Jakarta. Ibu kota sekaligus kota metropolitan paling besar di Indonesia ini selain identik dengan kehidupan gemerlap dan hedonisme kota besar, macet, dan beragam masalah sosial lain, juga selalu dibayangi dengan bencana alam banjir yang seakan menjadi langganan. Sebenarnya apa sih penyebab banjir di Jakarta yang selama bertahun-tahun menjadi langganan ini?
Ibu kota kembali terendam. Pada tahun ini sebanyak 23 kelurahan di Jakarta tercatat terandam bencana alam banjir. Air dengan lumpur dan sampah terlihat menggenangi jalan-jalan utama, serta rumah dan perkampungan warga. Akibatnya bukan hanya kemacetan panjang sejak pagi tadi dan membuat aktivitas Ibu Kota terhambat, namun jumlah warga di pengungsian semakin bertambah. Kali ini, apa penyebab banjir setelah sempat surut beberapa waktu lalu? Apakah banjir kiriman seperti sebelumnya, atau akibat hulu sungai yang tak mampu menampung kapasitas air hujan?
Pertanyaan diatas yang juga menjadi tanda tanya bagi warga Jakarta, coba dijawab oleh Pakar hidrologi dari Universitas Indonesia, Firdaus Ali yang mengatakan "banjir kali ini dipicu oleh hujan lokal." Diungkap oleh Ali, penyataanya bahwa penyebab bencana alam banjir di Jakarta hari ini karena hujan lokal dapat dilihat dari perbandingan intensitas hujan di hulu dan hilir serta status pintu air. "Curah hujan di hulu tidak besar. Katulampa saja siaga 4. Jadi ini memang hujan lokal," tegas Ali saat seperti disadur dari Kompas.com.
Dan memang, melihat dari data yang dikumpulkan oleh Badan meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, area Jabodetabek menunjukan angka curah hujan yang cukup tinggi pada Selasa (28/1/2014) kemarin Beberapa warga Ibu Kota pun sebenarnya telah cukup waspada pada hujan yang mengguyur deras sejak Selasa malam. Terlihat di beberapa lokasi yang berdekatan dengan kali atau sungai, warga mulai membuat barikade sederhana untuk menahan air yang siap meluap. Namun hal tersebut rupanya sia-sia bila melihat bencana alam banjir tetap saja menggenangi rumah-rumah serta jalanan Jakarta.
Â
Baca juga :
         Ayam Goreng Sambal Mertua ala Restoran Ruang Tengah yang Patut Dicoba
         Hemat Konsumsi Daya Baterai Laptop Windows 10 Anda dengan 7 Cara Berikut ini
Â
Tercatat dalam Badan meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, wilayah Jakarta dengan curah hujan tertinggi adalah Kedoya (135 mm), Halim Perdana Kusuma (120,8), Manggarai (117,8), dan Pasar Minggu (108,5). Dan untungnya di wilayah hulu seperti Curug (38 mm) dan Citayam (42mm) curah intensitas hujan termasuk rendah hingga tak terjadi bencana alam banjir besar seperti minggu lalu. Badan meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika atau BMKG merilis keterangan dalam situs laman resminya pagi tadi bahwa penyebab hujan lokal sangat lebat yang terjadi pada Selasa malam ialah adanya pumpunan awan di wilayah sebelah barat Sumatera. Hujan lokal sangat deras, namun berlangsung tak lama. Walau begitu tetap saja banjir kembali menggenangi Jakarta pagi tadi. Ini menunjukan buruknya kondisi resapan di Jakarta akibat pola pembangunan yang tak sesuai, ditambah dengan sistem drainase dan juga kondisi sungai dan waduk. Hal ini menjadikan banjir di Kota Jakarta pada tahun ini menjadi banjir terbesar sepanjang sejarah. Padahal pemerintah Kota Jakarta telah melakukan perombakan besar-besaran pada waduk dan sistem drainase yang ada di Jakarta, walaupun belum sepenuhnya selesai.
Diungkap pula oleh Firdaus, walau bencana alam banjir kali ini disebabkan oleh hujan lokal yang lebat di beberapa daerah Jakarta, namun tak dapat dipungkiri bahwa salah satu faktor paling kuat penyebab banjir ialah terbatasnya ruang hijau. Kini Jakarta hanya memiliki 9,8 persen area hijau, dan dijamin tak akan mampu menjadi area penyerapan air yang maksimal. Konsekuensinya ketika hujan lokal dengan intensitas tinggi terjadi, maka air akan meluap ke permukaan.
Mengandalkan waduk, sungai, dan drainase untuk menampung serta mengalirkan air pun bukan solusi yang maksimal, pasalnya kondisinya sangat jauh dari ideal. Sebagai contoh, lebar Ciliwung kini jauh berkurang. Di beberapa wilayah lebarnya menyempit hingga hanya 7 meter. Melihat hal itu, kata Firdaus, penanggulangan bencana alam banjir harus dilakukan dengan memperbaiki drainase dan mengembalikan fungsi sungai dan waduk serta menambah wilayah resapan air. Kota Jakarta memang harus terus memperbaiki sistem drainase kota untuk mencegah bencana alam banjir yang akan terus terjadi tiap tahunnya. Disamping itu pemerintah juga harus memperhitungkan banjir maksimal yang bisa terjadi. [HMD]