Pelesir ke Mesir

23 Jun 2015 10:29 4112 Hits 2 Comments
Unik rasanya bertualang ke negeri di mana peradaban manusia dimulai. Kairo dan Alexandria menyimpan berjuta sensasi magis yang takkan pernah Anda temui di belahan manapun di planet ini!

Jumat sore itu saya tiba di Kairo dengan perasaan cemas. Ini bukan pertama kalinya saya jalan-jalan seorang diri, namun ini adalah kali perdana kaki saya melangkah di satu-satunya daratan Timur Tengah di benua Afrika. Banyak yang bilang negara ini tidak aman, terlebih setelah revolusi Mesir tiga tahun lalu yang berujung pada lengsernya Hosni Mubarak. Namun ketakutan saya luntur di menit kelima, saat saya mulai jatuh cinta pada kota ini ketika menyaksikan landscape Kairo terbentang di depan mata. Ini bukan kota warna-warni seperti Singapura, Bangkok, Taipei, Hong Kong, atau kota-kota lain yang pernah saya datangi. Warnanya cokelat. Kusam. Namun justru itulah yang membuatnya eksotis. Bangunan-bangunan tua nan cantik terhampar di hadapan saya.

          

Padang Pasir yang Menyihir

Saya memulai perjalanan saya ke Egyptian Museum, sebuah tempat yang menyimpan hampir semua peninggalan Mesir kuno. Segala macam patung dan artefak para raja dan ratu Mesir tersimpan rapi di sini. Saya merinding saat memasuki ruangan penuh mumi. Tak hanya manusia, namun hewan seperti kambing, anjing, buaya, dan ikan pun dimumi oleh bangsa kuno tersebut!

Dari museum ini saya berjalan kaki ke Tahrir Square, alun-alun kota tempat di mana revolusi Mesir terjadi. Aneka restoran, baik yang franchise maupun lokal ada di sini untuk mengenyangkan perut sebelum menyusuri sebuah tembok panjang berhias grafiti warna-warni yang bernuansa politis. Warga Mesir kala itu menggunakan grafiti untuk menyuarakan aspirasinya. Tak heran jika saya menemukan grafiti Hosni Mobarak dengan kepala kera di lokasi ini.

Dari Tahrir saya naik kereta menuju Giza. Oh ya,  kereta di Mesir sangat murah, hanya 1 pound (Rp1.600) sekali jalan ke manapun Anda mau! Tapi jangan harap kondisinya sebagus di Singapura atau Hong Kong ya. Mirip dengan KRL Jakarta lah. Tak ada peta, jadi lebih baik Anda print sendiri dari internet.

Sesampainya di Giza saya langsung “diserbu” puluhan pemandu wisata yang menawarkan kuda dan ontanya untuk saya sewa. Saya memilih kuda, karena sepulang dari Mesir saya berencana singgah di Dubai untuk desert safari bersama onta-onta di sana. Dengan biaya 120 pound (Rp192.000) saya berkuda di padang pasir, keliling piramida dan sphinx. Anda tahu bagaimana rasanya? Mengagumkan. Merinding. Mistis. Perasaan saya campur aduk antara senang, tidak percaya, dan takut, terlebih saat saya masuk ke dalam piramida. Lorong gelap, namun kaya nilai sejarah. Di tempat ini saya menikmati senja, yang berlanjut pada Light & Sound Show di malam harinya. Ketiga piramida besar di Giza ini disulap jadi warna-warni berkat permainan lampu canggih yang sangat cantik!

 

Baca juga :

               Sekali Lagi, Masyarakat Indonesia Disuguhi ‘Hiburan’ Penuh Ironi

               Hal yang Harus Diperhatikan Saat Datang ke Acara Buka Bareng

 

Tak Semua yang Bertampang “Arab” itu Muslim!

Keesokan harinya saya berkunjung ke Coptic Cairo. Di daerah ini terdapat sebuah gereja bersejarah dan Museum Coptic. Gerejanya merupakan tempat di mana Mariam dan Yesus (atau Maria dan Isa) bersembunyi saat lari dari Israel. Walaupun saya bukan penganut Kristen, terbayang dong bagaimana merindingnya saya saat mengetahui tempat di mana saya berpijak kala itu pernah ditinggali oleh dua sosok paling bersejarah di muka bumi.

Karena itu Minggu pagi, ada sebuah sembahyang yang digelar di gereja tersebut. Saya tertarik masuk karena baru pertama kalinya saya melihat ibadah Kristen yang dilakukan dalam bahasa Arab. Saat duduk si salah satu bangku, saya melirik ke arah Alkitab yang dipegang oleh seorang wanita berkerudung. Dengan simbol salib di atasnya, Alkitab itu pun tertulis dalam huruf Arab. Saya memetik pelajaran penting pagi itu, bahwa tak semua orang bertampang Timur Tengah itu beragama Muslim, dan huruf Arab bukanlah hurufnya orang Islam saja.

Perjalanan saya lanjutkan ke “kampung Islam” alias Cairo Citadel. Di sini saya masuk ke Masjid Mohamed Ali yang bagunannya superromantis. Begitu cantik, indah, dan saat itu saya berpikir inilah masjid terkeren yang pernah saya lihat di hidup saya. Arsitekturnya membuat saya speechless. Tak cuma itu, distrik ini juga mempunyai Khan El-Khalili, sebuah pasar tradisional Mesir yang buka hingga larut malam. Saya menghabiskan berjam-jam untuk melihat pernak-pernik yang ada di sini, menawar hingga harga terendah, dan membawanya pulang. Mulai dari permadani dan “lampu ajaib” ala film Aladdin, topi khas Mesir, hingga suvenir piramida dan kain tradisional tersedia di sini. Cocok buat Anda yang ingin mengajak si dia berbelanja!

 

Tersesat di Kota Kelahiran Cleopatra

Setelah tiga malam berada di Kairo, saya melanjutkan langkah saya ke Alexandria, sebuah kota di pesisir Mediterania yang merupakan tempat kelahiran dan kematian Cleopatra VII, sang ratu tersohor itu. Dari Ramses Station di Kairo saya menaiki kereta eksekutif seharga 35 pound (Rp56.000) yang sangat bersih, wangi, dan nyaman. Sesampainya di Alexandria, tentu saya langsung terpukau dengan keindahan Laut Mediterania yang membentang tepat di depan mata. Saya tidak percaya bahwa saat itu saya berdiri di pesisir laut yang membelah Afrika dan Eropa!

Saya mengunjungi Biblioteca Alexandrina, perpustakaan terkeren di dunia dengan arsitektur modern dan megah serta koleksi buku mengagumkan. Saya menghabiskan sepanjang sore di sini, menyusuri lorong demi lorong untuk mencari tahu sejarah Cleopatra dan ketiga pria terkenal dalam hidupnya: Alexander The Great, Julius Caesar, dan Mark Antony.

Saya lalu berjalan kaki dari perpustakaan ini menuju Citadel of Qaitbey, benteng pertahanan Alexandria yang berdiri megah di pesisir barat. Jaraknya cukup jauh dari perpustakaan, sekitar 45 menit. Namun saya tidak merasa lelah karena pemandangannya keren sekali! Berbagai bangunan tua khas Eropa warna-warni terhampar di tengah suara debur ombak Laut Mediterania. Di benteng tersebut, saya menyaksikan Alexandria dari atapnya, dan itu merupakan salah satu pemandangan paling indah yang pernah saya saksikan!

Memang tidak banyak yang bisa dilihat di kota kecil ini. Saya sendiri cuma habiskan 36 jam untuk menyusuri seluruh sudutnya. Namun walaupun tak banyak objek wisatanya, kota ini wajib didatangi karena cantik sekali! Saya menutup perjalanan di kota ini dengan mengunjungi Catacombs of Kom El Shoqafa, kuburan Mesir kuno yang terletak di terowongan bawah tanah. Huruf hieroglif dan peti mati bangsa kuno tersebut saya lihat semuanya di sini! Bahkan konon, tempat ini kerap digunakan oleh Cleopatra untuk “berkencan” dengan para kekasih gelapnya.

 

TIP TRIP SERU DI MESIR

  • Mau nongkrong di Kairo? Anda punya dua pilihan tempat: Maadi’s Road 9 atau Zamalek. Keduanya merupakan distrik yang dipenuhi anak muda dengan beragam restoran internasional dan lokal yang hip. Zamalek lebih indah karena terletak di Gezira, sebuah pulau di tengah Nil, sungai terpanjang di dunia itu!
  • Berkunjung ke Alexandria, Anda harus siap mental. Mengapa? Tidak ada taksi yang memakai argometer. Tidak mahal sih, tapi harusnya Anda bisa membayar lebih murah. Tip dari saya, jangan menegosiasi harga saat mau masuk karena itu akan menunjukkan Anda tak tahu harga standardnya. Langsung masuk saja, dan bayarkan 5 pound (Rp8.000) untuk berpindah dari satu destinasi ke destinasi lain yang cukup dekat. Jika agak jauh, beri 10 pound. Tarif termahal Anda: 20 pound (Rp32.000). Kalau ada yang meminta lebih dari itu, Anda ditipu.
Tags Traveling

About The Author

Zulfikar Fahd 20
Novice

Zulfikar Fahd

Travel writer.
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel