Tradisi Kumpul Keluarga yang Kehilangan Makna

9 Jul 2015 08:01 3025 Hits 0 Comments
Ketika kumpul keluarga saat lebaran hanya jadi ajang pamer diri. 

Kalau saya tak salah ingat, sejak kecil saya selalu diberikan baju baru atau sepatu baru saat lebaran tiba. Tapi, sudah hampir beberapa tahun lamanya saya sudah tidak menerima lagi baju baru. Maklum, karena usia yang sudah dewasa saya harus membeli baju sendiri. 

Kalau saya tak salah ingat, waktu kecil saya pasti lari setelah salat Ied. Lari untuk makan ketupat campur daging ayam kuah bikinan emak. Tentu porsi dagingnya lebih banyak dibandingkan ketupat. Tapi, sudah beberapa tahun ini saya tidak mempermasalahkan apakah lebaran harus makan ketupat atau tidak. 

Suara petasan juga masih terdengar keras ketika kecil. Waktu itu petasan selalu menyala dan bikin kaget. Sekarang, semuanya diganti dengan kembang apli di malam hari. 

 

Uang dan Ziarah 

Ingatan saya juga tidak akan lupa, kalau saya perlu salaman dengan sanak saudara. Saudara yang datang dari kota dengan membawa mobil akan memberi salam sekaligus amplop berisi uang jajan. Kerabtan lain juga melakukan hal serupa. Dan senyum lebar selalu saya tunjukan ketika mendapatkan amplop itu. 

Lain cerita dengan sekarang. Saya tidak mempermasalahkan dapat uang dari mana ketika lebaran. Kalau ada, saya syukuri, kalau tak ada ya sudah mungkin bukan rejeki saya.Kalau ada dan lebih, saya yang harus membeli banyak amplop untuk kemudian diberikan ke saudara. 

Yang tidak berbeda adalah ziarah. Setelah bersalaman dengan tetangga, di tempat saya, ziarah merupakan hal utama. Saya tidak pernah melewatkan untuk melakukan ini. Maklum, aktivitas inilah yang membuat saya bisa “bertemu” dengan ibu saya.

Tidak hanya lebaran, hari biasa ketika pulang ke kampung halaman, saya pasti melakukan ziarah ini.  Hal yang tidak akan berubah, dulu, sekarang, atau di masa datang ketika saya tua nanti. 


Silaturahmi atau Pamer Diri? 

Ketupat, amplop, ziarah, dan barang baru adalah bagian-bagian yang tidak terpisahkan dari lebaran. Dan ada satu hal lagi yang tidak luput dari lebaran, yakni kumpul keluarga. Satu tahun sekali, semua kerabat biasanya berkumpul di satu tempat. 

Saya, tidak mempermasalahkan dengan silaturahmi kumpul keluarga  ini. Tapi saya kadang selalu mempertanyakan tujuan dari kumpul keluarga. Setidaknya, ada beberapa persoalan yang akan diangkat ketika kerabat berkumpul di hari raya. 


Pertama, Menanyakan Karir Anak-anak 

Ketika saya ada di posisi anak-anak sampai remaja, pertanyaannya adalah sekolah dimana? Kelas berapa? Bahkan mungkin ditanyakan juga hal-hal teknis lainnya. Pertanyaan tersebut tidak ada masalah. Sayangnya, kadang-kadang pertanyaan ini menjurus pada perbandingan dengan anak kerabat lain. Tarohlah kerabat A saya memiliki anak di sekolah yang biasa sementara kerabat B sekolah di tempat yang lebih elit. 

Hal yang serupa juga terjadi ketika masa kuliah. Mereka yang tidak mengambil jurusan favorit atau menjanjikan seringkali diragukan dengan kerabat yang kuliah di kampus negeri dengan jurusan favorit. Tidak secara langsung memang tetapi hal ini lumrah terjadi. 

 

Kedua, Menanyakan Pernikahan 

Ha; yang paling dihindari ketika jomblo adalah pertanyaan kapan nikah? Pertanyaan ini pasti akan selalu ada saat lebaran tiba, tidak akan berubah sampai benar-benar nikah. Jika sudah dapat calon, maka pertanyaan akan mendesak sekali. Kapan disiapkan pernikahan? Dan sebagainya. Setelah menikah, malah akan dapat pertanyaan lagi, “kapan punya momongan?” 

Tips tambahan 

“kalau ditanyakan soal pernikahan, misalnya “kapan nikah?” 

Jawablah “Insaya Allah kalau gak Sabtu atau Minggu, Tanggalnya nanti nyusul”. 

Tentu ini adalah asumsi ketika kamu akan menikah pada Sabtu atau Minggu. 


Ketiga, Ajang Pamer

Suka tidak suka, kumpul keluarga secara tidak langsung akan jadi ajang pamer. Kumpul keluarga seharusnya bersilaturahmi tapi yang terjadi adalah ajang pamer bahwa saya telah sukses. Bahkan, ada kerabat tidak akan pulang kalau tidak pegang uang. Maklum, sebelumnya kerabat saya ini terkenal di kampung suka memberikan rejeki pada orang di sekitar. Ketika keadaan ekonomi kurang membaik, agak malu dan gengsi jika harus pulang ke kampung halaman. 

Sepertinya, tradisi kumpul keluarga ini perlu diluruskan. Kumpul keluarga saat lebaran adalah silaturahmi, bukan ajang pamer diri. Tapi, tampaknya tradisi ini sulit dihilangkan mengingat sudah jadi kebiasaan, termasuk di kampung halaman saya. Kumpul keluarga saat lebaran menjadi kehilangan maknanya sendiri.  

Terlepas dari itu, saya mengucapatkan selamat Idul Fitri, mohon maaf segala kesalahan. 

Tags

About The Author

Graha 56
Expert

Graha

akun alternatif Hilman Graha @HilmanMN Blogger, Techno Writer, social media enthusiast, hilman.my.id jinggaprasetya.wordpress.com
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel