MULAI NULIS LAGI LAH

28 Nov 2015 09:46 3480 Hits 1 Comments

TUANGKAN PIKIRAN MU KEDALAM KERTAS PUTIH YANG SUCI. MULAI DARI SEKARANG

(AGUK IRAWAN , PENULIS NOVEL HAJI BACK PACKER)

......TUANGKAN PIKIRAN MU KEDALAM KERTAS PUTIH YANG SUCI. MULAI DARI SEKARANG..........
(AGUK IRAWAN , PENULIS NOVEL HAJI BACK PACKER)

Sudah cukup lama tidak menggoreskan pikiran – pikiran gila pada sebidang kertas. Entah karena lupa atau banyak hal – hal yang sekiranya lebih menarik daripada menulis. Pastinya lebih dari dua pekan, pena dan kertas itu masih suci. Empunya tak mau memegang sama sekali. Apakah itu tanda tanda bosan ?. pertanyaan yang menimbulkan tanda tanya kembali dan tak pernah selesai pembahasanya.

Pulang ke rumah mbah memang hanya untuk persinggahan kala aku melaksanakan tugas ORDA ( Organisasi Daerah ) IMAKE (Ikatan Mahasiswa Kebumen) Rayon UIN Walisongo Semarang. Pulang bersama kawan semasa SMP memang sangat menyenangkan. Irul sapaan akrabnya, terlalu kurus perawakannya. Pikirku karena terlalu banyak tirakat kala nyantri di Jombang. Jomblo statusnya, terkenal hingga pulau seberang.

Episode pulang itu memang begitu tragis. Di cuekin sama bis trans Semarang jurusan Mangkang – Tlogosari. Tanpa alasan dia nyelonong gitu aja. Halte depan DISHUB Jawa Tengah di lewati, sakitnya tuh di sini. Hawanya panas bukan main pula. Oh BRT, menunggu hingga 30 menit memang sangat pas dengan firman Alloh S.W.T “Innalloha mangashobirin” (Alloh bersama orang – orang yang bersabar). Tanpa basa – basi pintu BRT yang melintasi halte depan pengadilan ini di bukakkan oleh mesin automatis. Kenet seksi itu sudah melambaikan tangannya guna membantu penumpang yang lanjut usia.

BRT Semarang jurusan Mangkang yang ku naiki kali ini sangat special. Kebetulan sebagai pengobat setelah dicuekin dua bis dengan jurusan yang sama. Di tambah kenet bus yang menggunakan baju super ketat berwarna putih dan bagian kaki di balut celana gemes berwarna hitam. Pikirku, ini memang regulasi dari Pemerintah Kota Semarang – kah ? Apakah sudah di pikirkan matang – matang seragam itu ?.

Pertanyaan konyol itu sejenak ku lupakan dalam tulisan kali ini. Nanti melewed pembahasannya.  BRT Semarang kadang menimbulkan 201 pertanyaan dalam benakku. Mulai dari halte yang sering di duduki oleh para awak supir kol ketengan tak sedikit pula yang di robohkan karena di lewati oleh lahan proyek. Salah satunya adalah Halte BRT yang ada di sebelah Alfamart Krapyak Semarang. Terkena getah dari pelebaran jalan siliwangi hingga walisongo, terpaksan rumah antrean para penumpang di alihkan fungsikan menjadi barang tak berguna.

Penumpang yang akan turun pada daerah yang ruang tunggu penumpangnya di alih fungsikan justru sedikit kesulitan. Terkadang kenet berinisiatif menurunkan penumpang lewat pintu depan, akan tetapi kalau bus sedang penuh sesak penumpang tampaknya ogah berdesak – desakan. Adanya perasaan acuh tak acuh dari penumpang lain yang merasa sudah mendapatkan tempat berdiri yang panggonan wenak (PW) jadi tak mau minggir kala ada penumpang yang akan jalan ke pintu depan. Kenet pun terkadang sulit di hubungi karena bisa yang penuh sesak di tambah dengan sumbangan suara dari sana sini.

Saat perjalan menuju Banyumanik, di dalam BRT terlihat mesin pendeteksi barcode macam kasir di swalayan – swalayan. Bedanya ini terletak di depan pintu masuk BRT. Terdapat dua sinar merah yang akan mendeteksi kartu pelanggan “BRT CARD”[1]. Alangkah terkejutnya, saat saya memegang mesin tersebut. Sudah tak berfungsi atau memang rusak karena tersenggol oleh penumpang yang tak tahu. Padahal “BRT CARD” termasuk fasilitas baru. Lho kok udah rusak gitu aja ?

Miris sekali hal tersebut. Pasalnya kota Semarang tengah merancang transportasi massal agar tak ketinggalan dengan kiblat ibukota (Jakarta) yang termaktub dalam jargon “Semarang Setara”. Jakarta menjadi kiblat yang pantas di Indonesia dalam hal transportas massal. Dengan proyek maha besar Trans Jakarta kala orang nomor satunya masih di pegang oleh Jokowi. Ratusan bus trans Jakarta di datangkan dari Cina guna memenuhi kuota di lapangan. Selain itu Trans Jakarta juga sudah memakai sistem pembayaran non tunai. Sehingga memudahkan konsumen dan isi ulang saldo dapat di lakukan di bank DKI, Kantor Pos, dan Halte tertentu.

Waduh jadi nyasar ke BRT lagi, padahal mau pulang ke kampung. Tarif yang bersahabat bagi para pengguna umum yang hanya di kenai 3500 untuk sampai tujuan (termasuk  transit[2] ). Pelajar pun hanya 1000. Bersahabat sekali dengan kantong pelanggan umum ataupun pelajar.

Halte Banyumanik

Driver Left[3] di Halte Banyumanik. Kenet wanita yang berdempul tebal segera mempersilahkan kami untuk turun tanpa di tuntun karena bukan manula ( manusia lanjut usia ). Perjalanan dari halte depan PN Semarang hingga Halte Banyumanik di tempuh dengan waktu 30 menit, itupun sudah termasuk transit di Halte samping Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Jawa Tengah.

Duduk berdua di halte sembari menunggu bus butut yang akan mengantarkan kami ke Kebumen. Entah harus berapa lama melamun di bangku panjang berwarna merah itu. Penumpang yang tadinya mau duduk aja, tiba – tiba berdiri meski tak ada koridor BRT yang datang. Mungkin dia lelah sehabis sekolah yang kebetulan cowo itu menggunakan seragam OSIS salah satu sekolah menengah pertama di Kota Semarang.

Dua cowo kumal di halte BRT Banyumanik di suguhi dengan peristiwa jalanan  yang sangat membuat miris. Pertama, saat mobil di yang sedang melaju dengan kecepatan kisaran 55 km/jam di salip oleh motor bebek yang di tunggangi oleh kawula muda. Tiba – tiba motor yang di tungganginya menekuk ke kanan tanpa memberikan aba – aba apapun. Sontak pengendara mobil kaget dan mengrem mendadak. Untung saja posisi jalan tidak begitu ramai, sehingga tidak terjadi kecelakaan beruntun. Konyolnya, motor itu nyelonong bak kucing habis ngompol. Tak ada rasa ingin meminta maaf atas perilakunya yang kurang baik dalam berkendara. Kedua, di sebelah halte tempat kami menunggu bis butut itu ada sebuah pabrik meubel. Tampak kendaraan kendaraan keluar masuk. Jalan di sekitar pun terkadang tersendat jika terdapat kendaraan besar yang keluar masuk pabrik. Alangkah kagetnya kami, ketika ada seorang bapak – bapak menunggangi motor melalui jalar pejalan kaki (trotoar) dan tiba – tiba di sambut oleh pintu sedan yang sedang membuka. Motor dan penggunanya hampir jatuh karena di kagetkan dengan hal tersebut. Bukannya saling memaafkan di antara pengguna motor dan sedan. Orang yang menggunakan sedan tersebut langsung menegur bapak – bapak yang tengah membenarkan posisi motornya yang akan jatuh. Dari kejauhan kami melihat pengguna sedan yang berwajah  keturunan tiongkok  nampak kesal. Melihat mobilnya yang tersenggol oleh motor ia pun memeriksa keadaanya, sembari mengelus bagian luar pintu mobil. “Lecet atau tidak” gumam hatiku sambil membayangkan diriku sebagai dirinya.

Kedua peristiwa itu hal nya oleh – oleh dari Semarang menuju Kebumen. Bukan lumpia, bukan pula tempe penyet yang ku makan sehari – hari yang di jadikan buah tangan untuk diriku. Pelajaran yang tak bisa di bayar dengan uang kuliah tunggal 1 juta per semesternya. Masih banyak lagi oleh – oleh yang tak ku beli dengan uang kertas ku dan tak ku tuangkan di tulisan ku kali ini.

Bus Santoso

Dari kejauhan bis butut itu sudah kelihatan batang hidungnya. Bertuliskan “Purwokerto” pada bagain kaca depan, persis di depan kernet bis yang bertugas di depan. Kernet belakang tampak sudah melambaikan tanganya, menandakan bis itu akan berhenti dan mengangkut dua jomblo kumal hingga kabupaten beriman. Duduk manis  pun harus segera di akhiri, bersiap - siap di pinggiran jalan agar memudahkan kernet. “Ayo – ayo Purwokerto Kebumen Gombong” sembari mendorong tubuhku hingga memsuki bus. Senyum kernet tua pun mengawali ceritaku di dalam bus Santoso. Tangan yang masih gupak oli menunjukkan padaku tempat duduk yang kosong agar bisa duduk bersama dengan Irul. Tak lupa kernet depan mengingatkan kepada seluruh penumpang agar duduk sesuai dengan jumlah kursi yang ada serta memberi kesempatan pada penumpang yang baru masuk.

 “ Ayo – ayo dua tiga, dua tiga”. Seperti pelatih bola mengintruksikan formasi permainan kepada pemain yang berada di lapangan. Kernet depan yang memakai seragam bertuliskan “Santoso”

 

(bersambung)

 


[1] Ini menurut saya. Karena kartu yang di gunakan oleh para pelanggan BRT.

[2] Transit istilah yang di gunakan di sini adalah berpindah koridor. Hal tersebut dilakukan oleh pengguna karena koridor yang di gunakan tidak melayani rute tujuannya. Dalam hal ini tidak di kenai biaya.

[3] Supir Kiri. Kata ini di populerkan oleh Stand Up Comedy season 4 Dodit Mulyanto.

About The Author

Fadli rais 42
Ordinary

Fadli rais

Pecinta mamah muda made in Indonesia
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel