Pursuit to Rose

1 Mar 2016 00:29 3317 Hits 0 Comments
Bab Dua

Previous Chapter ⇒ Kaum Keras Kepala

 

BAB DUA

First

Senin lagi, tidak ada hujan, tidak ada gemuruh halilintar, tidak ada yang menghentikan berjalannya waktu, keluh Nasir dalam hati.

Istirahat pertama, ruangan X-B sepi. Penghuninya cuma dua; Nasir yang terlihat bengong menatap jendela, dan Wulan yang sedang asik menulis sesuatu di meja sebelahnya. Hanya detak jam dinding yang mengiringi latar belakang ini, tik tik tik.

Tiba-tiba Nasir menoleh ke kanan dan berdehem. Wulan tersentak lalu menyeret buku di mejanya menjauh, seolah mata binal Nasir hendak memperkosa isi bukunya. Nasir menangkap gelagat Wulan namun tidak memperdulikannya, dia hanya berdiri, menguap lebar-lebar sambil mengangkat kedua tangannya, lalu kembali duduk, menoleh ke kiri, menatap jendela, bengong.

 Wulan menghela nafasnya dan kembali melanjutkan ‘kegiatan’nya. Hanya terdengar detak jam dinding, tik tik tik.

Membosankan! Erang nasir dalam hati, lalu bergegas berdiri meninggalkan meja, gerakannya yang tiba-tiba mengagetkan Wulan yang segera menutup bukunya, kemudian mengelus dada. Tampaknya aku harus membiasakan diri dengan kebiasaan baru Nasir, seru Wulan dalam hati.

Nasir tertegun di depan pintu, terlihat enggan melangkah keluar. Dilemparkannya pandangan jauh-jauh, jauh melampaui atap lantai dua gedung sekolahnya, jauh melampaui awan-awan putih yang berserakan di langit, jauh melampaui bintang-bintang yang gemerlapan, seraya bertanya-tanya, mengapa ada bintang-bintang di siang hari? Ternyata penulis yang salah ketik.

Teras dan koridor kelas terlihat ramai, maklum baru istirahat pertama, masih full-energy. Matahari juga bersinar dengan ramah, sehingga mereka tak segan-segan mondar-mandir ke kantin, atau sekedar berlarian di halaman seperti si Aceng (badannya kecil, wajahnya imut, ditambah kacamata dengan frame gede, dan sepasang gigi kelinci. Sepintas terlihat seperti anak culun yang penurut atau seorang kutubuku yang gila belajar, namun saat jam istirahat tiba, seakan tombol on/off hyper-threading-nya dihidupkan, Aceng langsung blingsatan kejang-kejang kayak ulat nangka yang lagi harlem-shake) yang kini sedang mengitari pohon mangga.

Tiga orang siswa melintasi Nasir, siswa yang berada di tengah menoleh ke arah Nasir, lalu menghentikan langkahnya, diikuti oleh kedua siswa di samping kanan dan kirinya. Franky. Cowok itu langsung menghampiri Nasir.

“Nama lu sapa, heh?”

“Nasir”

“Nasir apa?”

“Nasir aja…”

“Lu yang nabrak gue kemaren?”

“Ya, maaf, kenapa? Sebenarnya kamu yang nabrak saya”

“Bodo amat, lu kenal Zorro kagak?”

“Enggak…”

“Atau barangkali ada yang namanya Zorro di sini?”

Nasir setengah menggeleng dan setengah mengangguk.

“Frank, sudahlah, mana ada siswa yang namanya Zorro” celetuk temannya Franky.

“Ya, sapa tau aja nama panggilan…” Sahut Franky kemudian kembali menatap Nasir, memicingkan matanya.

“Eh, sapa tadi nama elu? Basir? Lu kenal ma gue?”

Nasir setengah menggeleng dan setengah mengangguk.

“Kalo ketemu orang bernama Zorro bilangin dicari gue, Franky, XII-B, ngerti?” lanjut Franky sambil menunjuk plat nama di dada kanannya.

Nasir hanya mengangguk dan tersenyum kecut sambil menyahut, “Iya…”

Franky pun beranjak, mereka bertiga kini berjalan ke kelas sebelah, X-A. Sayup-sayup Nasir mendengar percakapan mereka.

“Sapa tadi namanya, Frank?” tanya Juno yang bertubuh gempal

“Entah, seperti sejenis kasir…”

“Oh, kirain Wasir…”

Nasir meledak berkeping-keping.

*****

Mereka bertiga kini berdiri di depan pintu kelas X-A, memanggil seseorang, lalu terlihat bercakap-cakap. Seorang gadis manis berambut panjang sepinggang yang baru datang dari kantin terlihat ingin memasuki kelas namun terhalang oleh tubuh Juno yang berukuran jumbo.

“Permisi”

Juno tidak bergeming, membelakangi gadis itu, Franky masih berbicara dengan~sekaligus mengintrogasi~siswa di depannya.

“Permisi…!” kata cewek itu sekali lagi namun kini menyaringkan suaranya. Franky langsung menoleh ke asal suara.

“Hai, Luna….” sapa Franky. Luna membuang mukanya.

“Eh, sombong banget…” lanjut Franky melangkah ke arah Luna yang dengan refleks mundur beberapa langkah.

“Wow, jadi lu sekarang menghindari gue?” kata Franky dengan ekspresi terkejut. Luna malah membalikkan badannya dan berjalan ke arah Nasir. Franky pun mengejarnya.

“Luna……..”

Luna tak bergeming dan terus berjalan. Nasir yang berdiri di depan pintu kelasnya bingung harus berbuat apa dan Luna semakin mendekat diiringi Franky di belakangnya. Tangan Franky terulur hendak menangkap pundak Luna, namun terlambat, Luna dengan gesit tiba-tiba sudah menyelinap ke belakang Nasir, lalu berlindung di balik punggung Nasir. Franky sekarang berdiri tepat di depan Nasir.

“Eh… elu lagi, minggir!” bentak Franky.

Nasir terpaku, entah kenapa penyakit tak bisa bergeraknya kumat. Nasir lalu membaca ayat kursi berulang-ulang dalam hatinya.

“Jangan ganggu aku!” kata Luna sambil memegang lengan Nasir. Nasir sekarang membaca Yasin.

“O… Gitu…” Kini wajah Franky terlihat gusar, Erwan dan Juno kini telah berdiri di samping kiri dan kanan Franky. Nasir mengerang dalam hati, berharap bisa berubah jadi batu, pohon, atau apapun, komodo misalnya.

“Oy, Zor. Rame amat, diskusi peternakan kuda ya…? Bruakakakak”

Semua mata mengalihkan pandangan ke asal suara, Rizal, bersama Bara yang dengan santai berjalan ke arah mereka.

Sekarang pintu kelas X-B benar-benar sesak, seakan ada konser JKT-48, semua mata antusias, dengan tatapan radius lutut ke atas, wajah-wajah mereka terlihat beringas, berdesak-desakan, tidak ada yang mau mengalah, semuanya beradu pandang, tetapi tidak ada jeritan histeris, hanya hening, rahang mereka terantup dengan keras, urat-urat di dahi mereka menyembul, mereka semakin merapat, seperti para Teletubbies yang hendak melakukan adegan berpelukan. Luna meremas lengan Nasir semakin kencang, kepalanya ditundukkan ke bahu Nasir.

Oh Tuhan…….! Apa salah dan dosa hamba……..?! jerit Nasir dalam hati.

*****

“Woy sebentar, sebentar, ada apa ini?” suara Rizal memecah ketegangan.

“Masalahnya adalah… orang ini menghalangi jalan gue…” sahut Franky dengan nada kesal sambil menunjuk Nasir.

“Slow Mblo… kenalin dulu, ini Zorro, sohib gue…” lanjut Rizal.

“Persetan…! Eh?” Franky terdiam sesaat, menoleh ke Rizal, “Zorro?”

“Yap” sahut Rizal.

“Franky! Apa-apaan?!” seseorang berteriak membentak, Rose, berjalan mendekat diiringi Mita. Erwan dan Juno terkesiap, menoleh sebentar, lalu mundur ke belakang memberi jalan. Franky mendengus, lalu mundur beberapa langkah.

“Balik sana ke kelas lo!” kata Rose dengan mata melotot, “Kalo mo ribut-ribut jangan di kelas gue”

“Eh… Rose…” kata Franky sambil memasang wajah semanis mungkin dan menggaruk kepalanya di depan Rose, Juno dan Erwan tidak berkutik, entah kenapa. Franky lalu meraih pundak Nasir dengan lembut.

“Sapa yang ribut-ribut? Ni gue lagi kenalan sama anak baru, ya nggak?” lanjut Franky masih dengan senyum manis sambil menoleh ke Nasir. Rose menatap Nasir, lalu ke Luna di belakangnya yang masih meremas lengan Nasir.

“Bubar semuanya!!” bentak Rose lagi disusul bunyi bel tanda istirahat telah berakhir.

“Lain kali, ya…” bisik Franky ke telinga Nasir sebelum akhirnya beranjak, lalu menyeret Juno dan Erwan menjauh.

“Franky!” panggil Rose sambil berkacak pinggang.

Franky menoleh, “Ada apa tuan putri?” sahutnya setengah meledek.

“Jangan ke sini lagi!”

Franky hanya mengacungkan jempolnya tinggi-tinggi sambil terus berjalan. Pemirsa se-tanah air menarik nafas lega mengiringi kepergian Franky.

“Eh, kalian. Jam pacaran sudah habis, kembali ke kelas masing-masing!” celetuk Mita ke arah Nasir dan Luna.

“Er……Kami……tidak……” sergah Nasir terbata-bata lalu dengan cepat menurunkan jemari Luna dari lengannya. “Maaf dan Makasih” bisik Luna lalu berlari ke kelas X-A. Bu Mance muncul dari kejauhan, tanpa aba-aba semuanya berebut masuk ke dalam kelas.

Nasir menuju kursinya dan tanpa sengaja beradu pandang dengan cewek berambut kepang dua yang wajahnya terlihat masih tegang. Wulan langsung menundukkan kepalanya.

“Eh, Zor, lu kenapa sih? Kan gue udah bilang, jangan pernah berurusan dengan Franky!” kata Rizal setelah Nasir duduk di kursinya.

Nasir hanya diam, berurusan? Gerutu Nasir dalam hati, lalu mulai melamun. Bu Mance memasuki kelas.

“Selamat Pagi, anak-anak”

“Selamat Pagi, Bu………..!”

Bu Mance menatap absensi kelas sebentar.

“Kelas X-B?”

“Iya, Bu” sahut Eka.

“Wah, maaf salah masuk, jamnya siapa ini?

“Pak Eko, Bu” sahut Eka lagi. 

“Oh, permisi, jangan ribut, ya!”

Pandangan Nasir menerawang jauh, kecemasan demi kecemasan bergantian menggayuti sayap-sayap pikirannya yang terbang terseok-seok hampir jatuh. Cemas akan masa mudanya, cemas akan masa depannya. Cemas akan hari ini, cemas akan hari esok yang bakal dihadapi, cemas akan hasil ujian kelas akademik, Rose. Terlintas wajah Franky, Luna, dan terakhir wajah Bu Mance. namun Nasir tidak memperdulikannya, terlalu banyak Rose di kepalanya, sehingga tidak ada tempat lagi untuk mereka bertiga.

“Nasir…..!” diiringi suara petir yang menggelegar.

“Ha…hadir, Bu……!” sahut Nasir gelagapan, lalu terdengar suara Rose dan Mita tertawa cekikikan.

Tidak ada siapa-siapa di meja guru maupun di depan kelas.

Kutu Kuffrettttttt! Teriak Nasir dalam hati.

Pursuit to Rose

Image via cdn.desktopwallpaper4.me
Tags

About The Author

Tuhuk Ma'arit 53
Expert

Tuhuk Ma'arit

Bodoh, miskin, dan pemalas. Lahir di Kotabaru (Kalimantan Selatan) pada tanggal 30 Januari 1988. Menulis adalah hal yang biasa bagi saya, saya sudah melakukannya sejak Sekolah Dasar. Saya sudah terbiasa menyalin contekan PR, dihukum menulis di papan tulis, menulis absen dari jarak jauh ketika bolos (mungkin bisa disebut mengisi absen secara online), menulis cerpe'an sebelum ulangan, dan menulis surat cinta di tahun 90-an. Tetapi, menulis ide orisinil adalah hal baru yang akan saya kembangkan. Semoga, amin. Sekarang saya bekerja tetap sebagai pengangguran. Hobi saya yang bercita-cita memberi pekerjaan kepada sejuta rakyat Indonesia adalah bermalas-malasan. Jika istri saya tidak mengetahui akun ini, berarti status saya adalah masih single dan available. Eh?
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel