SENAYAN GADUH "MANING JHON" !

8 Oct 2015 19:12 1703 Hits 0 Comments
KIH VS KMP GADUH MANING "JHON" !

Ihir musim pancaroba telah datang. Orang-orang yang menunggu kedatangan hujan agaknya menghirup udara segar. Sejatinya hujan adalah berkah, sampai-sampai dalam Islam ada Solat memohon diturunkan hujan atau Istisqa. Hujan begitu penting bagi kita semua, karena air kata Thales, filsuf yang mengatakan air itu adalah asal dari semua bendah yang ada di semesta ini. Hujan yang berupa air menjadi kebutuhan kita dalam mengarungi bahtera kehidupan.

 

Kekeringan menjadi masalalu di kala pancaroba datang.  Ditandai dengan batuk, pilek, serta hawa yang tidak jelas. Begitu panjangnya musim kemarau yang dilalui oleh bangsasa ini, menjadikan sedikit-sedikit panas dan mudah terbakar. Masih ingat zaman kuno, antar ujung batu di gesek-gesekan lama muncul percikan api. Seperti itulah bangsa ini, kemarau yang telalu panjang, sehingga rakyat yang ubun-ubunya kepanasan sering kali memantik emosi yang berlebihan. Sehingga pelampiasan tidak pada tempatnya menimbulkan tindakan yang kurang baik.

 

“Habislah kekeringan, persiapkanlah kebanjiran”  kira-kira falsafah itu perlu disosialisikan kepada seluruh bangsa ini. Terutama daerah yang sering “terserang banjir menahun”. Misalnya, Kelurahan Andir Kab. Bandung. Bagi mereka yang hidup di bantaran kali Citarum, sudah hafal dan paham akan falsafah di atas. Perlu dipahami juga, setelah puasa (kemarau) yang cukup panjang, selama 7 bulan lebih. Apakah tidak ada sebuah pelampiasan yang begitu dahsyat ?. Ibaratnya menahan nafsu saat puasa, pasti pada saat buka begitu antusias sekali melahap segala makanan yang ada.  Jangan-jangan hujan itu akan melahap beberapa Saudara se tanah air, yang masih tinggal di bantaran sungai.

 

Kekeringan bukan hanya menimpa rakyat saja, lho. Ternyata “para” wakil rakyat juga kekeringan hasil kerja.  Sudah setahun hanya tiga butir peraturan yang bisa gol. Untuk sekelas “wakil rakyat”  dengan pendidikan yang tinggi itu prestasi “baik”.  Kata Pak Fahri Hamzah “ Kami lebih mempertimbangkan kualitas daripada kuantitas”. “Kekeringan” hasil memang bisa disanggah oleh alasan logis dan ilmiah di atas.  Josh, tenan pokoke Pak Fahri Hamzah iki.

 

Menengok, DPR ini memang kental dengan rasa “KIH” VS “KMP”. Perang opini seperti tak berhenti sampai halaman gedung senayan saja.  Dunia virtual kini di hiasi oleh penguasa parlemen sambil menggendong media cetak , audio, dan visual.  Pokoke rakyat biasa dihidangkan berita “PRO-JOK[1]” VS “KONT-JOK[2]”. Dari gedung parlemen hingga pelosok desa yang sinyal saja takut untuk masuk, demam “KIH VS KMP” seperti sebuah ideologi “KAPITALIS VS SOSIALIS”. Dua kekuatan yang sampai tujuh turunan belum mau memaafkan.

 

Akhir-akhir ini sepertinya gedung DPR sepertinya menjadi pusat perhatian setelah kemarin mengeluarkan rancangann undang-undang revisi KPK.  Semua mata tertuju kepada gedung wakil rakyat itu duduk. Mengutip Mbah Machieveli “penguasa tidak perlu merisaukan segala perbuatan yang jahat, yang tanpa tindakan itu akan sukar menyelamatkan Negara, sebab apabila dipertimbangkan dengan baik, maka akan dijumpai bahwa ada hal-hal yang kelihatannya baik, tetapi bila ditempuh, akan menuntun seorang menuju kehancuran dan ada lagi hal-hal yang tampaknya jahat justru menghasilkan kesejahteraan rakyat” Ajaran dini sangat rasionalis, sudut pandangnya keselamatan Negara dari segi moral masih bisa diperbincangkan. DPR tampaknya lebih rasionalis terhadap para kawan senasib sepenanggunya daripada pada rakyat. Penguasa (PDIP) juga menjadi barisan yang mendukung revisi KPK. Salah satu penggawanya, Mbok Puan Maharani mengatakan “Kalau ada fraksi yang mengusulkan pasti menginkan perkuatan  bukan ingin melemahkan. Fungsi lembaga (KPK) sebagai salah satu pilar pennjaga Negara anti korupsi” (tempo.co  07/10/2015). Selain itu Pohon Beringin yang menjadi sesepuh pemerintahan ikut-ikut mendukung revisi UU KPK dibuntuti oleh PKB dan PPP.

 

J.J Con Schimid tak ketinggalan memberikan sebuah pandang, “Bahwa Negara adanya untuk kepentingan (kelompok sendiri) dan seharusnya mengejar tujuan dan seharusnya mengejar tujuan-tujuan dan kepentingan-kepentingan sendiri dengan cara yang dianggapnya paling tepat. Lumrah jika banteng merah, maka barisan “TOBAT PKS[3]” menjadi salah satu barisan kontra. Bagi PKS, revisi uu ini dapat memperlemah kedudukan KPK.

 

Kalau kader “PRO REVISI” memang belum banyak yang tertangkap oleh komisi antirasuah. Karena umur partai mereka yang sudah cukup sepuh, jadi pengalaman lah soal telikang-telikung uang kaum dhuafa.  Beda dengan kader “KONTRA REVISI” mereka masih muda dan terlalu gagap menghadapi kasus korupsi. Tentu mereka mendukung agar revisi ini tak terjadi sebelum.

 

“Kontra” VS “Pro” seperti kucing yang berganti karung. Menikmati jalannya penyamun yang melangkah kakinya di atas lantai Gedung Megah Senayan. Rakyat mengeluh itu biasa, kalau ada “wakil”-nya disana. Kenapa keluhan itu tak terdengar ? Kegaduhan di Senayan seringkali membuat telinga mereka kurang peka terhadap jeritan dan isak tangis rakyat di pelosok negeri.

Selamat bergaduh-gaduh kembali bapake karo mboke.

 


[1] Pro Jokowi sebagai pendukung fanatisme PDIP yang disimbolkan pada Jokowi. 

[2] Kontra Jokowi sebagai pendukung fanatisme Prabowo yang belum beruntung jadi RI-1. 

[3] Judul majalah Detik edisi 199. 

Tags opini

About The Author

Fadli rais 42
Ordinary

Fadli rais

Pecinta mamah muda made in Indonesia
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel