Bersuka Cita Dalam Silaturahmi

7 Dec 2015 14:37 2686 Hits 0 Comments
Sekian dulu iya, waktu sudah menunjukkan pukul lima pagi. Mata sudah lima wat. Saatnya bercumbu dengan bantal guling.

Terik matahari yang panas ditambah kebulnya debu yang terkibas oleh mobil yang melintasi jalan Ngaliyan.  Semakin hari semakin tebal saja debunya. Beberapa bulan  ini hujan tak pernah turun, ditambah truk-truk pengangkut pasir makin banyak yang lewat.  Pantas saja, debu yang melayang kemana tak tahu arahnya mennambah produksi terus debu bertambah.

Menunggangi motor tepat berada di belakang truk itu sangat menyebalkan.  Kentutnya mengepul hitam pekat. Kemungkin ditahan satu minggu agar  tidak kentut. Saking kebeletnya itu truk kentut pas aku di belakangnya. Sial bener di siang bolong ini.  

“Huassyim” suara bersin yang membuatku reflek membelokkan motor ke kiri tanpa memberi kode. Membersihkan  kaca helm yang belepotan isi mulut.  Untunng saja tidak ada motor di belakang. Kalau ada paling teriak “Ritinge kang (lampu sent-nya mas)” itu ibu-ibu atau perempuan. Kalau bapak-bapak atau anak lelaki yag agak keren “Keluar tuh nama binatang berkaki satu sampai delapan dari lidah yang tak bertulang”.  Perjalanan dari Ngaliyan ke Gunung Pati biasanya ditempuh setengah jam. Berhubung sedang ada perbaikan jalan, tambah 10-20 menit.

Berikut beberapa alasan yang mungkin bisa di percaya oleh anda:

Pertama, tentu buat ngantri bergantian jalan. Karena jalan yang digunakan hanya satu arah sedangkan  satu arahnya lagi masih dalam pengeringan. Mohon bersabarlah untuk hari ini  sampai beberapa hari ke depan.Sopo sing sabar, bakal ngunduh sabare (siapa yang sabar akan memetik buah dari sabar itu sendiri) itu kira-kira kata bijak yang bisa kuambil. Jangan  hanya mementingkan ego-individual di ruang publik.  Kasian emak-emak yang baru belajar motor. Kadang kala lampu sent/riting ke kiri malah belok kanan. Coba pikirkan kembali kalau anda bicara “sabar itu ada batasnya”. Kalau kata Bang Zaed “Penyataan tersebut sangat individual dan banyak sekali kepentingan-kepentingan yang hendak dicapai oleh pelaku”.

Kedua,karena kebulnya minta ampun. Jangan sok main kebut-kebutan deh. Kaliah mau, pas debu itu menghalangi pandangan kalian, terus tiba-tiba terjadi apa yang kalian tidak inginkan. Kalau kata Pak Polisi di banner “Keluarga menanti di rumah, jangan kebut-kebutan ndak benjut”.

Niat saya memang ingin silaturahmi ke Universitas Negeri Semarang (UNNES). Tujuan yang baik harus dilalui proses dengan baik kata Bapak Georgee Tery penggagas teori administrasi perkantoran. Kirim doa saja buat beliau karena sudah memberikan sumbangsih ilmunya untuk peradaban dunia. Al-Baqoroh ! Amiin. Jangan masalahkan agama disini ya, karena agama dan kepercayaan apapun mengajarkan seperti yang dikemukan beliau. Perjalan menuju kampus konservasi ini memang sudah sering dilakukan untuk tujuan yang sama. Salah satu kawan karibku, Riyan  melanjutkan studi tentang ekonomi pembangunan di kampus tersebut  

Ceritanya sudah sampai di depan lapangan sepak bola. Hal yang pertama dilakukan adalah memberikan  kabar kepada Riyan. Kalau tidak  ngabari lewat sms iya telepon lah, itupun kalau saldo pulsa mencukupi. Dua kali silaturahmi kemari tak pernah  hafal jalan untuk menuju kosnya. Walah, dasar teman yang kurang ajar seperti saya. Jalan ke kos aja tak tahu, apalagi jalan hidup kawan-kawan yang lain.  “Disitu kadang saya merasa sedih, kakang mbok ayu”  kata Pak Semen yang sekarang berubah profesi menjadi polisi tidur.

Beruntung sekali manusis setengah manusia seperti saya  di beri kasih oleh Tuhan Yang Maha Esa. Lewat jejaring nirkabel ku sampaikan pesan untuk menjemputku di lapangan yang bengong sendiri. Orang bengong juga ada batasnya pindah ke depan Fakultas Ilmu Pendidikan. Sambil lihat bangunan berlantai lima sedang dibangun serta beberapa akhi wa ukhti sedang musyawarah tentang keadaan bangsa.

“Bro” sambil membunyikan klakson motor. Dalam hati sudah pasti itu Riyan yang memberikan kode kedatangannya. Kali ini husnuzhon (berbaik sangka)  itu harus diterapkan dalam sendi-sendi kehidupan kita. Meski husnuzhan  kali  ini kebosananku menanti Riyan yang kunanti dari arah berlawanan. Eh, malah muncul dari belakang.  Kalau kata orang sunda  Jiga jurig (kaya hantu) yang muncul tiba-tiba.  

Sekitar satu bulan aku tak berjumpa dengannya. Musabanya, liburanku terpotong oleh acara di Jakarta.  Project iseng-iseng bersama Trio Mas Kentir berupa video pendek tentang sejarah Kebumen ditunda sampai ada kesempatan berkumpul lagi. “Ngeng….” Segasan wes tekan kose Riyan (satu kali gas sudah sampai kos-kosanya Riyan). Ada yang baru lho, kamarya pindah ke depannya.  Ngobrol ngalor ngidul  mulai dari problem kuliah hingga masa depan. Maklumlah kita kan anak muda.  Kata Anies Baswedan “Anak muda minim pengalaman masa lalu, tapi ia punya daya tawar masa depan”. Begitulah dengan kawanku yang satu ini, ia berencana untuk  memanfaatkan lahan yang kosong di sebelah kosnya.  Rencananya di isi ternak lah.

“Di rumah kemarin ternak ayam jawa, di bawa ke Jakarta lima ekor. Disana mati semua ternakku” ujarnya sambil mencarikan korek untukku.  Bincang-bincang sambil menghisap rokok kretek. Ternak ku artikan merupakan daya tawar anak muda seperti dia untuk menatap masa depan. Sebagai teman yang baik dan kurang berkompeten di bidang tersebut, ikut mendoa’akan dan membantu yang bisa dilakukan.

Semakin lama bincang-bincang waktu tak bisa berbohong. Jam menujukkan pukul 15.30 dan melihat ponsel ada satu pesan yang belum di baca.

 “Mas jadi ke kampus gak ? Jangan lupa bawa oleh-olehnya”

“Jadi, oleh-olehnya ketinggalan dirumah ditambah emoticon senyum” balasku.

Riyan yang juga memiliki keperluan  dengan salah satu adik kelas ikut menuju kampus.  Lumayan lha, satu kali mendayung satu, dua pulau terlampaui. Kata Mbah Bregson filsuf asal Prancis.

Refleksi Silaturahmi

Sepuluh menit dari tempat singgah pertamaku untuk sampai ke Fakultas Ekonomi. Kebetulan belum sholat, mampir dulu lah ke masjid Al-Ikhsan.

“Mas Rais” suara wanita dari samping pintu keluar wc putri.

“Hei, tak sholat dulu” sahutku. Tak tahu siapa dia, yang penting husnuzhan aja. Kalau yang memanggil itu adik kelasku. Masalahnya mataku rabun jauh, jarak 3 meter  saja sudah buram.  

Melihat beberapa mahasiswa baru Fakultas Ekonomi yang sedang antri wudhu. Ku tunggu dari belakang, eh malah air kranya gak keluar.  

“Gimana Yan, airnya gak keluar ?” tanyaku.

“Ayo ikut aku aja”  sambil berjalan ke arah wc.

Benar saja petunjuknya ku ikuti. “Insya Alloh Ada Jalan” kata Mas Maher Zain yang selalu berpenampilan sederhana walau albumnya sudah terkenal kepenjuru dunia. Ada kran yang airnya mencukupi untuk berwudhu dilanjut ibadah dengan khusyuk.

Di depan sudah menunggu adik kelas zaman putih abu-abu.  Berderet satu saf seperti  ma’mum mau sholat jama’ah. Seluruhnya memakai jilbab, itu menandakan semuanya muslimah. Tapi saya gak mau cerita panjang lebar soal jilbab takut disangka sok sama tetangga sebelah karena kurang kompeten dalilnya. Masih teringat wajah-wajah lugu mereka sama pada saat menjadi siswa baru di Sekolah Menengah Kejurua (SMK) Negeri 1 Karanganyar.  

“Eh, mas rais jadi tambah subur ?” celetuk Ruhanah.

“Emang tumbuhan yang di pupuk jadi subur, ini orang” sahutku sambil menyalami satu per satu deretan jama’ah alumni GASMEKA.

Delapan anak yang hadir di acara Silaturahmi Mini Alumni Gasmeka (sok gaya kaya even organizer) sering saya jumpai di lapangan upacara GASMEKA ketika jum’at siang. Ingatan mereka tentang saya tak akan lepas dari “Pramuka” dan “Hari Jum’at”.  Ngomel-ngomel di depan muka dengan kata-kata yang mereka ucapkan kembali “Cantik apa de ?”, “Ngapain senyum-senyum ?”, “Jok, pojok gimana ?”, dan “Lelet kalian 1”.  Hanya itu saja yang saya ingat. Kata-kata yang lain sudah hilang di telan waktu.  Mengingat itu, mereka tersenyum dan bertanya balik “Masih ingat kak Rais ?”.  Ku balas dengan senyuman saja.

“Kak Rais masih sering telpon Mbak Novi” salah satu adik kelas mendadak jongkok di depanku.

Gelagak tawapun bersahut-sahutan. Ada yang bilang Hestri, Esti, dan lain-lain. Itu teman-teman yang menjadi anator dalam perjalan hidupku. Tak apa lah adik kelas kali ini cukup agresif memojokkan aku di ruang yang tak ada sudut. Inilah bentuk kebersamaan yang tidak bisa di tukarkan oleh uang sepeser pun. Betapa bahagianya sore ini bisa berkumpul dengan keluarga kecil.

Ah, silaturahmi memang tak afdhol jika belum mengabadikan momen pada jepretan smartphone. Sebagai bukti  autentik kalau ada yang bertanya dan “kenangan terindah” kata Mas Bam Vokalis Samson.  Sebagai penutup dari catatanku “Silaturahmi Ke Unnes” . Selamat berjuang adik-adik di kampus konservasi.  Buktikan pada dunia kalau kalian bukan sekedar penghias bangku empuk di perkuliahan. Tawarkan masa depan yang cerah pada dunia.

Sekian dulu iya, waktu sudah menunjukkan pukul lima pagi. Mata sudah lima wat. Saatnya bercumbu dengan bantal guling.

 

 

Tags

About The Author

Fadli rais 42
Ordinary

Fadli rais

Pecinta mamah muda made in Indonesia
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel