JAKARTA, Plimbi - Saat Ramadhan tiba, sebagai umat Islam sangat berbangga hati, karena saat itu masjid-masjid dan surau-surau dipadati oleh para jamaah, terutama saat shalat isya, shalat tarawih dan shalat subuh.Â
Dan Begitu juga saat pelaksanaan shalat Idul fitri, masjid dibanjiri oleh para jamaah. Akan tetapi keadaan masjid setelah lebaran, kembali sepi, seakan Ramadhan tidak mampu membentuk ummat untuk dapat memakmurkan masjid.
Kegiatan Ramadhan, bagi pengurus masjid memang menguntungkan, betapa tidak, hampir setiap malam  kotak infaq berjalan, bahkan para petugas masjid tak henti-hentinya mengumumkan kepada jamaah untuk berinfaq dan bershadaqah, kesan yang tertangkap seakan-akan masjid mengeruk rupiah untuk menambah kas keuangan masjid. Begitu pula saat shalat Idulfitri, pengurus pun berupaya untuk mengetuk pintu hati jemaah agar berinfak atau berwakaf demi pembangunan masjid.
Tidak sedikit di antara kita yang mengedepankan pembangunan masjid secara fisik daripada memakmurkan masjid dengan menghidupkan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi pembinaan akidah dan sosial umat.
Seakan kita lebih memamerkan masjid dari pada memakmurkan masjid. Lebih Ironis lagi, banyak panitia pembangunan masjid meminta sumbangan di jalan raya demi pembangunan fisik masjid. Secara tidak sadar kegiatan meminta-minta sumbangan di jalan ini akan menambah citra negatif umat Islam sebagai umat yang tidak kompak. Tidak adakah cara yang lebih baik?
 Lalu bagaimana aplikasi dari ajaran Nabi saw bahwa tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah? Materialis-pragmatis agaknya penyebab sebagian umat meninggalkan masjid adalah cara berpikir yang dipengaruhi oleh paham materialisme dan pragmatisme. Paham materialisme menyebabkan sebagian umat menilai sesuatu itu dari bentuk fisiknya.
Bagi mereka lebih berharga dan lebih bernilai membangun fisik masjid yang megah, mewah, dan indah di bandingkan dengan  pembinaan jemaahnya. Paham pragmatisme membuat sebagian umat hanya meramaikan masjid jika dianggap menguntungkan.
Shalat tarawih, misalnya, pahalanya dianggap besar dan dilipatgandakan, sehingga umat beramai-ramai memenuhi masjid. Jika Ramadan telah usai, maka masjid pun sepi karena ditinggalkan jamaahnya. Artinya sebagian umat beribadah karena motivasi pahala (untung), bukan mencari keridaan Allah. (Red/dari berbagai sumber)