Si Meong (4)

11 Dec 2015 00:25 2296 Hits 2 Comments
Catatan Absurd Si "Doni" Meong Bagian Keempat

Di Ruang Guru.

Ku tatap Ibu Linda dengan wajah kalut.

“Hobi kamu apa?”

Eh? Ku pikir kami akan membahas masalah kedisiplinan.

Akupun mendekat lalu duduk di kursi yang berada di depan meja beliau.

“Hobi saya, Bu?” Jawabku balik bertanya.

“Siapa yang menyuruh kamu duduk?”

Aku terkesiap sembari spontan berdiri.

“Umm… Me... Me… Me…” Jawabku terbata-bata.

“Menari?” Sergah Bu Linda. Aku menggelengkan kepala.

“Memasak?”

Sial.

“Menulis, Bu” Sahutku, sebenarnya ingin menjawab memotret, tapi ku pikir, menulis adalah jawaban yang diplomatis dan terdengar sedikit intelek.

“Bukan memotret, ya?”

Eh?

“I… iya, Bu, memotret…” Sahutku tersipu-sipu.

“Yah, Ibu kira hobi kamu menulis di Plimbi…” Kata Bu Linda dengan mimik kecewa.

Eh, absurd emang!

“Jadi?”

“Ya, sudahlah…” Sahut Bu linda sambil menghela nafas.

“Maksudnya… saya bisa kembali ke kelas, Bu?” Jawabku kemudian sambil mengambil ancang-ancang untuk melarikan diri secepatnya.

“Tunggu!” Ibu Linda menyodorkan sebuah map. “Pelajari” Kata beliau kemudian.

Ku ambil map itu kemudian membuka isinya.

“Kenapa bengong di sini? Baca di tempat lain saja!” Hardik Bu Linda.

“Maaf, Bu. Permisi……” Sahutku lalu bergegas keluar ruangan diiringi tatapan dari guru-guru lain.

Ku baca kalimat demi kalimat pada lembar pertama dengan perlahan sambil berjalan menuju kelas, dan…  aku terpeleset kulit pisang yang tadi. Bruakak. Terbayang wajah Jimi. Sial.

‘Tuh, kan… dicari Bu Linda…” Celetuk Jimi saat aku mengibas-ngibaskan debu dari celana.

Aku hanya memelototkan mataku ke arahnya tanpa mengucapkan sepatah katapun.

Seingatku, aku selalu mujur dalam setiap kesempatan.

Aku mulai melakukan flashback.

Aku terlahir sebagai anak bungsu dan disayangi seluruh anggota keluarga, karena aku sangat imut, lucu, ngegemesin, menurutku, sih… hahaha.

Di Sekolah Dasar, akupun dicintai teman-teman dan guru-guru, karena aku pintar (selalu juara kelas), berbakat (menyanyi, menari, memasak, eh?), dan… err… rajin menyapu kelas.

Semasa SMP? Aku beruntung bisa masuk sekolah favorit, dapat beasiswa, dan… punya ribuan buddy di Facebook dan ratusan followers di Twitter (meski sebagian besarnya gak kenal).

Tahun pertama SMA juga begitu, kadang-kadang Skype-an sama bibi kantin, BBM-an sama penjaga sekolah, foto di instagram pernah satu kali di-like artis, sekelas dengan Mawar dan Mario… Oke, yang terakhir kayaknya bukan keberuntungan deh…

Namun, sejak pindahnya Jimi ke sekolah aku, kalau di-zoom, ke kelas aku, kalau di-zoom lagi, ke kursi tepat di sebelah aku, sepertinya semua keberuntunganku lenyap. Fansku satu-persatu menghilang, di-delcon, di-reject, di-bata, di-blokir, dihapus dari buddy, di-unfollow, di-ban, bahkan setiap upload foto langsung di-report spam.

Lama-kelamaan aku mengalami parno yang berlebihan, menderita komplikasi phobia yang sebelumnya belum pernah ku alami (takut foto selfi, takut emut kuku kaki, takut liat jerawat di pipi orang, takut terlambat ke sekolah, takut pipis sembarangan, dan takut kehilanganmu)

Efeknya membuatku mudah gugup, mudah curiga, bicara jadi gagap, pelupa, kadang-kadang merasa bingung, meski bingung apa yang sebenarnya aku bingungkan.

Kesimpulannya, kenal Jimi, ancur idup loe!

Tapi kalau aku pikir-pikir lagi, dari sekian ratus murid di SMA 99, dari sekian puluh siswa-siswi di kelas XIB, kenapa hanya aku yang ditimpa kesialan?! Kenapa………??!! Atau jangan-jangan awal kesialan aku adalah saat ditol*k Mawar.

Flashback-ku berakhir seiring bel berakhirnya istirahat sekolah. Akhirnya ku masukkan map dari Ibu Linda ke dalam tas, rencananya akan ku baca nanti di rumah.

Ku amati wajah tak berdosa Jimi di sampingku, semuanya tampak terlihat normal, tidak ada hawa mistis yang keluar dari tubuhnya sehingga membuat merinding, tidak pernah sekalipun aku melihat dia menyeringai atau minimal tersenyum licik, tidak ada indikasi bahwa dia sedang merencanakan sesuatu yang jahil atau usil. Semuanya terlihat wajar.

Tiba-tiba itu terlintas di kepalaku.

Membuntuti Jimi sepulang sekolah. Ya, akan ku lakukan!

Bersambung.

Si Meong (4)

Apakah penyebab kesialan Doni akan terungkap? C U Next.

Next issue ~> Si Meong (5) Release on Dec 13rd, 2015

Cerita Sebelumnya ~>

Si Meong (1)

Si Meong (2)

Si Meong (3)

About The Author

Tuhuk Ma'arit 53
Expert

Tuhuk Ma'arit

Bodoh, miskin, dan pemalas. Lahir di Kotabaru (Kalimantan Selatan) pada tanggal 30 Januari 1988. Menulis adalah hal yang biasa bagi saya, saya sudah melakukannya sejak Sekolah Dasar. Saya sudah terbiasa menyalin contekan PR, dihukum menulis di papan tulis, menulis absen dari jarak jauh ketika bolos (mungkin bisa disebut mengisi absen secara online), menulis cerpe'an sebelum ulangan, dan menulis surat cinta di tahun 90-an. Tetapi, menulis ide orisinil adalah hal baru yang akan saya kembangkan. Semoga, amin. Sekarang saya bekerja tetap sebagai pengangguran. Hobi saya yang bercita-cita memberi pekerjaan kepada sejuta rakyat Indonesia adalah bermalas-malasan. Jika istri saya tidak mengetahui akun ini, berarti status saya adalah masih single dan available. Eh?
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel