Dikalangan para penikmat panorama alam terbuka serta pecandu ketinggian (petualang,pendaki atau apapun kalian menyebutnya) keindahan dari suatu titik yang dituju mungkin menjadi salah satu tujuan utama. Atau ada juga yang ‘hanya’ menjadikan suatu panorama tersebut sebagai bonus dari perjalanan yang ia lakukan untuk mencapai titik tersebut. Hal tersebut tergantung dan kembali pada pribadi masing – masing.
Kali ini saya akan coba menceritakan tentang sebuah savanna yang baru saya datangi untuk pertama kalinya, yaitu savanna gunung kendeng atau biasa disebut juga tegal pameutingan. Sesuai namanya, savanna ini terletak di sekitar gunung kendeng. Gunung Kendeng  memiliki ketinggian 2617 Mdpl yang menjadikan nya gunung dengan top puncak tertinggi di sekitaran Bandung Raya. Gunung Kendeng sendiri terletak di wilayah selatan Bandung perbatasan antara Pangalengan dan Garut. Kali ini saya mengambil jalur dari Pangalengan Desa Neglawangi Afd.Kendeng. Sangat ingin rasanya saya mengulas gunung kendeng ini, Karena banyak hal dari berbagai persfetif yang membuat saya tertarik untuk mengulas gunung kendeng ini. Namun  mengingat keterbatasan ilmu yang saya miliki mengenai gunung kendeng ini, saya tidak akan mengulas lebih jauh tentang gunung kendeng nya itu sendiri, melainkan lebih ke savanna nya saja dulu. Mungkin lain waktu saya akan coba ulas tentang gunung kendeng di plimbi ini.
Semogalah.
24 Juli 2015
sekitar pukul 14.15 sekian Memulai perjalanan bersama rombongan rekan – rekan dari Kota Bandung menuju arah selatan pangalengan menggunakan motor yang kurang lebih sekitar 3 jam-an untuk sampai di desa Neglawangi ini. Suguhan hamparan kebun teh selama perjalanan cukup mengurangi rasa lelah berkendara dan memberikan kesenangan juga dalam berkendara. Walaupun jalanan tak selalu mulus kita lalui.
Keramahan warga sekitar kaki gunung kendeng (Desa Neglawangi) masih terasa hangat saya rasakan sebagai ‘pendatang’ ke desa mereka. Saya beserta rekan yang lain bermalam di sebuah TPA (Tempat Penitipan Anak) sekaligus POSYANDU yang sudah tidak berfungsi. Ditempat ini kami (sekitar 20 orang) memposisikan diri untuk beristirahat dan bercengkrama dengan rekan yang lain untuk sekedar bertegur sapa sampai berbagi pengalaman sampai larut pun terjadi disini.
25 Juli 2015
Dipagi hari yang masih terasa dingin, kami semua mempersiapkan diri masing – masing untuk selanjutnya melanjutakn perjalanan menuju savanna gunung kendeng. Setelah kami menyantap sarapan (kami memesan sarapan pada warga pada jum’at malam) sekitar pukul 10 kami mulai melakukan perjalanan menuju savanna gunung kendeng.
Diawali jalan macadam disela perkebunan teh,hingga memasuki perkebunan sayur warga. Disini saya melihat situasi lahan hutan yang sudah dibuka (pembukaan lahan) untuk dialih fungsikan sebagai perkebunan warga. Yang menurut salah satu rekan saya yang sekitar tahun 2013 melakukan perjalanan yang sama, lahan perkebunan tersebut masih merupakan hutan yang banyak ditumbuhi pohon. Ah sudahlah kalian mungkin tahu maksud saya.
Hingga pada akhirnya sekitar pukul 13.30-an kita semua mulai memasuki jalur hutan. Cukup menarik saya rasakan ketika mulai berjalan di jalur ini, karena jalur yang saya dan rekan – rekan lalui ini terbentuk dari tanaman paku – pakuan dan serabut akar pepohonan sehingga selama perjalanan terasa nyaman untuk dilalui karena memiliki tekstur nyaman seperti spons. Tentunya tetap dengan kemiringan yang cukup memberikan sensasi. Dan jalur yang relatif masih tertutup rimbun ini sesekali membuat dan mengharuskan kami untuk menurunkan badan dan menaiki pohon tumbang serta berpegangan karena tipisnya jalur yang di sisinya adalah lereng. Maklum saja, karena jalur yang kami lewati memang punggungan sehingga dikedua sisi jalurnya adalah lereng gunung.
Dan akhirnya setelah berbagai halangan dan hambatan selama di perjalanan menuju savanna ini, Sekitar pukul 16.40 an kami tiba di savanna gunung kendeng dengan ketinggian diatas 2000 mdpl yang menjadikan nya savanna tertinggi di sekitar Bandung Raya. Luasnya savanna ini berukuran sekitar satu lapangan sepakbola. Dataran yang dipenuhi tumbuhan paku-pakuan, aneka bunga, beragam pohon yang mengelilingi savanna. Setelah beristirahat sejenak, kami berbagi tugas, mulai dari mendirikan tenda hingga mencari kayu bakar.
Keheningan senja semakin larut yang dibumbui dengan suhu dingin yang menyelimuti tubuh ini hingga akhirnya kita semua berada di depan tumpukan kayu yang sudah menyala sedikit memberikan kehangatan.
[selang pengalaman pribadi]
Dikala dingin semakin mencekam, salah satu rekan kami mengumandangkan adzan (sekitar pukul 18 sekian waktu maghrib). Posisi saya yang pada saat itu disekitar api unggun, terhenyak oleh panggilan untuk sholat itu (kirain becanda). Kami semua bergegas untuk melaksanakan sholat maghrib berjamaah. Ini momen dimana saya takjub dan terenyuh sehingga tak sadar ketika pada saat sholat maghrib ini meneteskan air mata. Dan hal tersebut terulang di sholat isya nya. (mungkin karena dingin semakin menjadi – jadi, air matanya jadi beku kali ya, sehingga tidak keluar hehe). Alhamdulillah, Ini pertama kalinya selama pengalaman saya melakukan kegiatan di alam terbuka tidak meninggalkan salah satu kewajiban saya sebagai seorang muslim (dalam hal ini sholat). Dan ketika salah saya melihat photo yang diabadikan salah seorang teman saya ketika kami sedang melakukan sholat berjamaah. Kesan saya adalah takjub luar biasa, seakan – akan, ah pokonya kita sebagai manusia itu tidak ada apa – apanya lah, hanya sebagai makhluk.
Oke setelah beres melakukan kewajiban sholat tadi, tiba saatnya untuk menyantap makanan yang sudah kami siapkan sebelum waktu sholat itu. Yang setelah selesai makan itu, kami lanjutkan dengan diskusi – diskusi yang cukup menarik dan memberikan sedikit tambahan kehangatan dikala dingin semakin menjadi. Diskusi berlangsung hingga larut dan akhirnya semua beristirahat.
Sesekali dalam peristiratan dalam tenda, saya terbangun karena 'diganggu' oleh dingin yang semakin menggerayami tubuh ini terutama kaki. Maklum saja, posisi tempat kami mendirikan tenda berada di tengah - tengah savanna yang menjadikan angin dengan suhu nya leluasa untuk 'mendekap' kami.
26 Juli 2015
Sekitar pukul 5 pagi saya keluar dari tenda, kembali saya dibuat takjub dan kagum oleh savanna ini. Bagaimana tidak, ketika saya akan melakukan sholat subuh dan mengambil alas yang ternyata semalaman ada diluar tidak dibawa masuk tenda itu dilapisi oleh es (ah pokonya dingin nya roarr biasa lah) membayangkan mungkinkah suhu mencapai minus atau setidaknya 0 derajat? Entahlah karena pada saat itu saya tidak membawa thermometer. Namun ketika pagi mulai Nampak, satu per satu rekan – rekan mulai keluar dari tenda mereka. Dan mulai mendekati gundukan kayu yang sedang dibakar untuk memberikan kehangatan. Ketika semua orang melihat tenda mereka ternyata terlapisi oleh es, banyak yang penasaran dengan suhu pada saat itu. Kebetulan salah satu rekan kami pada saat itu memakai jam tangan yang memiliki fitur thermometer dan terlihat sekitar 2 derajat celcius. Wooooo…
Matahari perlahan mulai menampakan sinarnya, semua orang asyik dengan kegiatan dan tugasnya masing – masing. Hingga waktunya sarapan pun tiba dan semua orang menyantap sarapan yang sebelumnya memang kita masak bersama. Setelah itu semua orang kembali dengan kegiatan nya masing – masing lagi. Hingga sekitar pukul 10 an satu per satu mulai membereskan semua peratalan nya untuk persiapan menuju turun kembali. Dan sekitar pukul 11 an kami mulai melakukan perjalanan menuju top puncak gunung kendeng terlebih dahulu. Dan akhirnya sekitar 20 menit melakukan perjalanan dari savanna, kami semua tiba di top puncak gunung kendeng. Setelah beberapa saat mengabadikan moment di top puncak, kami semua kembali melanjutkan perjalanan untuk turun menuju titik awal kami tiba (TPA desa Neglawangi). Di perjalanan turun ini, saya berada bersama rombongan terdepan sehingga sekitar pukul 14.30 an saya sudah sampai di bawah. Sambil menunggu rombongan yang belum tiba, kami rombongan depan beristirahat sambil membersihkan badan dan melakukan sholat di masjid yang letaknya memang tidak jauh dari TPA. Satu per satu rekan – rekan kami yang lain mulai berdatangan sampai di TPA. Setelah membereskan dan mempersiapkan segala hal nya sekitar pukul 17 an kami semua melanjutkan perjalanan untuk pulang menuju rumah masing – masing. Di tengah pejalanan tepatnya di pertigaan simpangan sebuah jalan, saya dan satu rekan saya memisahkan diri dan mengambil jalur yang berbeda dengan rombongan rekan yang lain karena memang ada keperluan yang memang jalurnya berbeda. Dan akhirnya sekitar pukul 20 an saya tiba dirumah dengan keadan Alhamdulillah selamat serta sehat wal afiat.
Ini merupakan trip terbaik saya (untuk saat ini) dimana kami yang tadinya tidak saling mengenal bisa menjadi saling akrab dan mengenal satu sama lain. Perbedaan menjadi bumbu manis dan menarik yang justru menjadikan kami semakin hangat.
Sekian pengalaman perjalanan saya, semoga ada hikmah dan manfaat yang bisa diambil kepada siapa saja yang membaca tulisan ini.
Bandung, 29 Juli 2015
EBING