Lamunan Pagi Hari (03) : Cekoki Anak SD untuk Membaca

20 Nov 2015 01:02 2906 Hits 2 Comments
Bukan bermaksud untuk meniru perilaku para teroris dalam hal pengeboman kepada orang-orang yang thagut. Apapun agamanya, pembunuhan massal dengan cara bom bunuh diri jelas dikutuk oleh Tuhan.  Merugikan orang-orang yang tidak tahu menahu akar persoalan terjadi permasalahan tersebut yang menjadi korban para mujahid. Janji manis Tuhan memberikan tempat terindah sangat bias dengan cara yang dilakukan untuk menggapainya.

Membaca merupakan bagian dari keseharian manusia. Entah membaca literatur, koran, pesan singkat, atau membaca informasi. Keseharian sebagai manusia tidak pernah lepas dari kegiatan iqro’ (membaca).  Dari situlah kita mendapatkan milyaran informasi untuk asupan otak kita, baik itu yang past,now, or future.

Makhluk yang diturunkan ke bumi sebagai khaliftu fil ard (pengayom di bumi) diberi kesempurnaan berupa akal. Ini yang menjadi perbedaan dengan hewan, meski pun ada hewan yang memiliki anggota tubuh lebih dari manusia. Akan tetapi itu tidak bisa menandingi ‘kesempurnaan’ yang dimiliki oleh manusia. Semisal capung yang memiliki laba-laba yang memiliki kaki delapan. Jumlahnya empat kali lipat yang dimiliki oleh seorang manusia. Tetapi kelebihan yang dimiliki oleh laba-laba belum dimanfaatkan maksimal karena tidak mempunyai akal.

Akal yang berfungsi memilah-memilih sesuatu yang diterima oleh manusia. baik atau buruk, kecil atau besar, hidup atau mati, gelap atau terang, dll. Terbentuknya pola pikir dasar yang terpengaruh dari berbagai hal, mulai dari sosial, ekonomi, politik, dl. Biasanya pola pikir ini mulai itanamkan pada anak-anak umur kisaran 3-5 tahun.

Pepatah yang familiar untuk anak-anak kecil “Membaca membuka jendela dunia”.  Dulu waktu sekolah dasar, saya di ajari membaca peta dunia serta globe. Pengajar melakukan ini agar murid-murid sekolah dasar percaya, bahwasanya dengan membaca ia dapat mengetahui segala hal yang berada di dunia. Maka peta dan globe lah yang pas, membaca semua dunia paling praktis melalui gambar-gambar di peta. Terkadang muncul banyolan di antara para murid, “Indonesia ke Inggris dekat, hanya tiga jengkal tangan sudah sampai”. Itu ukuran dipeta, kalau konkritnya lebih dari 8 jam untuk sampai ke bandara di Inggris.  

Anak-anak yang memiliki rasa ingin tahu cukup tinggi tentu perlu dimanfaatkan oleh peserta didik sebagai ajang mensosialisasikan kegiatan membaca. Bukan hanya slogan-slogan yang ditempel di tembok sekolah atau perpustakaan sekolah yang berdebu. Melainkan mengajak serta memberikan contoh ketika waktu senggang untuk membaca.  Misalnya, waktu istirahat yang sering digunakan oleh anak-anak sekolah dasar untuk jajan dikantin atau luar sekolah. Mulailah dari tenaga pengajar, pergi ke kantin mengajak murid-murid untuk mendengarkan ia membaca. Setelah membacakan untuk murid, ajaklah untuk membaca buku, koran, atau informasi. Tenaga pengajar diusahakan bertanya, hal apa yang sudah di baca setiap harinya.  Hal tersebut akan membuat shock teraphy  yang bisa menjadi habit. Murid akan berusaha ‘minimal’ membaca sesuatu. Ketika pengajar bertanya, jawaban itu telah dipersiapkan.

Sekolah dasar menjadi ujung tombak pendidikan sebelum menginjak sekolah menengah pertama. Jenjang sekolah yang paling lama dari jenjang pendidikan lainya, persfektif segi waktunya. Membutuhkan waktu proses selama enam tahun untuk mencapai kelulusan. Misalnya tinggal kelas, membutuhkan waktu tambahan tergantung tinggal kelas berapa kali.

Dicekoki membaca

Mendengarkan Pak Nasir, mantan eks teroris yang menjadi guru para nama beken teroris bom bali I dan II. Sekelas Amrozi, Abu Sufyan, Imam Samudra, Ali Gufron dkk. Menjadi salah satu pembicara di seminar ‘Menangkal Radikalisme’. ‘Calon pengantin (sebutan untuk calon bom bunuh diri) yang sudah lama dibekali dalam membaca situasi lapangan dengan teori dan praktek.  Membaca ayat-ayat untuk memerangi para pelaku thaghut dinegeri ini tanpa membaca ayat-ayat suci lainnya yang tidak setuju dengan perilaku kekerasan, dalam ilmu ulumul qur’an lebih dikenal naskh-mansukh.’

Bukan bermaksud untuk meniru perilaku para teroris dalam hal pengeboman kepada orang-orang yang thagut. Apapun agamanya, pembunuhan massal dengan cara bom bunuh diri jelas dikutuk oleh Tuhan.  Merugikan orang-orang yang tidak tahu menahu akar persoalan terjadi permasalahan tersebut yang menjadi korban para mujahid. Janji manis Tuhan memberikan tempat terindah sangat bias dengan cara yang dilakukan untuk menggapainya.

Mulailah menggemari membaca literatur untuk membuka jendela dunia. Alam yang terbentang dari timur ke selatan melintang dari utara ke selatan perlu diketahui agar tidak buta. Membuka jendela itu tidak sesulit orang mengangkat bongkahan besi yang bebanya melebih satu ton, tetapi semudah kita menghirup udara segar di pagi hari. Mudah sekali bukan ?. Memulai untuk melihat dunia luar melalui kegiatan membaca dapat memberi pengetahuan yang tak terbatas. Jendela yang telah terbuka akan menyinari dari berbagai sudut pandang. Sehingga berimbas pada cara pandang pembuka jendela terhadap sesuatu.  Dalam ilmu filsafat, Parminedes berpikir bahwa yang satu itu tetap, sedangkan Heraklitus mengatakan sesuatu yang satu itu berubah-ubah. Ketika membaca hanya sebatas pada pikiran Heraklitus saja, kita tentu akan terjebak pada setiap hal yang tunggal akan memiliki banyak penafsiran setiap orang yang memandangnya atau objektif. Sementara Parminedes  selalu kekeuh  dengan setiap yang tunggal itu tidak akan berubah eksistensinya karena didasari pada pandangan individu atau subjektif.  Berbeda ketika membaca kedua pemikiran tersebut, maka akan mendapatkan sebuah eksistensi yang terdiri dari sesuatu yang objektif dan subjektif.

Gol A Gong dalam bukunya ‘Gempa Literasi’ mengajarkan kepada seluruh warga untuk membaca memang membutuhkan tenaga ekstra. Meminjam istilah Abdullah Ahmed An-naim ‘Dekonstruksi budaya masyarakat yang kurang peka terhadap masalah sosial’. Gol A Gong memiliki cita-cita positif, diamana masyarakat yang peduli terhadap perilaku membaca (reading society) akan menjadi warga yang berusaha melek aksara untuk membaca agar tidak tertinggal dari arus informasi yang dinamis setiap detik.

Mencontoh pada Jepang, dimana masyarakat yang gemar membaca sesuai selera. Dapat menumbuhkan rasa sosial serta sebagai sarana ibadah. Bagaimana di Indonesia ?. Optimis, itulah kata yang tepat untuk menumbuhkan rasa ingin tahun dengan membaca. Mencekoki anak-anak umur sekolah dasar dengan buku-buku sesuai selera dan takaran umur 7-13 tahun. Ketergantungan terhadap buku akan menambah luas dan progresif pikiran anak-anak sekolah dasar. Pengasuh PP. Raudahatut Thalibin, Rembang. K.H Mustofa Bisri, mengatakan anak muda berpikir segila mungkin dan jangan lupa membaca dan belajar. Ketika keduanya berhenti,akan merusaka masyarakat. Masih berpikir membaca itu tidak penting ?

Tags opini

About The Author

Fadli rais 42
Ordinary

Fadli rais

Pecinta mamah muda made in Indonesia
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel