Di bulan April lalu perusahaan software Cogito sedang mempersiapkan aplikasi smartphone yang bisa mendeteksi gejala depresi dan post-traumatic stress disorder (PSTD). Pembuatan aplikasi ini salah satu pemicunya adalah bom yang meledak di Boston pada 15 April lalu. Bom tersebut membunuh tiga orang dan mencederai ratusan orang. Dari sinilah percobaan-percobaan dilakukan pada orang-orang yang menjadi korban ledakan tersebut.
Percobaan ini sponsori Defense Advance Research Project Agency (DARPA) dan dibawah Detection anda Computational Analysis of Psychological Signal Program. Penelitian yang mereka lakukan dialamatkan pada jumlah masalah psikologis bagi orang-orang yang aktif di dunia militer dan untuk yang sudah veteran. Departemen pertahanan America mencoba mencari teknologi yang bisa mengidentifikasi resiko secara individul agar orang yang profesional bisa menolong mereka.
Cogito yang berbasis di Boston MIT mengembangkan aplikasi smartphone yang bisa melacak prilaku seseorang dan karekter vocalnya. Aplikasi memonitor lokasi telepon, waktu dan juga log panggilan dan SMS. Kemudian Cogito dengan alat analisis suaranya dan dimasukkan kedalam satu direktori. Kedepannya direktori tersebut yang akan di analisi oleh aplikasi. Untuk memperkuat analisis, pengguna bisa mengisi questioner mengenai mood mereka.
Satukan data yang didapat dari aplikasi ini dan Anda akan bisa mengetahui banyak tentang seseorang. Terkadang orang yang mengalami depresi atau strees tidak sadar kalau dia dalam keadaan depresi atau tidak mau mengakuinya. Dan ini bisa dilihat saat dia tidur, terisolasi secara sosial, mood-nya dan terisolasi secara fisik dan ini merupakan tanda-tanda yang jujur. Data-data inilah yang nantinya lacak oleh aplikasi. Bila kedepannya aplikasi ini bisa berjalan lancar maka dokterpun bisa ikut campur masalah psikis seseorang dan memberikan informasi kepada subjek.
Semua ini seperti aplikasi yang indah dan bisa mengungkapkan rahasia emosional Anda. Namun, beberapa orang merasa aplikasi ini mengusik privasi orang-orang . Bila aplikasi dibuat secara komersial maka pengguna akan terus merasa diawasi. Perlu jaminan hukum pengguna akan menguasi aplikasi ini secara personal, tidak terbagi dengan orang lain. Misalnya, pengguna berhak memilih berbagi data atau tidak dengan dokter atau dengan profesional lain.
Beberapa pertanyaan penting yang masih menjadi perhatian tim mengenai depresi dan PTSD. Apa timbal baliknya? Orang yang bagaimana baik-baik saja mengalami kejadian seperti pemboman? Apa yang terjadi pada orang yang rentan mengalami PTSD. Sampai saat ini perusahaan masih berupaya merumuskan pertanyaan-pertanyaan ini.
Durkheim Project yang juga di danai oleh DARPAlebih men-spesifikkan diri pada resiko bunuh diri veteran militer. Mereka memprediksi resiko bunuh diri dengan menganalisis SMS, postingan di jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter. Bedanya dengan Cogito, dia tidak hanya mengenalisis teks saja tetapi juga suara. Jadi data yang didapatkan akan lebih banyak dan kemungkinana lebih akurat.
Software voice-analisis Cogito, Cogito Dialog, memonitor karakteristik vocal seperti tingkat kegembiraan dan ketidak stabilan suara. Yang menjadi masalah adalah, gaya bahasa seseorang berbeda-beda tergantung lingkungannya. Jadi ketepatan mendeteksi kegembiraan atau ketidak stabilan suara menjadi lebih sulit. Jadi, aplikasi ini harus terlebih dahulu mempelajari kebiasa gaya bahasa seseorang dan memonitor perubahannya. Jadi aplikasi tidak akan secara instan bisa menghasilkan data untuk dianalis.
Tim pembuat aplikasi ini yakin dengan pengalaman pemboman di Boston pada 15 April 2013 lalu menjadi salah satu sumber data yang tepat. Ditambah lagi, aplikasi dan gadget untuk fitnes dan olhraga yang terus berkembang saat ini. Memang aplikasi atau gadget tersebut memantau secara fisik. Tetapi itu cukup membantu sekali dalam pengembangan pemantauan secara psikologis. Apalagi saat ini banyak sekali ancaman bom, pembunuhan massal dan lain sebagainya. Traumatis dan depresi adalah salah satu efek yang juga mematikan.
Bahkan terkadang lebih berbahaya daripada efek fisik. Kita bisa lihat contohnya di Indonesia yang orang-orangnya saling balas dendam karena kampung atau komplek perumahannya terjadi pembunuhan. Tanpa berfikir jernih satu kampung rela menyerang kampung lain. Dan kampung yang diserang tidak senang dan membalas serang lagi. Tiada hentinya. Ini salah satu bentuk depresi. Belum lagi PTSD yang dialami anak kecil ketika daerahnya diserang atau saudara dan temannya menjadi korban. Dampak trumanya bisa sangat buruk. [RIC]