Kotaku, Kota Panrita Lopi

7 Jun 2015 18:02 4095 Hits 0 Comments
Ketika anda memasuki Kabupaten Bulukumba, disepanjang jalan anda akan menemukan banyak Tulisan "Bulukumba Berlayar". Ini sebagai salah satu ciri khas masyarakat Bulukumba.

Salah satu identitas pengenal suku bugis di Nusantara adalah Perahu Pinisi-Nya. Yaitu perahu yang terbuat dari kayu yang memiliki 2 tiang layar utama dan 7 helai layar. Perahu Pinisi ini, berasal dari suku bugis Sulawesi Selatan, Kabupaten Bulukumba, Kecamatan Bonto Bahari, desa Bira. (Tempatnya agak jauh dari rumah penulis).

Foto yang tertera dalam artikel ini, tempatnya adalah ditengah Bundaran Bulukumba. Ini sebagai salah satu lambang kemegahan “Butta Panrita Lopi”. Letaknya yang berada dijantung kota Bulukumba melambangkan bahwa sebagian besar masyarakat yang bermukim diwilayah ini adalah pelaut dan bermata pencaharian sebagai nelayan.

Lokasi yang strategis menjadikan tempat ini sebagai tempat berkumpulnya kawula muda Bulukumba, sebagai pusat kegiatan pementasan seni pada akhir pekan oleh sebagian seniman, baik seniman dari Bulukumba itu sendiri maupun seniman dari luar Bulukumba.

Beberapa hal yang terkait dengan Perahu Pinisi akan diceritakan dalam artikel ini.

1. Sejarah Perahu Pinisi Nusantara

Menurut naskah Lontarak I Babad La Lagaligo pada abad ke 14, Phinisi pertama kali dibuat oleh Sawerigading, Putera Mahkota Kerajaan Luwu untuk berlayar menuju  negeri Tiongkok ketika hendak meminang Putri Tiongkok yang bernama We Cudai. Sawerigading berhasil ke negeri Tiongkok dan memperisteri Puteri We Cudai. Setelah beberapa lama tinggal di negeri Tiongkok, Sawerigading kembali ke kampung halamannya dengan menggunakan Phinisinya ke Luwu. Ketika hendak memasuki perairan Luwu, Phinisi diterjang gelombang besar dan terbelah tiga. Bagian badan perahu terdampar di Dusun Ara, layarnya mendarat di Tanjung Bira dan isinya mendarat di Tanah Lemo. Masyarakat ketiga desa tersebut kemudian merakit pecahan perahu tersebut.

Peristiwa itu seolah menjadi pesan simbolis bagi masyarakat desa Ara untuk mengalahkan lautan dengan kerjasama. Sejak kejadian itu, masyarakat Ara mengkhususkan diri sebagai pembuat perahu. Masyarakat Bira belajar perbintangan dan tanda-tanda alam. Sedangkan masyarakat Lemo menjadi pengusaha yang memodali dan menggunakan perahu tersebut. Tradisi pembagian tugas yang berlangsung bertahun-tahun ini akhirnya berujung pada pembuatan perahu kayu tradisional yang disebut Perahu Pinisi.

2. Pembuatan Perahu Pinisi

Dalam proses pembuatan Perahu Pinisi, bukanlah hal sepele yang bisa dilakukan kapan saja. Ada banyak perhitungan sebelum memulai pembuatan Perahu Pinisi. Pembuat perahu harus menghitung hari baik untuk memulai pencarian kayu sebagai bahan baku. Berdasarkan keyakinan masyarakat setempat biasanya hari baik tersebut jatuh pada hari ke lima dan hari ke tujuh pada bulan yang berjalan. Angka lima (“naparilimai dalle'na”) berarti rezeki sudah di tangan. Sedangkan angka tujuh (“natujuangngi dalle'na”) memiliki arti selalu dapat rezeki. Setelah dapat hari baik, lalu kepala tukang yang disebut ("punggawa") memimpin pencarian bahan-bahan pembuat perahu.

Keyakinan mistis terhadap mitologi kuno itu masih kental dalam setiap proses pembuatan perahu Phinisi. Diawali dengan sebuah ritual kecil, perahu Phinisi dibuat setelah melalui upacara pemotongan lunas. Upacara itu dipimpin seorang pawang perahu yang disebut “Panrita Lopi”. Berbagai sesaji menjadi syarat yang tak boleh ditinggalkan dalam upacara ini, seperti semua jajanan harus terasa manis dan seekor ayam jago putih yang masih sehat. Jajanan sebagai simbol agar perahunya kelak mendatangkan keuntungan yang tinggi. Sedikit darah dari ayam jago putih ditempelkan ke lunas perahu. Ritual itu sebagai simbol harapan agar tak ada darah tertumpah di atas perahu yang akan dibuat. Kemudian, kepala tukang memotong kedua ujung lunas dan menyerahkan kepada pemimpin pembuatan perahu. Potongan ujung lunas depan di buang ke laut sebagai tanda agar perahu bisa menyatu dengan ombak di lautan. Sedang potongan lunas belakang di buang ke darat untuk mengingatkan agar sejauh perahu melaut maka dia harus kembali lagi dengan selamat ke daratan. Pada bagian akhir, “Panrita Lopi” membacakan doa-doa ke hadapan Sang Pencipta.

3. Perahu Pinisi Nusantara mampu mengarungi Tujuh Samudera

Perahu Phinisi Nusantara memiliki nama yang melegenda dan hampir semua pelaut di tanah air tahu. Phinisi Nusantara memang telah mencatat pelayarannya yang bersejarah saat berhasil menyeberangi Samudera Pasifik untuk menuju Vancouver, Kanada. Samudera yang terkenal ganas ini berhasil ditaklukan oleh sebuah perahu yang terbuat dari kayu, yaitu Phinisi Nusantara. Meskipun pada awal misi pelayaran banyak diragukan oleh orang, tapi Kapten Gita Ardjakusuma beserta 11 orang awak kapalnya berhasil menyelesaikan tugas ini dengan baik. Rintangan pada jalur pelayaran yang terkenal berbahaya di Samudera Pasifik dapat diatasi dengan baik hingga Phinisi Nusantara merapat dengan selamat di Vancouver.

Perahu Pinisi telah melambungkan nama Indonesia di mata Internasional. Ini sebagai bukti kehebatan Bangsa Indonesia di mata Dunia. Sudah Selayaknya kebanggan ini dijaga dan dilestarikan. Para pemuda desa Ara, banyak yang tekun mempelajari pembuatan Perahu Pinisi ini, dan Pemuda Bira banyak yang memperdalam ilmunya dengan masuk sekolah Pelayaran. Semua ini adalah untuk dikenang oleh generasi mendatang.

Tags

About The Author

Arwin Darwis 30
Ordinary

Arwin Darwis

Setidaknya, ada keinginan untuk BERKARYA. .
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel