Halo, Mblo.
Tidak jarang (jika tidak ingin dikatakan sering) saya mendengar keluhan secara langsung melalui tatap mata (curhat), secara gaib atawa wireless (curnet, baca: curahan hati melalui internet), dan secara... gitu loh... (curmetu, baca: bukan, bukan pis of the cur a.k.a Buang Air Kecil, mentang-mentang ada kata metu, tetapi curhat melalui tulisan).
Salah satunya dari saudara kita Fadli Rais yang digadang-gadang akan menulis skripwait (baca: sesuatu yang tertunda) dengan tema Korelasi Antara Lama Kuliah dengan Status Jomblo...
Alih-alih mengucapkan turut berbela safira dan ikut berduka ria terhadap apa yang menimpa salah satu author favorit saya di plimbi ini, saya terlecut untuk mencari fakta dan solusi di balik fenomena "kelamaan wisuda".
Akhirnya, setelah melakukan review dan komparasi secara detail melalui studi yang mendalam, didukung oleh metode, pendekatan, dan penjauhan, serta data-data yang akurat dan narasumber terpercaya (bagi yang percaya), maka terciptalah artikel ini yang bertujuan memberikan informasi sekaligus polusi... err... salah ketik deh kayaknya. (Untuk lebih lengkap tentang metodologi penelitian yang saya lakukan, baca sumber data pada halaman akhir artikel ini).
Seperti kata pepatah, tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak peduli. Berangkat dari kepedulian inilah artikel tidak wajib baca ini saya publish, karena saya menyayangi kalian... oh, so wet....
Sudah puyeng lom? sudahin aja deh, yuk, langsung ke TKP.
Adapun rumusan masalah artikel ini adalah kuliah gak lulus-lulus.
Ilustrasi: Kapan nyusul, Mblo?
Nelangsa, emang! Belum tatapan sinis, minus kecupan manis si bibir tipis, ejekan-ejekan yang mengiris hingga kuping ini serasa pengen nangis, Mblo... kapan nyusul? Oalah, saya sebagai pembaca aja ikut nyesek, gimana yang ngalamin ya?
Biasanya kalau sudah begini saya langsung membesarkan hati klien saya. Umpamanya sebut saja Mawar. Saya tatap matanya, mencoba masuk ke dalam hatinya, memberikan senyum termanis yang saya punya, lalu dengan suara yang lembut sayapun berkata...
Mawar... Sudah baca artikel dengan judul 100 orang sukses dan kaya raya di planet bumi yang ternyata gak lulus kuliah?
Kalau sudah, bacanya di mana? di Plimbi atau bukan?
Kalau belum, ayo cari dulu kemudian baca artikelnya...
Kalau tidak ada, yuk kita bikin ulasannya, trus posting, siapa tau dapat uang saku tambahan...
Lalu seperti teletubbies... Berpelukan... Romantis kan?
Iya, imajinasi dan ekspektasi saya seperti itu. Kenyataannya yang biasa curhat ke saya itu cowok, sebut saja Joko, sebut saja Bambang... Tidak ada sebut saja Wati... sayang sekali.
Walhasil, daripada saya dipandang seperempat mata gara-gara ber-teletubbies-ria dengan kaum lelaki, alangkah lebih etis dan bermoral jika saya memberikan support dan motivasi melalui tulisan saja, tul gak?
Kadang saya bingung, kesel, plus frustasi membaca artikel seperti yang saya tulis ini, apakah sampai sejauh ini masih kata pengantarnya? Kapan kelarnya nih? Intinya mana intinya? Ujungnya mana ya? Ini sudah pembahasan ya? Trus tiba-tiba kesimpulan, gitu?
Nah, penulis-penulis yang kayak gini mungkin masuk kategori membumi... dikebumikan atau disukabumikan saja! Begitu komentar para pembaca tulisan saya.
OK, balik ke tekape...
Â
Kronologi Pertama
Kuliah gak lulus-lulus, karena...
Kuliah enggak kuliah... (Rupanya Kuliah itu nama anaknya Mpok Darmi)
Jadi, pertama-tama pastikan dulu, Anda ini mahasiswa apa bukan?
Cara memastikannya gimana?
» Mahasiswa harus punya hardware (perangkat keras) penunjang kuliah, seperti... bukan, bukan laptop apple apalagi laptop banana, bukan ponsel blackberry apalagi ponsel blackmamba, bukan kamera digital, kamera digiling, apalagi kamera-meha Dragon Ball, tetapi perangkat keras yang nyata yaitu KUDA. Iya, KUDA! Akronim dari kampus, uang, dosen, dan alamat ketiganya.
Jadi, periksa dengan teliti, kuliahnya di mana sih? Alamatnya bener gak? Jangan-jangan kuliah di Kuli-ah, Kuli-oh, Kuli-bangunan, Kuli-tiduran? Dosennya pernah ketemu gak? Jangan-jangan selama ini kabur dari dosen atau malah dosennya yang kabur? Trus, duit biaya kuliahnya ada gak? Kalau ada dikemanain? Dibayarin tepat waktu gak? Tepat tempat gak? Tepat sasaran gak?
Ilustrasi: Nyasar ke SD waktu nyari kampus
» Mahasiswa harus punya identitas, tanda pengenal kemahasiswaan, misalnya rambut gondrong selutut, celana jeans bolong di lutut, kamar kost-di-mana-aja-boleh-berantakan-juga-gapapa-asal-dalam-jangkauan-area-wifi-kalau-bisa-gratisan, almameter yang dicuci setahun sekali setiap lebaran, megaphone dan kardus bertuliskan sumbangan, turunkan, dan sejenisnya. Identitas ini dapat dikatakan sebagai jati diri mahasiswa itu sendiri.
Jadi, periksa lagi dengan teliti, Anda terdaftar sebagai mahasiswa gak? Universitasnya asli, aspal, atau abal-abal? Trus, sudah memiliki identitas sebagai mahasiswa apa belum? Identitas mahasiswanya sudah lurus apa belum? Jangan-jangan identitasnya 3D, Datang, Duduk, Dangdutan! Atau identitasnya mahasiswa Siti Mapan? Siang tidur malam kelayapan? Mahasiswa kuburan? Kuliah sambil liburan? Atau Mahasiswa viagra? Bertahan lama-lama menunda keluar supaya tidak nganggur?
» Mahasiswa harus punya jadwal, entah jadwal pelajaran, jadwal nge-date, jadwal nge-net, jadwal nge-tweet, jadwal imsak, dan lain-lain. Jangan-jangan yang ditempel di dinding kamar Anda itu bukan jadwal, tapi jadul... Jadul pelajaran misalnya alias jadwal pelajaran jaman dulu, barangkali.
Jadi, periksa lagi dengan teliti, punya jadwal gak? Jadwal apa aja coba? Nyambung gak jadwalnya dengan visi dan misi ingin cepat lulus kuliah? Dijalankan dengan benar gak jadwal tersebut?
Kesimpulan dari kronologi yang pertama di atas adalah, sebelum bercita-cita lulus kuliah, pastikan dulu, Anda ini mahasiswa apa bukan? Atau jangan-jangan mahasiswa yang bukan-bukan?
Tuh, kan? Kata pengantar sekian paragraf, kesimpulannya cuma dua baris, siapa yang gak illfeel coba?
Biarin! Mending biarin daripada bayarin, hahaha.
ÂKronologi Kedua
Kuliah gak lulus-lulus, padahal saya amat sangat haqqul yaqin sekali kalau saya ini seorang mahasiswa, karena...
1. Tersandung
Eh? Kok jadi mirip judul sinetron ya?
Fenomena tersandung biasanya dapat dikotak-kotakkan menjadi banyak jenis, namun dalam hal ini saya hanya membahas batu sandungan yang sering dijumpai mahasiswa yang gak lulus-lulus, yaitu:
Tersandung... Scrypt-She (female) atau Scrypt-He (male)
Proses scrypt, baik enkripsi maupun deskripsi, memang tidak sederhana, Anda akan membutuhkan bahan yang ingin di-scrypt dan tool untuk proses enskripsi dan deskripsi. Biasanya nih, tool dengan fitur lengkap dan mumpuni sekaligus anti-jebol adalah versi yang pro dan berbayar. Meski ada berbagai pihak yang bersedia dan senang hati menyediakan crack-an ataupun key engine, namun keselematan dan keamanan Anda dari serangan virus dan malware tidak dijamin.
Ok, sejauh ini sudah cukup ngawur.
Ada banyak ungkapan perasaan yang sesuai dengan apa yang dihadapi dalam menjabarkan kronologis mahasiswa yang tersandung skripsi, di antaranya sebagai berikut:
- Mahasiswa romantis, yaitu mahasiswa yang super setia, pokoknya gue mau dosen A sebagai pembimbing satu dan dosen B sebagai pembimbing dua. Tiba-tiba dosennya pergi; ke luar negeri, ke luar angkasa, ke alam baka. Atau cuti melahirkan, liburan, pensiun, meninggal, terpidana tindak korupsi, dan sebagainya. Mahasiswa idealis dengan keromantisan akhirnya tersandung.
- Mahasiswa melankolis, yaitu mahasiswa yang mood-mood-an, dikit-dikit ngambek, dan selalu baper ke dalam skripsi, curhat di skripsi lah, curhat ke pembimbing lah, atau curhat sambil nangis-nangis waktu sidang, kan gawat tuh? Ujung-ujungnya ya tersandung.
- Mahasiswa perfeksionis, yaitu mahasiswa yang super-ribet, dari bikin proposal aja sudah keliatan ribetnya, belum disodorkan ke pembimbing eh malah diperiksa sendiri, akhirnya ditolak sendiri, belum lagi nentuin judul dan metodologi penelitian, kemudian kertas, spasi, margin, font, harus diukur tidak hanya panjang lebarnya, tetapi juga tingkat ketebalan tinta, tingkat abrasi, tingkat ketahanan dengan uji kelembapan, uji getaran, uji tekanan, dan uji mental. Akhirnya waktu tidak mencukupi, teman-temannya lagi sidang, dia lagi sibuk menimbang berat ideal dan jumlah halaman skripsinya dengan rumus fisika kuantum dan matematika terapan (yang kayak gitu ada gak ya?)
- Mahasiswa dramatis, yaitu mahasiswa yang over-pesimis atau yang memang pantas-pesimis. Kaum over-pesimis belum nyusun aja sudah KO duluan, angkat tangan, angkat jemuran... Ujung-ujungnya bayar orang atau teman, minta bikinin. Eh, pas naik sidang KO lagi, melambaikan tangan ke kamera, jatuh sakit, kesurupan, demam panggung, grogi setengah mati setengah imut, dan sebagainya. Kaum pantas-pesimis ini biasanya kaum ababil yang luntang-lantung tidak memiliki tujuan pasti, kadang-kadang otak mereka suka nge-blank... akhirnya skripsipun tersandung.
- Mahasiswa ekonomis, yaitu mahasiswa yang skripsinya terbelit kreditan dan angsuran. Mahasiswa tipe ekonomis ini saya rada malas membahasnya, karena sayapun pernah mengalaminya.
- Mahasiswa aktivis, yaitu mahasiswa dengan jadwal padat dan terus bergerak aktif. Mahasiswa tipe ini bawaannya kebelet mulu, boro-boro meluangkan waktu untuk nyusun skripsi, mengisi perut sendiri aja kadang gak sempat alias gak cukup waktu.
- Mahasiswa bisnis, yaitu mahasiswa yang sumber penghasilannya dari mahasiswa lain. Mahasiswa ini gak lulus-lulus karena sibuk bikin skripsi untuk mahasiswa lain.
- Mahasiswa kombinasi, yaitu mahasiswa yang memiliki dua atau lebih penyebab tersandung di skripsi
Ilustrasi: Mahasiswa Kubis, kuliah bisnis (togel dan poker)
Bagaimana dengan Anda? atau ada yang ingin menambahkan?
Â
2. Terlalu
Iya, "sungguh terlalu" dapat menyebabkan kuliah gak lulus-lulus.
» Terlalu "bebas" adalah peringkat pertama dalam kategori terlalu. Mentang-mentang jauh dari rumah nih, ditambah rendahnya pengawasan dari orang tua, mahasiswa menjadi lepas kontrol dan akhirnya kebablasan, ujung-ujungnya kuliah jadi terbengkalai, jangankan untuk memenuhi persyaratan lulus, niat kuliah aja sedikit demi sedikit akan terkikis.
Ilustrasi: Bebas bablas
» Terlalu "kreatif". Meski terdengar positif, jika keterlaluan juga berpengaruh buruk, saking kreatifnya akhirnya punya tips dan trik ngakalin dosen, ngakalin mahasiswa lain, ngakalin ortu, ngakalin ibu kost, yang terakhir ngakalin bibi kantin dan paman yang jualan di sekitar area kampus. Namun, sepandai-pandainya tupai melompat, akhirnya akan tercium juga... Eh?
» Terlalu "tekun". Nah, tekun juga positif mblo, tekun menulis, tekun belajar, tekun menurunkan BB... (berat badan apa bau badan?). Masalahnya adalah jika terlalu tekun di bidang yang gak nyambung dengan penunjang perkuliahan, terlalu tekun main DOTA, COC, PB, RO, RF, IDS, atau terlalu tekun mendalami hobi. Hobi kalau dipraktekkan secara wajar dan tepat waktu itu baik, tapi kalau berlebihan, pasti mengganggu kegiatan lainnya. Hobi ngeband, bilyar, streaming, futsal, balapan, atau hobi tidur, misalnya.
Ilustrasi: Mahasiswa terlalu tekun kunang-kunang, Kuliah senang-senang
» Terlalu sibuk. Biasanya nih, identitas mahasiswa itu membuat mereka lebih senang berorganisasi, bersosialisasi, bertukar pikiran, dan melakukan berbagai kegiatan. Kesibukannya itu terkadang menghabiskan uang, tenaga, waktu, dan pikiran, sehingga kuliah terabaikan dan bukan menjadi prioritas lagi. (Nah, Mblo, ingat, harus seimbang)
» Terlalu malas. Err... kita skip aja pembahasan ini, karena saya bahkan terlalu malas untuk membahasnya.
Bagaimana dengan Anda? atau ada yang ingin menambahkan?
Jadi, kesimpulan dari kronologi yang kedua ini adalah, menjadi mahasiswa yang "tersandung" atau "terlalu" itu tidak baik untuk masa depan perkuliahan, apalagi menjadi mahasiswa yang terlalu tersandung!
Â
Ok, lanjut gan.
Kronologi Ketiga
Kuliah gak lulus-lulus, padahal saya yakin saya ini mahasiswa dan tidak tersandung atau terlalu, karena...
Faktor X
Di antara faktor X yang paling sering dijumpai pada mahasiswa yang kuliah gak lulus-lulus adalah:
» Terpaksa. Mahasiswa yang kuliah karena dipaksa oleh keadaan akan menghasilkan output yang tidak menyenangkan. Tekanan yang diperoleh akan berimbas pada reaksi yang tidak diharapkan, semisal depresi, frustasi, stress. Pada tingkat lanjut akan lebih berbahaya lagi, bisa bunuh diri atau sebaliknya, menjadi anarki.
» Salah jurusan. Banyak hal yang membuat mahasiswa merasa salah jurusan lalu menjadi uring-uringan untuk melanjutkan kuliah. Ketidak sesuaian skill, bakat, dan minat biasanya menjadi donatur terbesar dalam membangun perasaan "memilih jurusan yang salah". Jika ditelusur lebih dalam, kesalahan pemilihan terjadi di awal sekali. Ada berbagai macam alasan, misalnya, wah yang ini jurusan favorit, wah yang ini jurusan beken, wah yang ini jurusan meyakinkan pencerahan, wah yang ini bayaran semesternya murah, wah tidak ada pilihan lain... dsb.
» Proyek lain. Bisa dikatakan ini adalah transisi fokus seorang mahasiswa. Proyek lain mahasiswa misalnya adalah bekerja. Gini teori mereka mblo, kuliah ⇒ buang duit ⇒ buang umur ⇒ wisuda ⇒ entah kerja atau enggak. Jadi, jika bisa mendapatkan pekerjaan tanpa melalui kuliah, untuk apa lagi menjalani rangkaian kegiatan buang-buang di atas yang ujung-ujungnya masih gak jelas? Kan begitu?
Ilustrasi: Proyek lain mahasiswa
Bagaimana dengan Anda? atau ada yang ingin menambahkan?
Jadi, kesimpulan dari kronologi yang ketiga ini adalah, ketika seseorang berkeinginan terhadap sesuatu, maka fokuslah. Seperti kata pepatah, di mana ada kemauan, di situ ada jalan, ketika Anda berfokus pada keinginan tersebut, maka Anda akan menemukan banyak jalan raya maupun jalan tikus lain menuju Roma (kok bawaannya jadi pengen dangdutan ya?)
Â
Kesimpulan akhir? Pasti para Mbloers akan bertanya-tanya, kok tuna-asmara tidak termasuk dalam kronologi kuliah gak lulus-lulus?
Sttt, saya tidak ingin membahas ini. Biarlah author lain yang melakukannya. Nanti saya dituduh merebut lahan orang, hahahaha.
Semoga bermanfaat, terimakasih sudah menyedekahkan skor pada artikel ini melalui view, komentar, atau jempolnya.
n/b: Selamat bagi para pemenang Top Authors di Bulan Januari. Oy Mblo, lu menang Mblo! Senyum oy, bruakak.
Sumber data: artikel-artikel bertajuk opini di Plimbi, renungan di tengah malam, meditasi ringan sembari ngeden, dan pengalaman pribadi Tuhuk Ma'arit yang drop out kuliah di sana-sini.