Sebuah mobil yang berisi sekumpulan remaja, merayap dalam guyuran hujan deras, menuju sebuah wilayah perbukitan yang dipenuhi pohon.
Â
Karena jarak pandang yang terbatas, salah seorang dari mereka menyuruh untuk menepi sejenak, tapi si pengemudi menolaknya.
Â
“Kamu ini penakut sekali sih. Nih, aku nyalakan lampu kabutnya.†Kata Bayu pada Elan.
Â
Hujan pun berhenti, tapi jalanan tetap berkabut. Tak lama kemudian, dari arah yang berlawanan muncul sebuah mobil. Pengemudinya membunyikan klakson dan menurunkan kaca depan.
Â
“Hey, kalian mau kemana?†Tanya bapak tersebut.
Â
“Kami mau ke kota Kalér.†Jawab Bayu.
Â
“Jangan lewat sini, saya juga balik arah, mau lewat jalan bawah saja, biarlah macet juga.â€
Â
“Terimakasih pak, tapi kami akan tetap lewat sini, lebih asyik daripada harus bermacet-macetan ditengah kota.â€
Â
“Ouh... yasudah, saya cuman ngasih saran.â€
Â
***
Â
Kembali ke perjalanan, mereka mendapati sebuah mobil yang berhenti di pinggir jalan. Semua lampu seinnya menyala kelap-kelip.
Â
“Maaf pak, mobilnya kenapa? Apa ada yang bisa kami bantu?†Tanya Bayu.
Â
“Oh tidak, tidak apa-apa, tadi hanya mogok sebentar, lalu istirahat sejenak. Ini juga mau berangkat lagi.â€
Â
“Syukur kalau begitu.â€
Â
“Mmm... kalian mau kesana ya, kota Kalér?â€
Â
“Iya pak, ini kami baru lulus SMA, mau ngerayain di rumah teman kami.â€
Â
“Jangan lewat sana, makanya ini saya juga balik arah.â€
Â
“Memangnya kenapa pak?â€
Â
“Ya jangan saja, tadi saya ketemu orang sini, katanya bahaya kalo lewat sini sendirian, apalagi sekarang cuacanya hujan.â€
Â
“Tapi kami ada 7 orang pak?â€
Â
“Maksudnya, kendaraannya jangan sendirian, baiknya banyakan seperti konvoi, atau minimal 3 mobil.â€
Â
Bapak itupun kemudian berlalu.
Â
Karena merasa aneh, Elan menyarankan Bayu untuk berbalik arah saja dan menggunakan jalan bawah, tapi ditolak.
Â
“Kenapa harus merasa aneh, dan kenapa pula harus balik arah, terus mengambil jalan bawah?â€
Â
***
Â
Di pertengahan jalan, mereka menemukan sebuah warung, kemudian berhenti untuk membeli rokok.
Â
“Hanya kalian dalam satu mobil?†Tanya seorang ibu pemilik warung tersebut.
Â
“Ya...â€
Â
“Sebaiknya kalian tidak lewat sini, balik arah dan ambil jalan lain. Sangat berbahaya, apalagi sekarang berkabut dan hujan.â€
Â
Bayu menggaruk-garuk kepalanya, “Bu, sebenarnya ada apa? Sebelumnya saya sudah bertemu dua orang bapak-bapak, mereka mengatakan hal yang sama pada kami.â€
Â
“Ya, tadi suami saya juga baru memberitahu seorang bapak-bapak yang menggunakan mobil sedan merah.â€
Â
“Sebenarnya ada apa sih bu?â€
Â
Ibu itu berwajah datar. Tanpa menatap Bayu, dia merapi-rapikan dagangannya.
Â
“Aku tidak mengerti dengan mereka semua, sebenarnya ada apa?†Keluh Bayu.
Â
“Bay, sebaiknya kita balik arah saja. Aku merasa ada yang tidak beres dengan tempat ini.†Kata Elan.
Â
“Ah, sepertinya kamu juga terbawa omongan orang-orang tadi.â€
Â
“Kalau kamu takut kegelapan, keterlaluan, kita kan bersama-sama? Kalau sendirian wajar. Yasudah kita bersama-sama saja menuju kegelapan, hahaha!â€
Â
***
Â
Mereka sampai pada tanjakan yang cukup panjang. Tiba-tiba hujan turun mengguyuri mereka.
Â
“Weuh, makin gelap saja...†kata Elan.
Â
Lampu kabut tetap tidak mampu untuk menembus tirai air yang menghalangi pandangan. Laju mereka menjadi melambat. Jam di dasbor menunjukkan pukul 16.50.
Â
Setelah itu, jalanan menurun.
Â
“Hati-hati Bay... santai saja.†Kata Elan gemetaran.
Â
“Ya aku tahu, ini juga santai!â€
Â
Di akhir turunan, mereka mendapati pepohonan rimbun di sebelah kiri jalan yang membuat kegelapan.
Â
Tiba-tiba Elan berteriak, “Bay, belok kiri, itu jalannya kesana, belok, belok!†Sambil menunjuk ke pepohonan tadi.
Â
Bayu meliuk ke kiri, tapi mobil langsung menukik ke bawah, jatuh menuju kegelapan. Semuanya hanya bisa berteriak meminta tolong. Jam di dasbor menunjukkan pukul 17.00.
Â
Setelah itu suara-suara teriakan tersebut berhenti, menyisakan suara hujan dan beberapa hewan yang menjadi saksi bisu.