Gimana Rasanya Eks Dolly di Kendari?

30 Jan 2016 11:29 3595 Hits 4 Comments
Entah bagaimana rasanya eks Dolly tersebut bila di’cicipi’?

Saban hari, saat tengah ngopi siang. Oh lupa, kopinya tidak panas, dingin. Saat, tengah asyik menyerumput cairan kopi, BBM saya tiba-tiba bergetar. “Ada berita hangat, demikian isi mensengernya. Apa itu? Tanyaku. Ada PSK hasil ‘impor’ dolly di Kendari.

Wah, ini berita hangat. Saking penasaran, saya lalu membrowsing fenomena yang menembus disparitas geografis ini. Demikian beberapa kutipan yang disadur dari Jpnn.com tertanggal 25 Januari 2016;

“Jumlah PSK bertambah dan ada yang datang eks Dolly. Di Kendari 22 orang dan di Baubau 24 orang. Mereka terdistribusi pada beberapa THM yang ada,” kata Koordinator Pendataan dan Pengawasan LAHA Sultra, Aldo F.

Tidak main-main. SK eks Dolly, kata dia, datang ke Kendari difasilitasi seseorang yang menjadi agen bagi mereka. Usia PSK eks Dolly yakni 20--22 tahun. Tarif mereka cukup tinggi yakni Rp 1,5 juta hingga Rp 3 juta. Padahal, tarif mereka saat berada di Surabaya masih bisa didapatkan dengan harga Rp 500-an ribu.

Melihat beberan data ini, kopi saya hampir tertumpah. Jantung saya berdetak kencang. Meski, amalan agama saya kurang paripurna, prihatin itu muncul. Ini fakta buruk untuk kota bertakwa, Kota Kendari.

Terma ‘bertakwa’ tagline Kota Kendari tak pantas buat kota penerima PSK, baik eks ataupun bukan. Jangankan didatangkan, yang ada pun terasa cukup merisaukan. Mestinya ini jadi agenda penting pemerintah kota.

Entah bagaimana rasanya eks Dolly tersebut bila di’cicipi’?

Jujur saja, jika itu buah atau hal-hal lain yang terkesan bernilai ‘sesuatu yang layak dicoba’, sah-sah saja dicoba. Saya jua mau. Tapi ini soal lain. Kebobrokan.

Bisa jadi, kota Kendari sedang dilirik oleh “pengusaha” prostitusi. Dari data LAHA Sultra, dimungkinkan tingkat konsumerisme prostitusi memuncak.

Data itu harus direspon cepat. Keberadaan mucikari mesti diselidiki. Bila tidak, keyakinan kita soal keseriuan pemerintah untuk menegakkan tagline bertakwa malah mencipta sinisme berjamaah. Lalu ramai-ramai kita menghakimi. Tagline itu tak lebih sekedar memoles kota yang sejatinya bobrok. Terbelakang secara moral.

Perlu diketahui, masyarakat kota Kendari tidak butuh pelacur pendatang. Pelacur lokal jua tentu iri. Takut disaingi pendatang, bukan takut pemerintah.

Refleksi Singkat

Sebagai bahan reflektif, kekerasan perempuan saja level Sulawesi Tenggara (Sultra) didaerah ini jadi ironi sosial yang tidak boleh dibantah.

Data Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (BPPA) menunjukkan pada Tahun 2014 terdapat 9 kasus, tahun 2013 9 kasus dan tahun 2012 8 kasus. Karenanya tolonglah citra perempuan kita!

Mulailah dengan usul ini. Cari dan usir eks PSK Dolly! (*)

Ilustrasi: sastraindonesia.org

Tags

About The Author

Jufra Udo 19
Novice

Jufra Udo

Penikmat kopi, buku, dan tulisan. Malas selfie.Menulis? Ya, dunia bisa berubah karena menulis
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel