Maaf, Ibu Kos

9 Mar 2016 11:10 2662 Hits 1 Comments
Ibu "The" Kos

“Mas jangan lupa, besok pagi terkahir bayar uang kos ?” tutur ibu kos melempar wajah jutek.

“Inggih” jawabku lirih.

Bumi gonjang-ganjing, laut kalang kabut, daratan penuh kemelut. Dari perasaan internal maupun eksternal. Kebijaksanaan kaum-kaum agamawan dirasakan oleh pejalan kaki yang tak hilang dari kesendirian. Ibu-ibu Rembang masih menunggu dan menunggu ketidakadilan terberangus oleh perbuatan itu sendri.

Tapi apa daya, diriku hanyalah mahasiswa tingkat akhir yang berjuang berdarah-darah menyelesaikan tugas akhir bernama skripsweet. Hantu bernama dateline ujian membayangiku setiap langkahku. Gebetan-gebetan masa lalu, mulai mendekat walau aku terus menjauh.  Belasan mantan yang ke sem-sem dengan keindahan cinta, berusaha sekuat tenaga untuk menyingkirkan pacarku (sebut : skripsweet)

Walau menghabiskan puluhan lembar kertas bergambar Patimura. Jatuh cintaku padannya tidak pernah pudar sampai topi berbentuk bundar dengan atap segi lima dipakai olehku. Tidak kesuksesan tanpa pengorbanan pepatah yang  berulang kali diputar oleh recorder bernama otak.  Kalaupun, pembimbing mondar-mandir ke luar negeri, tidak menjadi asbabun nuzul untuk menunda pesta mahasiswa zaman.

Ibu Kos yang terkenal galak bin jutek. Bisa luluh serta melonggarkan pembayaran sewa kos ketika diksi-diksi menngenai tugas akhir dilontarkan dalam silaturahmi di rumah beliau. Anaknya keduanya bernama Ida Rani Ayunda pernah “bersemayam” di hatiku, menjadi faktor politis untuk mengadvokasi keberadaan kaum minoritas[1]. Ndoro yang kadang naik darah perihal tagihan yang ku tunggak. Ku lakukan lobi-lobi ala politisi yang bisa menghasilkan sebuah keputusan sehingga menjaga kepentinganku untuk mengamankan kenyamanan tempat tinggal demi terselesaikannya skripsweet.

Angan-anganku meluncur ke masa tua. Anak dan cucu yang sedang berkumpul di rumah. Mendengar kisah cinta sang kakek dengan skripsweet yang tidak ada duanya akan memberikan motivasi untuk berlomba-lomba meraih pendidikan terbaik serta tak berleha-leha dalam penggarapan tugas akhir. Supaya nasib kakek tidak turun menurun sampai tujuh turunan seperti kutukan yang diberikan pada Ken Arok oleh Mpu Gandring melalui keris.

Lembar persembahan pun sudah kusisipkan nama “Ida Rani Ayunda dengan Ibunya” yang telah menghiasi kehidupanku. Meski Ida selalu datang menjadi malaikat  yang mengadvokasi “pria tuna asmara” ketika tanggal tua terbit.  Apalah daya daku hanyalah, masa lalu yang tak seberapa dihadapan Ibunya yang tak pernah telat menggedor pintu di pagi hari.

Walhasil, Bab lima sudah ku lalui dengan lancar. Halangan-halangan yang tercurahkan di  plimbi.com sepertinya membantu me-refresh otak. Walaupun makhluk antah berantah bernama Tuhuk_Maarit selalu menertawakan keadaan asmaraku. Padahal beliau memajang foto profil di plimbi.com diperbantukan oleh aplikasi ShotoSop biar terlihat bersama dedek gemez dan tidak di hujat ke-jomblo-an nya.

 

 

 

 

 

[1] Minoritas diartikan sebagai mahasiswa akhir zaman alias semester 14, keadaan tuna asmara, serta isi dompet yang umat-umatan karena bukan “pengemis” tetapi freelance  yang menjadi pengamat jalanan.

 

 

 

 

 

 

[1] Minoritas diartikan sebagai mahasiswa akhir zaman alias semester 14, keadaan tuna asmara, serta isi dompet yang umat-umatan karena bukan “pengemis” tetapi freelance  yang menjadi pengamat jalanan.

Tags Ulasan

About The Author

Fadli rais 42
Ordinary

Fadli rais

Pecinta mamah muda made in Indonesia
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel