Jalan Panjang ke Puncak Papandayan

1 Oct 2015 15:11 2356 Hits 0 Comments
1 dan 2 Agustus 2015 tentunya akan menjadi cerita takkan tergantikan di hidup saya. Untuk pertama kalinya saya mendaki gunung, tepatnya Gunung Papandayan, Garut.

1 dan 2 Agustus 2015 tentunya akan menjadi cerita takkan tergantikan di hidup saya. Untuk pertama kalinya saya mendaki gunung, tepatnya Gunung Papandayan, Garut. Sebelumnya saya sudah diingatkan oleh kawan-kawan yang ikut ke sana bahwa minimal seminggu sebelumnya harus rutin olahraga sebelum melakukan pendakian agar stamina lebih kuat selama pendakian. Cuma karena kesibukan dan rasa malas, saya akhirnya mengabaikan saran itu dan hasilnya bisa ditebak ketika sampai di Papandayan.

Sabtu pukul 00.00 saya dan keempat teman saya, Dhenis, Zaki, Rya, dan Bachenk berangkat dari rumah kami di perbatasan Jakarta Timur dan Bekasi untuk menuju Garut. Ternyata jalan tol dini hari itu cukup padat hingga akhirnya kami baru sampai di tempat wisata tersebut pukul 06.00 WIB. Beberapa belas menit kami beristirahat dan bersiap-siap terlebih dahulu sebelum melanjutkan petualangan menantang ini, khususnya untuk saya, karena keempat teman saya lainnya sudah pernah mendaki gunung sebelumnya. Bahkan Dhenis sudah menaklukkan beberapa gunung termasuk Semeru yang terkenal sangat berat.

JALAN PANJANG KE PUNCAK PAPANDAYAN

Akhirnya kami mulai melakukan perjalanan menuju puncak. Awalnya saya sedikit tegang mengingat apakah saya mampu sampai tujuan akhir, ditambah fakta bahwa tas yang saya gendong cukup berat untuk saya. Bau dan asap belerang cukup mengagetkan saya selama perjalanan. Beberapa kali kami foto jika menemukan spot yang bagus, bisa dibilang waktu yang terbuang di awal perjalanan banyak digunakan untuk berfoto. Satu fakta yang mengejutkan saya ternyata banyak sekali di hari itu yang ikut mendaki, kalau saya tak salah jauh memperkirakan, minimal 200 orang hadir di akhir pekan untuk menikmati keindahan Gunung Papandayan.

Sekitar dua jam berjalan, terus terang saya cukup lelah dan beberapa kali kami rehat sejenak dan sambil berfoto ria lagi. Kami sempat makan cilok di sana untuk menambah energi, katanya sih isi ciloknya ikan tuna. Ya, meski kami gak terlalu yakin sih. Perjalanan terus dilalui sampai akhirnya sekitar jam 11.00 kami tiba di pos penginapan. Lalu kami bekerjasama membuat tenda dan memasak untuk makan siang. Pengalaman perdana ini buat saya tersenyum sendiri karena ternyata seru juga naik gunung. Terlebih lihat di sekeliling kami banyak tenda juga.JALAN PANJANG KE PUNCAK PAPANDAYAN

Siang itu waktu kami banyak dihabiskan untuk mengobrol bersama. Sampai di sore hari, kami memutuskan pergi ke Hutan Mati untuk cari pemandangan yang bagus, tentunya untuk ambil foto selfie bersama. Tak lebih dari 30 menit dari tenda kami sampai di sana, pemandangannya sungguh indah. Hingga  akhirnya gelapnya langit menuntun kami untuk segera kembali ke tenda. Sampai tenda beberapa dari kami memasak untuk makan dan minum, beribadah, dan bersendau gurau. Terus terang saya sudah cukup kenyang dan yang pasti sungguh kedinginan meski sudah menggunakan 5 lapis pakaian. Mungkin pada dasarnya saya tidak terlalu kuat dingin. Dan benar karena kedinginan itu saya kurang bisa tidur nyenyak dan diperparah sarung tangan saya sebelah kiri hilang entah ke mana ketika jam 2 pagi saya keluar

Jam 4.30 pagi kami mulai bangun, bersiap-siap, dan beribadah untuk melanjutkan ke ujung tujuan kita di pendakian gunung kali ini, di suatu tempat bernama Tegal Alun. Kami berangkat beriringan dengan pendaki lainnya yang terlihat sama-sama menggigil kedinginan seperti kami. Tak lupa jika kami melihat spot istimewa, kami langsung befoto. Tiba di satu titik, kami berempat (minus Rya yang tak ikut ke puncak karena sedang menstruasi di hari pertama) berdiskusi keras melihat tingkat kecuraman jalur yang kami daki mulai ekstrim. Terus terang saya tak takut ketinggian meski ketika lihat ke bawah detik itu agak merinding sih. Saya lebih khawatir akan stamina saya yang mulai ngos-ngosan. Akhirnya kami bersepakat untuk terus naik dengan derajat kemiringan kurang lebih 80 derajat sehingga kami sampai harus merayap. Momen ini benar-benar seru dan menantang.

JALAN PANJANG KE PUNCAK PAPANDAYAN

Akhirnya sampailah kami di Tegal Alun, suatu tempat hijau dikelilingi pepohonan dan tumbuhan termasuk edelweiss yang begitu indah di sini. Suatu karya ciptaan-Nya yang patut disyukuri oleh kita. Saya benar-benar bersyukur melihat keindahan ini dan tadi tidak menyerah melihat kecuraman rute kami. Dan ternyata jalur menuju Tegal Alun ada 3 rute, dan yang kami pilih adalah yang memang paling seram. Tentunya kami tak tahu karena hanya mengikuti kelompok orang di depan kami. Tapi taka da rasa penyesalan karena justru rute tadi pasti tak akan terlupakan.

Lalu kami kembali menuju tenda dan sebelumnya kami kembali ke Hutan Mati seperti hari sebelumnya untuk mengambil foto dengan latar belakang langit yang seperti sangat dekat dengan kita. Sesampainya di tenda kami sarapan mie instan dan nasi goring dari tetangga sebelah yang memasak dalam jumlah besar. Suatu keberuntungan untuk kami berlima. Setelah itu, kami berkemas, merapikan semua barang, dan lalu turun untuk kembali ke mobil.

Pukul 12 siang kami tiba di garis start dan kami pun pulang ke Jakarta. Pengalaman ini benar-benar luar biasa untuk kami semua. Di mobil segala cerita di gunung kembali diingat. Terlebih untuk saya yang baru pertama kali mendaki gunung, Papandayan tentunya akan menjadi salah satu cerita takkan tergantikan. Terima kasih Sang Pencipta atas kesempatan ini.

Tags

About The Author

Arsha Culinary 34
Ordinary

Arsha Culinary

love to write anything especially about trip culinary
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel