Cepot dan Tentara Belanda

25 Nov 2015 23:41 7500 Hits 2 Comments
Pada suatu hari Cepot dan Dawala melihat beberapa tentara Belanda yang sedang mengambil kelapa milik warga pribumi tanpa izin. Karena kesal, Cepot berniat memberi mereka pelajaran dengan kemampuan yang dia miliki.

Secepat kilat, Cepot dan Dawala terus berlari tanpa melihat ke belakang. Seekor anjing galak mengejar setelah mereka berdua mencoba mengusirnya dari pekarangan milik warga.

 

"La, lari dimensi, lari dimensi!" Teriak Cepot.

 

"Diam, terus lari!" Balas Dawala.

 

Setelah melewati belokan, mereka melihat saung yang tertutupi pagar hidup, lalu bersembunyi disana. Si anjing pun kehilangan jejak, kemudian pergi entah kemana.

 

"Aman!" Kata Cepot.

 

Mereka berdiam diri disana mendinginkan tubuh sambil meminum lahang dari penjual yang lewat.

 

***

 

Krak... dug!

 

Terdengar suara ranting patah dan benda keras yang membentur tanah, disertai suara orang yang berbicara bahasa asing.

 

Setelah dilihat, sekumpulan tentara Belanda sedang berkumpul di jejeran pohon kelapa yang terletak dekat perkebunan warga pribumi.

 

Seorang bapak-bapak mendekati dan berbicara dengan mereka, tapi kemudian dibentak dan diusir. Selang beberapa menit, seorang kakek-kakek datang, dan bernasib sama dengan bapak tadi.

 

"Kurang ajar!" Kata Cepot, "La, ayo kita marahi mereka!"

 

***

 

"Mau apa lagi kau inlander!?" Sentak seorang yang berbadan kekar dan tinggi pada Cepot.

 

"Ehm... anu... maaf kang, eh tuan... itu kan pohon kelapanya milik warga sini, jadi..."

 

"Jadi kami tidak boleh mengambilnya, begitu?" Sambil melotot menatap kedua mata Cepot.

 

"Ini negeri siapa, siapa yang jadi tuanmu hey, kamu tahu dimana letak Nederlands Indie?"

 

"Di... disini tuan..."

 

"Jaaah, kamu tahu itu, diatas kakimu."

 

"Sekarang pergi dari sini dom inlander!"

 

Cepot dan Dawala pun meninggalkan sekumpulan tentara Belanda tersebut dan kembali ke saung.

 

***

 

"Ari kamu ngajakin kayak harimau, pas ketemu malah jadi kucing." Kata Dawala.

 

"Emmm, kirain gak akan segalak itu, kan harus secara baik-baik."

 

"Iya tapi lihat situasi dan kondisi juga, mereka kan tentara."

 

"Sudah, sekarang giliran saya yang ngadepin bule-bule bangsat itu, mereka perlu dikasih silat!" Kata Dawala sambil mengencangkan ikat pinggangnya.

 

Cepot tidak peduli dan membiarkan adiknya pergi sendiri. Dia malah tidur-tiduran sambil bersiul.

 

Tidak sampai 5 menit, Dawala kembali sambil terhuyung-huyung. Wajahnya bonyok.

 

"Eleuh... kamu gak apa-apa La?"

 

Dawala mengacungkan jempolnya, "ba... ba... baik..." lalu jatuh ke tanah.

 

***

 

Di rumah, Cepot terus berpikir bagaimana caranya untuk memberi pelajaran pada tentara Belanda itu. Dia menyandarkan badannya pada pohon sambil bermain suling.

 

Lalu, dia teringat pada cerita Si Kancil.

 

"Aha!"

 

Segera dia menuju pasar yang berada tidak jauh dari sana.

 

***

 

Pagi-pagi, Cepot berdandan untuk menyamarkan dirinya sebagai seorang pedagang panggul.

 

Di dekat kamp, terlihat tentara Belanda yang kemarin, sedang bersantai sambil bermain kartu. Dengan tenang Cepot berjalan ke depannya.

 

"Oi inlander, apa yang kau jual?"

 

"Saya jual bumbu-bumbu masakan, tuan."

 

"Aaah, tepat sekali, kami mau bakar ikan."

 

"Mmm, ikannya dapat dari mana tuan?"

 

"Eih, kenapa bertanya seperti itu? Bukan urusanmu! Yang pasti dari kolam sebelah sana."

 

Cepot menaikkan pundak sambil menggaruk kepalanya, "ehe... iya tuan maaf, bumbu-bumbu ini dapat melezatkan ikan-ikan yang akan tuan bakar."

 

"Iya pasti itu, tentu saja!"

 

Mereka kemudian memborong semua dagangan Cepot.

 

***

 

Sorenya, seorang Jenderal Belanda melakukan pemeriksaan ke kamp tersebut. Semua pasukan berkumpul di lapangan.

 

Namun di tengah-tengah upacara, seorang tentara memegang perutnya sambil meminta izin untuk ke toilet; satu persatu diikuti pula oleh tentara yang lainnya. Beberapa kali terdengar suara kentut dan geraman perut. Upacara pun menjadi kacau. Si Jenderal kebingungan, lalu memanggil seorang kapten yang menjadi pimpinan kamp, tapi si kapten pun sama-sama menderita. Tanpa mempedulikan keberadaan sang Jenderal, semua pasukan berlarian ke belakang kamp.

 

Dari kejauhan, Cepot cekikikan puas bersama warga setempat.

Tags

About The Author

Fajar Sany 25
Novice

Fajar Sany

Saya adalah Fajar, manusia biasa, bukan manusia super atau yang aneh-aneh lainnya.
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel