Smartphone dan tablet PC terbaru saat ini datang dengan menonjolkan prosesor dan kompatibilitas dengan jaringan nirkabel yang lebih cepat. Tetapi penelitian baru menunjukkan bahwa hambatan kinerja dari rata-rata gadget ketika menjalankan aplikasi berkapasitas besar, seperti Google Maps terhadap kecepatan membaca dan menulis pada media penyimpanan data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanpa mengubah bagaimana sebuah gadget menyimpan data, kecepatan prosesor dan jaringan nirkabel akan terbatasi.
Media penyimpanan data dalam hal ini didefinisikan secara keseluruhan, dalam artian saling berkesinambungan kinerjanya antara internal storage, memory card, dan RAM (Random Access Memory).
Para peneliti, dari labs of electronics manufacturer NEC menyatakan bahwa pengguna umumnya menghabiskan banyak waktu utnuk menggunakan aplikasi semacam ini, tetapi sebagian besar dari waktu yang dihabiskan adalah untuk menunggu loading halaman web atau menunggu loading /refresh tampilan aplikasi. Peneliti menemukan bahwa media penyimpanan data ini terkunci sehingga menyebabkan bottleneck atau kemacetan pada rata-rata perangkat mobile.
"Sistem media penyimpanan data pada perangkat mobile membutuhkan perubahan yang lebih segar", ungkap mereka. Perkembangan prosesor dan jaringan nirkabel lebih cepat akan sia-sia apabila hal ini tidak diperhatikan.
Konklusi dari para peneliti ini hadir setelah mereka melakukan tes performa beberapa aplikasi populer, seperti Google Maps, Angry Birds dan web broser Android pada smartphone ber-OS Android. Hasil tes menunjukkan performa aplikasi tersebut terhambat oleh media penyimpanan data yang ada pada gadget.
Tes dilakukan pada aplikasi dan delapan memory card yang berbeda dari beberapa produsen, mereka bertukar delapan memory card tersebut untuk melihat apakah mereka membuat aplikasi lebih atau kurang responsif. Perangkat Android biasanya mengandalkan chip media penyimpanan data internal (internal storage) ketika menjalankan aplikasi, tetapi pada percobaan ini para peneliti melakukan sedikit tweak pada OS untuk mengandalkan memory card. Para peneliti juga mengatakan bahwa temuan tersebut juga berlaku untuk internal storage yang memiliki sifat serupa.
Beberapa hasil dari penelitian media penyimpanan data ini cukup mengejutkan. Aplikasi Gmail memiliki performa tiga kali lebih cepat saat berjalan pada memory card terbaik dibandingkan dengan memory card yang terburuk, aplikasi Twitter berjalan dua kali lebih cepat pada memory card terbaik. Sementara web browser Android diuji dengan mengakses dan memuat 50 halaman situs yang berbeda, satu demi satu, dan performa tiga kali lebih cepat pada memory card terbaik. Pengujian dilakukan pada smartphone Nexus One yang berjalan pada OS Gingerbread.
Ketika tes dilakukan dengan menggunakan Internet kabel untuk mensimulasikan koneksi 10 kali lebih cepat daripada WiFi, aplikasi tidak berjalan menjadi lebih responsif. Peneliti mengharapkan kinerjanya sedikit meningkat dengan koneksi yang lebih dipercepat, tetapi ternyata hal itu tidak terjadi.
Menurut peneliti, masalahnya adalah terletak pada kinerja memori non-volatile (RAM) yang digunakan di dalam gadget dan kinerja memory card. Spesifikasi produk menyatakan bahwa chip ini dapat membaca dan menulis data lebih cepat dari prosesor atau jaringan nirkabel, tetapi dalam prakteknya mereka tidak bisa.
Hal ini karena tolak ukur yang digunakan mengkategorikan memori adalah untuk membaca atau menulis bits data pada disk secara berurutan, tapi dalam realitasnya banyak dari aplikasi populer mengakses bits dengan cara yang tidak atau kurang berurutan. Kelemahan tersebut juga diperbesar dengan kenyataan bahwa banyak aplikasi menggunakan data management code yang sangat bergantung pada akses data secara acak atau tidak berurutan.
Para peneliti NEC menguji beberapa strategi yang dapat membatasi bottleneck media penyimpanan data pada kinerja aplikasi. Hasil menunjukkan bahwa aplikasi menjadi empat kali lebih cepat ketika mereka dipaksa untuk menggunakan sistem caching data yang berbeda. Hal itu menunjukkan bahwa pilihan desain pengembang aplikasi juga dapat mengurangi hambatan media penyimpanan data, meskipun strategi menghilangkan hambatan ini akan memerlukan perubahan pada OS maupun hardware.
Para peneliti menyatakan bahwa mereka juga tidak tahu bagaimana performa Apple iPhone saat menjalani tes serupa. Perangkat Apple hanya menggunakan media penyimpanan data internal. Teknologi mereka mirip dengan yang digunakan oleh perangkat Android, namun Apple iOS dan aplikasi-aplikasinya dibangun untuk menyimpan data dengan cara yang berbeda.
Para peneliti mengatakan, mereka belum menguji apakah pengguna menyadari dan terganggu, atau bahkan peduli dengan adanya bottleneck akibat dari media penyimpanan data ini atau tidak. Tetapi mereka memberi catatan bahwa sebagian besar tes yang mereka lakukan adalah dengan mereplikasikan bagaimana orang menggunakan aplikasi mereka. Misalnya untuk Google Maps, mereka menghitung berapa lama mendapatkan hasil setelah memilih fungsi find directions, tentu pengguna akan merasa terganggu dengan keterbatasan tersebut. Pengguna pasti akan memilih menunggu selama 5 detik daripada 20 detik untuk mengakses fungsi tersebut. Hanya saja kemungkinan pengguna tidak mengetahui sebenarnya perangkat mereka bisa melakukan hal tersebut, tetapi dihambat oleh sistem media penyimpanan data yang masih belum maksimal. [RY]