Untuk Indonesia

23 Oct 2015 09:59 1888 Hits 0 Comments

Muak …

Kalian hanya ndopleng nama.

Agamis kelakuan tragis.

Bak munafik bersumpah jujur.

Genderang tabuh bedug terdengar dari sudut desa.

Masakan khas daerah teratata rapi

Jalan-jalan steril dari lalu lalu lalang anak adam.

Puji Tuhan, masih kau berikan aku sehat.

 

Tahun baru

Satu sura kata mbah kakung

Satu hijriah kata ustadz karbitan

Satu harapan baru kata motivator ulung.

 

Cuci keris sampai buang sial jadi tradisi

Kakek nenek masih saja menahan makan dan minum

Anak muda sibuk mempersiapkan pesta tradisi.

 

Indah sekali tahun baru ini

Sampai-sampai kita lupa !

Terlena uforia pesta kepentingan ilahiah.

 

Lihat di barat sana, kawan.

Kawan-kawan kita biadab.

Mengatasnamakan agama kita.

Agama tuntutnan Rasulullah.

 

Mereka menghidupkan si  jago merah.

Hanya karena ijin tempat pemujaan tak ada.

Amarah meluap tiada tara.

 

Kalian

Kalian sedang tahun baru,

Kalian harusnya berhijrah  menuju kebaikan

Bukan sebaliknya.

 

Kalian telah nodai.

Hari pengharapan baru.

Dengan lumpur bau

Di tengah  uforia umatku.

 

Muak â¦

Kalian hanya ndopleng nama.

Agamis kelakuan tragis.

Bak munafik bersumpah jujur.

 

Terimakasih telah menodai

Hari yang indah ini.

Semoga tuhan memberi indahnya hidayah.

 

Semarang, 1 Sura


 

Indonesia Baru

 

Teringat berpuluh-puluh tahun silam

Saat taka da senapan mesin

Tak ada tank dan panser

 

Teringat berpulu-puluh tahun lalu

Dimana tak ada buku-buku

Tak ada sekolah

Hanya ada pembelajaran mandiri

 

Teringat puluhan tahun yang lalu

Saat senapan mesin dan buku merambat di negeri ini

 

Kepedihan yang seharusnya terobati

Malah semakin menjadi

Rakyat yang seharusnya mandi

Malah semakin antipasti

 

Pemerintah seharusnya berdikari

Malah semakin di intervensi

Arah baru yang kian melucuti

Apakah ini takdir ?

 

Semarang, 21 Oktober â15

 

Sepucuk surat dari pelosok negeri

Ada apa di luar sana

Tak ada yang ku lihat

Apalagi saat datang malam hari

Tak dapat melihat apapun

Tidurpun menyesakkan hidung

 

Katanya sudah merdeka

Masihkan tetap terjajah

Kami manusia tuli dan buta

 

Salmnya tak pernah sampai

Bahkan balasan pun tak ada

 

Kami marah dengan lidah siapa

Kami bodoh tak berpendidikan

Setingkat manusia di Senayan

Pakaian serba halus, bersepatu mengkilat

Sayang disayang hatinya terpatri

Naluri mati sebagai hamba

Baginya ia Tuhan bernyawa.

 

Semarang, 21 Oktober '15

About The Author

Fadli rais 42
Ordinary

Fadli rais

Pecinta mamah muda made in Indonesia
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel