Ngapak Itu, Harus !

18 Sep 2015 01:33 3968 Hits 0 Comments
Ngapak is my life, keep calm guys

 

“ora ngapak ora kepenak”  sebuah kalimat yang dijadikan jargon oleh Ikatan Mahasiswa Kebumen (IMAKE) rayon  UIN Walisongo Semarang.  Terjemahan bebasnya “Tidak (berbahasa) ngapak, tidak nyaman”.  Jargon tersebut dipakai untuk menggelembungkan spirit  para anggota.  

Melihat definisi kata jargon di KBBI adalah

“kosakata khusus yg digunakan dl bidang kehidupan (lingkungan) tertentu”

Sebuah kalimat yang dijadikan sebuah jargon menjadi pembeda diantara lainnya. Dikotomi antar manusia yang membuat kita semakin  kreatif sesuai fashion-nya.  Salah satunya jargon yang digunakan oleh mahasiswa Kebumen yang sedang menempuh studi strata 1 di UIN Walisongo Semarang. 

Kehidupan Semarang yang amat kental dengan mbandek-nya[1]. Kadangkala kita sebagai pendatang membutuhkan latihan untuk mengikuti kebiasaan berbahasa ala Kota Lumpia. Perlu beberapa minggu untuk mempelajari bahasa tersebut.  Berpindah dari daerah yang tidak pernah menggunakan bahasa mbandek, tentunya sedikit lebih lama dari teman-teman yang sudah serumpun, seperti Pati, Demak, Kendal, dll. “Bahasa adalah penyambung lidah antar umat manusia” kata Gus Ali dalam pengajian “Riyadhus Shalihin” ramadhan tahun kemarin. Salah satu faktor itu perlu diketahui untuk kita agar tetap belajar bahasa selain Indonesia dan jawa ngapak.

Ngapak sangat mudah untuk mengidentifikasi orang-orangnya ketika mengucapkan beberapa kata/kalimat. Misalnya, kencot (lapar), aja kaya kuwe (jangan begitu),  tumon (ketemu), dll. Saya mencoba membandingkan soal per-ngapak-an dari segi pengucapan dengan jawa mbandek. Misalnya kata loro (jawa ngapak membacanya tetap tapi artinya “dua”) sedangkan di jawa mbandek bisa berarti sakit ataupun dua.

Cakupan wilayah yang menggunakan bahasa jawa ngapak cukup banyak.  Mulai dari Cilacap, Brebes, Tegal, Kebumen, Pemalang, Banyumas, Purwokerto, Banjarnegara, Purbalingga, Wonosobo, (sebagian) Temanggung, (sebagian) Perworejo, dan (sebagian) Pekalongan. 13 kabupaten ini memang menandakan bahwa ngapak yang lebih terkenal di masyarakat luas adalah bahasa Banyumasan. Akan tetapi di luar karisidenan Banyumas, seperti Kebumen, Wonosobo, (sebagian) Purworejo, (sebagian) Temanggung yang disebut cakupan wilayah masih berbahasa ngapak.

Dialek ngapak pun seringkali berbeda-beda tiap daerah yang memakai bahasa tersebut.  Salah satu contoh yang familiar dan selalu hangat untuk dibahas.  Kata “Langka” yang diartikan tidak ada oleh orang Cilacap, Tegal, (sebagian) Purwokerto, sedangkan oleh orang selain dari tiga daerah tersebut mengartikan ada namun hanya beberapa. Tidak perlu dipermasalahkan ke persfektif lainnya.  Perbedaan penggunaan kata dalam dialek yang masih satu rumpun dapat memperkaya khazanah kebahasaan ngapak.   

Ngapak dimanapun ?

Terkadang orang luar jawa memberikan penilaian sebuah kebingungan. “Padahal kami orang Papua berbicara itu sudah cepat sekali, ternyata orang ngapak lebih  cepat” celotehan yang dilontarkan oleh salah seorang mahasiswa Universitas di Papua. Penilaian yang nisbi ini pun menjalar ke berbagai daerah, ada yang mengatakan terlalu nga-nga, pasalnya vokal “a” akrab sekali dengan kosa kata bahasa ngapak. Memang subjektif sih, kalau hanya melihat beberapa penilaian. Bukan untuk sebagai cercaan yang dianggap menghina budaya ngapak, setidaknya ada yang kagum dan memberikan pandangan dari setiap individu soal kebahasaan orang ngapak.

Tersebarnya orang ngapak keseluruh penjuru dunia menjadi prospek yang bagus.   Melihat kesenangan orang berkumpul dengan yang satu dialek.  Tapi juga memberikan cara mengolah public speaking yang khas dari orang-orang ngapak itu sendiri.  Pasti ada yang tertarik mempelajari bahasa yang satu ini.  Contoh dalang kondang asal Tegal, Ki Entus sering sekali menggunakan bahasa ngapak dalam mengolah vokal kala membawakan tema-tema pewayangan.  

“ora ngapak ora kepenak” memang perlu digelorakan kembali oleh kesadaran individu-individu orang ngapak. Meski nan jauh di mata ngapak tetap bahasa kita tanpa menafikan dimana kaki berpijak disitulah bumi dijunjung tinggi. Memperkenalkan kebahasaan kita yang seringkali mengundang tawa bagi mereka yang tidak mudeng. Itulah nilai plus yang sering kita abaikan bersama oleh kawan-kawan sebahasa dan sebangsa ngapak.  

“bersatu kita kompak, berbahasa kita ngapak” meminjam jargon yang dipakai oleh Ikatan Mahasiswa Tegal (IMT) UIN Walisongo Semarang.  Kekompakan itu memberikan spirit tambahan untuk kita agar tetap berbahasa ngapak dan juga belajar bahasa lain. Bukan kah memperbanyak vocabulary kebahasaan kita memberi manfaat  pada umat manusia ?

Sekilas ngapak sangat “nyentrik” dikuping para pendengar setia bahasa jawa.  Terima kasih sudah memberi kritik dan saran. Agar kami terus berbahasa ngapak biar tetap kompak di mata dunia.  Hidup ngapak !!  

 


[1] Orang Ngapak lebih familiar menyebut orang-orang yang berdomisili di jawa tengah bagian timur (Purworejo, Temanggung (timur), Magelang, Pekalongan (timur), dan Pemalang (timur),  dan berbicara menggunakan vokal “O”.

Tags opini

About The Author

Fadli rais 42
Ordinary

Fadli rais

Pecinta mamah muda made in Indonesia
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel