juventini yang sedang kurang fit hari ini. Semoga bermanfaat.

Tags

About The Author

Fadli rais 42
Ordinary

Fadli rais

Pecinta mamah muda made in Indonesia
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel