(gambar 1)
Beberapa waktu yang lalu, dikabarkan bahwa Google akan kembali memasuki pasar China, dengan menggandeng perusahaan lokal seperti Huawei.
China sendiri termasuk sangat protektif terhadap masyarakatnya, dan ini juga terjadi di dunia cyber. China sangat memperhatikan aspek keamanan untuk urusan dunia maya dengan sangat serius.
Sejak dulu, perusahaan-perusahaan yang malang melintang di internet, seperti Google, Facebook, Youtube, Twitter, dll, memang dilarang beroperasi atau sangat dibatasi operasionalnya di China, hal ini dikarenakan kekhawatiran China terhadap serangan cyber dan pengawasan. Namun yang terjadi di China, pihak pemerintah memberikan alternative untuk beraktivitas di dunia maya bagi masyarakatnya.
Google sebagai perusahaan raksasa di Internet, juga kurang bisa leluasa dalam berekspansi di Negara China. China memberikan alternative mesin pencari bagi rakyatnya. China juga memberikan alternative situs social media alternative Facebook maupun Twitter bagi warga negaranya.
Kembalinya Google ke China ini pun, masih banyak dibatasi pergerakannya. Google akan memasuki pasar China dengan menggandeng perusahaan local seperti Huawei, namun China juga masih melarang Google berjualan dengan Playstore, sebuah toko on line milik Google yang menjual berbagai macam barang, dari aplikasi smartphone, buku hingga jualan film.
Untuk urusan mesin pencari, China memberikan alternative bagi masyarakatnya, yaitu Baidu, layanan mesin pencari asal China ini begitu dominan di China, grafik dibawah saya kutip dari Searchdecoder.
Apa yang dilakukan China membuat kita berpikir, mereka sangat menjaga apapun yang menjadi tanggung jawabnya, baik itu berkaitan dengan wilayah fisik territory negaranya, dan juga wilayah diranah non fisik, dalam hal ini adalah dunia internet atau dunia cyber.
Lain dengan China, lain pula di Indonesia. Indonesia, rencananya kita akan menetapkan TKDN menyambut gegap gempita era 4G. Untuk produk smartphone 4G oleh vendor luar negeri yang berjualan di negeri kita, rencananya TKDN ditetapkan sebanyak 40%. Kandungan TKDN, atau istilahnya Tingkat Kandungan Dalam Negeri, maksudnya adalah sebuah produk harus memiliki kandungan komposisi produk local Indonesia minimal sebanyak 40%. Komposisi sebanyak 40% maksudnya adalah, untuk komponen Hardware maupun Software.
Baru-baru ini, dikabarkan jumlah komposisi TKDN diturunkan dari 40% menjadi 30%. Sebelumnya sempat digembar-gemborkan tentang pembuatan pabrik di Indonesia bagi vendor yang akan berjualan perangkatnya di Indonesia. Namun menyikapi era 4G yang sudah mulai tinggal landas, pembuatan pabrik di Indonesia tampaknya sudah tidak lagi diwajibkan bagi vendor-vendor luar negeri untuk berjualan di Indonesia.
Kita jadi bertanya-tanya, apakah langkah China, yang begitu memproteksi pasarnya dari serbuan perusahaan cyber merupakan suatu bentuk kedaulatan terhadap masyarakatnya?
Dan apakah langkah yang diambil Menkominfo, yang semula menetapkan komposisi TKDN yang sebelumnya 40% menjadi 30%, juga merupakan suatu langkah untuk memproteksi pasar domestic kita, atau lebih lanjut adalah kedaulatan negeri kita dari serbuan perusahaan asing.
Perlukah kita memproteksi dunia cyber sebagai bentuk kedaulatan Negara kita? mungkin wacana zona NKRI tidak seharusnya hanya kita pahami dalam artian fisik territory saja, namun harus diperluas lagi ke ranah cyber.
Semoga kita bisa merenungi permasalahan ini, sebagai refleksi 70 tahun kemerdekaan bangsa kita, dan bangsa kita bisa menyikapi era dunia tak kasat mata yang saat ini sedang kita jalani. Mungkin kita harus memperluas pemahaman kita, bahwa kemerdekaan bukan saja dalam artian di dunia kasat mata ini, namun juga kemerdekaan di dunia tak kasat mata, dunia cyber.
(gambar 1, sumber: https://blog.tokopedia.com/2014/08/seperti-inilah-cara-generasi-muda-mengisi-dan-memaknai-kemerdekaan/).