Mengkritisi Pelarangan Ojek dan Taksi Online

18 Dec 2015 09:07 2157 Hits 0 Comments Approved by Plimbi
Mengkritisi pelarangan layanan ojek dan taksi online 

Jumat, 18 Oktober 2015,  timeiline Facebook saya ramai dengan pemberitaan larangan layanan Ojek Online dan aplikasi pemesanan online sejenis lainnya. Bukan cuman satu atau dua berita yang memberitakan terkait ini. Ada banyak berita bahkan blog memuat hal ini.

(biasalah kalau yang sedang ngetrend pasti banyak yang nulis).


Pelarangan terhadap layanan pemesanan aplikasi ini dilakukan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Djoko Sasono. Berikut ujaran Djoko Sasono terkait hal ini yang saya kutip dari Merdeka.com (18/12/2015).

 

"Sehubungan dengan maraknya kendaraan bermotor bukan angkutan umum dengan menggunakan aplikasi internet untuk mengangkut orang dan/atau barang, perlu diambil langkah bahwa pengoperasiannya dilarang," katanya, Kamis (17/12).

 

Menurut beliau, larangan pengopereasian ojek online dan aplikasi pemesanan taksi ini tidak sesuai dengan undang-undang yang ada. Sebut saja Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan Jalan.

Ok, sampai sini jelas bahwa semua layanan pemesan aplikasi dilarang oleh pemerintah. Itu berarti layanan seperti Go-Jek (dan sejenisnya), Uber,  Grab Taxi dan lain tidak bisa lagi beroperasi karena tidak sesuai dengan undang-undang.

 

Keputusan yang Kurang Tepat

Saya tidak tahu kapan larangan tersebut akan berlaku. Tampaknya sudah berlaku sejak pengumuman pelarangan diumumkan. Yang pasti, dengan adanya larangan ini, kita tidak bisa lagi memesan layanan transportasi melalui aplikasi. Dan menurut saya ini sesuatu yang “buruk”.

Bisa dikatakan ini keputusan pemerintah yang tidak masuk akal dan kurang tepat. Kurant tepat karena pertumbuhan layanan pemesanan transportasi lewat online ini sedang sangat bagus.

Saya bukan asal ngomong tetapi ada beberapa alasan yang membuat saya perlu mengkritisi keputusan ini.  Alasan-alasan tersebut adalah keunggulan dari adanya layanan pemesanan transportasi ini yang cukup berpengaruh ke masyarakat. Berikut keunggulannya.


1. Membantu Individu maupun Perusahaan

Layanan pemesan jasa trasnportasi ini telah membantu banyak orang. Bukan hanya individu tetapi juga perusahaan. Toh, banyak kan perusahaan yang menggunakan jasa Go-Jek untuk mengantarkan barang (termasuk E-commerce)


2. Membuka Lapangan Kerja

Layanan jasa trasnportasi ini telah membuka peluang kerja bagi banyak orang. Yang tadinya menganggur kini bisa punya pekerjaan hanya dengan bermodalkan sepeda motor.
Yang tadinya,  enggan mencari nafkah dengan ojeg kini jadi berbondong-bondong lantaran pekerjaan ini menjadi naik kelas.  Ibu-ibu yang tadinya diam di rumah kini punya tambahan upah.

Bahkan, saya pernah naik Uber dan berbincang dengan supirnya. Ia tadinya adalah supir transportasi luar kota. Karena usia, beliau jadi lelah dan hanya ingin fokus di satu kota. Dengan Uber, dia kini bisa mencari uang dengan lebih mudah tanpa harus sering-sering ke luar kota.

 

3. Kepastian Tarif

Kelebihan dari aplikasi layanan trasnportasi adalah kepastian tarif. Tarif bisa langsung dilihat dari aplikasi dari jarak satu ke jarak lainnya. Ini sangat berbeda dengan beberapa transportasi lainnya yang kadang main nembak tarif saja.


4.  Pertumbuhan Ekosistem Startup

Banyaknya layanan trasnportasi yang bisa dipesan lewat aplikasi ini menumbuhkan ekosistem startup di Indonesia. Terlebih ekosistem startup kita masih  cukup tertinggal dibandingkan negara seperti India (tak perlu jauh dengan Amerika).

Dengan adanya keputusan pelarangan ini, tentu pemerintah seolah-olah “membunuh” ekosistem startup yang sedang berkembang di Indonesia. Nantinya, malah banyak orang yang punya ide terhambat oleh birokrasi yang sebenarnya bisa leibh didiskusikan.


Larangan Bukan Solusi

Saya pikir pelarangan ini bukan sebuah solusi dari pemerintah. Pelarangan ini justru akan berdampak negatif pada kehidupan sosial di masyarakat. Akan banyak orang yang kembali menganggur. Akan banyak ibu-ibu yang lebih diam di rumah. Dan akan banyak mahasiswa tak punya uang tambahan.

Memang saya akui, adanya berbagai layanan pemesanan transportasi secara online ini terbentur dengan undang-undang. Tetapi, pelarangan bukanlah sebuah solusi. Harus ada diskusi antara perusahaan startup penyedia aplikasi pemesan trasnportasi dengan pemerintah.

Diskusi bisa berlanjut pada beberapa keputusan yang seimbang. Semisal untuk taksi yang bisa dipesan hanyalah taksi yang sudah memiliki plat kuning. Atau diskusi lain yang lebih lanjut.

Yang lebih rumit adalah soal ojek online. Kalau ojek online dilarang, itu berarti ojek pangkalan juga tak boleh mangkal. Lagipula, mengapa baru sekarang? Padahal kehadiran ojek sudah ada sejak lama sekali.

Ah saya tidak mau memikirkannya lebih jauh. Semoga saja ada pertimbangan atau diskusi lebih lanjut terkait pelarangan ini.

 

Sumber berita dan gambar Merdeka.com

 

About The Author

Hilman 82
Professional

Hilman

Plimbi Guardian, Blogger yang suka kopi dan teknologi
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel