pak udin, sosok pria yang anti mainstream dan kemapanan

3 Mar 2016 15:31 3557 Hits 1 Comments
Caption Foto: Nasi, sambal terong dan ikan asin, hasil jualan koran Pak Udin bisa buat makan satu kamar

"Bayangkan, dosen (baru) di perguruan tinggi ternama di Semarang jual koran bekas demi buat beli belanja masakan, Perempuan mana lagi yang tak suka?,"

Kalimat tersebut ditulis Om Anwar, rekan satu kamar Pak Udin (nama panggilannya) dalam sebuah komentar dalam group Whatshapnya.

Ya, Pak Udin merupakan dosen (baru) di perguruan tinggi ternama di Kota Semarang, yang tidak malu-malu melakukan hal sepele tapi  bermanfaat dan tetap menghasilkan uang dengan jalur yang halal.

"Pak Udin  adalah simbol anti kemapanan, berdiri di luar mayoritas, berjalan di sebelah kiri mainstream. Kesimpulannya? Nikah tak perlu biaya," tulis Om Anwar pada komentar selanjutnya.

Kisah nyata tersebut bisa dijadikan inspirasi oleh semua orang, terlebih pada "pejabat" negara yang hanya bisa menghabiskan uang rakyat dan menghasut satu sama lain. Meski menjual koran memang tidak banyak untungnya, tapi dengan cara yang halal, mampu memberikan nutrisi yang sehat pada tubuh.

Tuhan itu maha kaya, kekayaannya tidak akan habis. Perbuatan yang dipandang manusia sepele dan tidak ada untungnya, tapi bisa jadi di mata Tuhan merupakan hal yang luar biasa.

Koran yang dijual hari ini adalah merupakan usaha yang dilakukan beberapa bulan mengumpulkan koran bekas yang sudah tidak dibaca lagi. Ya, kita tahu persis bagaimana nasib koran yang sudah terlewat tanggal dan harinya, pasti akan menjadi barang rongsokan yang murah harganya.

Kembali ke Pak Udin. Pak Udin ini adalah sosok pemuda yang sudah hampir 7 tahun meninggalkan kampung halamannya di Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah.  Tekad kuatnya yang sudah mengkrucit untuk hidup di kota besar seperti Semarang tidak membuatnya minder dari orang-orang lain yang tinggal dan besar di kota.

Pak Udin merupakan laki-laki yang gagah dan anti mainstrem. Meskipun sebenarnya juga belum pantas dipanggil Pak, karena selain masih muda dan juga belum menikah. Tapi berhubung menjadi dosen, mau tidak mau harus dipanggil Pak, biar lebih berwibawa.

Ngomong-ngomong soal nikah, sebenarnya Pak Udin ini sedang dilanda galau. Ya, galau tingkat akut, galau tentang kata "nikah". Disisi lain umur sudah waktunya, perempuan juga sudah menunggu (wes pacaran sejak kuliah je, meski putus nyambung putus nyambung, kayak judul lagu) tapi mental "kejantanannya" belum berani. Hal inilah yang dirasakan Pak Udin. Bisa jadi kisah cintanya yang  putus nyambung-putus nyambung ini karena Pak Udin terinspirasi dari lagu yang dipopulernya BBB.

Memang nikah itu butuh modal, seperti uang, pasangan dan juga keberanian. Banyak yang punya uang, tapi tidak punya pasangan, alhasil nikahpun gak jadi. Begitu juga, punya pasangan dan punya keberanian tapi tidak punya modal uang, akhirnya mikir-mikir lagi untuk nikah. Satu lagi, punya uang dan pasangan, tapi gak punya modal keberanian akhirnyapun jalan di tempat.

Yang ketiga inilah yang dialami Pak Udin. Meskipun Pak Udin merupakan salah satu orang yang anti dengan kemapanan dengan kata lain nikah tidak perlu modal (uang), tapi tetap saja modal keberaniannya rendah jadinya jalan di tempat.

Semoga Tuhan segera memberikan “roh” keberanian agar segera menikah dan pastinya menjadi juara pertama dari beberapa teman seperjuangannya yang menjadi kandidat diisukan akan menikah dekat-dekat ini. Karena dari beberapa teman se kamarnya sedang dinobatnya akan menjadi juara pertama karena akan menikah lebih dulu. Kalau Pak Udin ingin menjadi juara pertama, berarti harus menikah lebih dulu dari pesaingnya.

 

 

Tags

About The Author

Abdus Salam 36
Ordinary
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel