Labirin Tak Berujung - Part 4

27 Sep 2016 13:27 7846 Hits 3 Comments
Kesendiriannya dulu yang cukup panjang dan sempat membuat Bimo mendapat julukan “lajang homo” dari sahabat karibnya Binsar dan kawan-kawannya yang lain, berhasil dia buktikan kalau akhirnya bisa juga dia memiliki sebuah keluarga seutuhnya.

 

Baca sebelumnya Labirin Tak Berujung - Part 3

 

Hari Bersejarah

 

Labirin Tak Berujung - Part 4

 

Seminggu setelah pertemuan Bimo dan Dira di night club terkenal di pusat kota Jakarta, mereka berjumpa lagi. Kali ini Bimo yang terbang ke Surabaya mengunjungi Dira. Setelah itu mereka tidak pernah lagi bertemu.

Hampir setahun berlalu sejak pertemuan terakhir mereka di rumah Dira, kini mereka bertemu kembali di pernikahan sakral Bimo dengan Yanti, yang ternyata masih kakak kandung Ario, suami Dira.

Hari itu menjadi hari yang bersejarah buat Bimo. Hari dimana ia akan memulai hidup baru bersama dengan seseorang setelah tiga puluh dua tahun ia menikmati kesendiriannya. Ia terharu. Tak terasa air matanya mengalir.

Air mata bahagia juga terlihat di pipi ibunda Bimo saat melihat dan mendengar sumpah setia yang dikumandangkan anaknya kepada perempuan yang akhirnya sah menjadi menantunya. Sang bunda teringat dengan suaminya yang tidak sempat melihat momen bahagia ini.

Yanti sendiri sebenarnya bukan cinta sejati Bimo. Cinta sejatinya sudah diberikan kepada orang lain, dan orang lain itu adalah Dira. Ia terlanjur cinta mati dengan Dira. Kelemahannya yang tidak berani mengungkapkan perasaan cintanya kepada Dira, ternyata membawa ia semakin jauh dari cinta sejatinya. Cinta itu akhirnya terenggut dan tidak akan pernah lagi dia miliki.

 

Awal hubungan Bimo dengan Yanti dimulai saat Dira memberitahukan kepada Bimo di kafe milik Bimo bahwa kakak iparnya belum menikah. Dira bermaksud menjodohkan Bimo dengan Yanti, apalagi saat itu mereka masih sama-sama single. Setelah melewati perdebatan panjang, akhirnya Bimo bersedia. Ia pun berangkat ke Surabaya. Bimo dan Yanti akhirnya bertemu. Mereka dipertemukan di rumah Dira.

Bimo berusaha membuka lembaran baru kehidupannya dengan menikahi Yanti. Ia berfikir meski tidak bisa lagi memiliki Dira, tapi setidaknya masih bisa dekat dengannya, meskipun hanya untuk memandang saja.

Pertemuan Bimo dengan Yanti yang cukup intens, membuahkan hasil. Yanti bersedia dinikahi Bimo. Selain karena pengorbanan Bimo yang hampir seminggu sekali bolak-balik Jakarta – Surabaya, umur Yanti yang lebih tua setahun dari Bimo juga menjadi alasannya. Yanti pun bersedia setelah menikah tinggal di Jakarta.

 

Pernikahan sakral tersebut bukan saja menjadi hari bersejarah bagi Bimo dengan Yanti, ternyata juga menjadi hari bersejarah buat Dira. Sebulan setelah perjumpaan Bimo dengan Yanti di rumah Dira, Dira ternyata positif hamil. Kabar gembira tersebut disambut dengan air mata bahagia oleh kedua belah pihak.

Saat pernikahan Bimo dengan Yanti, Dira tengah hamil besar. Dan pada saat resepsi malam harinya, terjadilah kericuhan...

“Dira, wajah kamu koq pucat? Kamu nggak kenapa-kenapa kan?” Ario memandang wajah istrinya dengan panik. Wajah Dira yang memutih bak mayat hidup membuat dirinya ketakutan.

“Duuhh, Beeb! Perutku mules! Kayaknya kita harus ke rumah sakit, deh.” Dira mulai kesakitan. Ia mencoba berdiri sambil tangannya memegang perutnya yang besar.

“Astaga, Beb! Apa sudah waktunya partus*? Bukannya masih seminggu lagi?” Ario ikut-ikutan berdiri memegang istrinya yang mencoba berjalan ke luar gedung resepsi.

*) partus = melahirkan

“Dokter bilang juga begitu. Tapi ini koq tambah sakit ya?” Dira berjalan tertatih-tatih.  

“Ya sudah kalau begitu, yuk kita berangkat sekarang!”

“Adduuhh...” Dira mengerang kesakitan. Teriakan Dira membuat tamu undangan yang berada dekat mereka spontan melonjak kaget dan menoleh ke arah mereka.

Saat itu posisi duduk Dira sebenarnya berada di belakang. Sebelum kejadian, Dira dan Ario tengah menikmati hidangan. Akibat teriakan Dira yang memicu kehebohan di belakang, ternyata menjalar sampai ke depan resepsi dan bahkan sampai ke telinga Bimo dan Yanti. Mereka berdua ikut-ikutan panik tapi tidak bisa berbuat apa-apa.

Bersama dengan beberapa anggota keluarga dari Ario dan Dira, mereka akhirnya sampai di rumah sakit dan langsung dibawa ke ruang persalinan. Dira ternyata sudah bukaan tiga. Alhasil Dira dan Ario tidak bisa kembali lagi ke tempat resepsi, melainkan harus menginap di rumah sakit.

 

Esok harinya, seorang bayi mungil berjenis kelamin laki-laki hadir ke dunia. Ario dan Dira menamai anaknya...., Marcel.

 

 

Indahnya Kebersamaan

 

Labirin Tak Berujung - Part 4

 

Keinginan Dira untuk bisa kembali ke Jakarta akhirnya menjadi kenyataan. Dua tahun Ario harus berjuang mengurus perpindahannya agar bisa menjadi dokter di sana. Kini Ario resmi bekerja di sebuah rumah sakit terkenal di kawasan elit di selatan Jakarta.

“Bikin tambah macet kota Jakarta saja.” Canda Satria saat mengetahui kakaknya kembali tinggal di Jakarta memboyong keluarga mungilnya.

Atas dasar keinginan ibunya Dira, mereka bertiga diijinkan tinggal bersama di rumah orang tuanya Dira. Ingin selalu melihat cucu pertamanya tumbuh besar menjadi alasan kuat bagi sang bunda mengajak anak dan menantunya tinggal seatap.

Bagi Dira, kembalinya ia ke Jakarta seperti menemukan potongan puzzle yang hilang. Bukan saja ia bisa bersama dengan keluarga besarnya, tapi ia juga bisa dekat dengan Bimo, mantan kekasihnya yang kini malah menjadi abang iparnya.  

Antara percaya dan tidak, tapi itulah kenyataannya. Bimo, yang sebenarnya sangat ia dambakan sebagai pasangan sehidup sematinya, ternyata bukanlah jodohnya. Kekecewaan kadang terbersit di hatinya, tapi ia tidak kuasa melawan takdir Tuhan. Suratan itu justru menjadi milik Yanti sekarang.

 

Kini Dira sudah mulai menerima keadaan, apalagi dengan kehadiran buah hatinya yang diberi nama Marcel. Wajah mungil bayi yang tampan itu telah mencerahkan hati Dira, belum lagi dengan tingkah polahnya yang lucu dan menggemaskan. Dira merasa bersyukur akhirnya bisa juga memiliki seorang anak setelah tiga tahun dua bulan lamanya ia bersabar. Tak terasa sekarang bayi mungilnya pun sudah berumur dua tahun.

Rasa syukur itu membuat Dira tidak merasakan kesusahan saat harus bangun pagi-pagi menyusui anaknya, atau pada saat ia sudah memandikan dan memakaikan Marcel baju, lima menit kemudian Marcel ngompol. Dira benar-benar enjoy, ia sepertinya tidak mau kehilangan momen nikmatnya menjadi seorang ibu yang seutuhnya. Ia melakukannya seorang diri tanpa bantuan babby sitter.

“Nggak apa-apa ma, aku memang tidak butuh babby sitter. Aku bisa sendiri koq. Lagian kan ada Siti, pembantu mama. Jadi kalau perlu bantuan, aku bisa minta tolong Siti.” Begitu kilah Dira saat ibunya menyarankan agar dia menyewa babby sitter khusus untuk menjaga cucu kesayangannya.

“Iya, tapi kamu kan tahu sendiri, Siti kerja pulang hari. Jam 5 sore dia sudah pulang. Maksud mama biar ada yang bantu kamu saat malam hari, jadi kamu nggak perlu repot-repot lagi.”

“Tapi aku nggak merasa repot koq, ma. Justru aku enjoy banget malah. Kayaknya untuk sekarang ini belum perlu deh.”

“Yah, sudahlah. Kalau memang kamu merasa senang, baguslah nak. Sebenarnya mama juga masih bisa membantu kamu. Bilang saja ya kalau kamu perlu bantuan mama.”

“Siap ma. Mama tenang saja. Pokoknya semua pasti baik-baik saja. OK ma?”

Mama mengangguk sambil tersenyum lebar. Ia senang mengetahui anak perempuan-nya telah menjadi istri yang mandiri dan tidak manja.

Begitulah hari-hari Dira. Kesibukannya mengurus suami dan buah hatinya ternyata menjadi bunga-bunga yang indah baginya. Dia tidak merasa tertekan apalagi merasa susah, justru membuat dia semangat menikmati hidup. Ia merasa diberkati.

 

 

Kesempurnaan Cinta

 

Labirin Tak Berujung - Part 4

 

Lengkap sudah kehidupan Bimo saat ini. Menjadi pengusaha kafe yang sukses, memiliki istri yang cantik dan baik serta memiliki anak yang tampan telah menyempurnakan hidupnya. Lagu kesukaannya “Sempurna” yang seringkali ia nyanyikan ternyata menjelma nyata dalam kehidupannya.

Kesendiriannya dulu yang cukup panjang dan sempat membuat dia dapat julukan “lajang homo” dari sahabat karibnya Binsar dan kawan-kawannya yang lain, berhasil dia tepis dan buktikan kalau akhirnya bisa juga dia memiliki sebuah keluarga seperti layaknya mereka yang pernah menghina dia dulu.

Karir Bimo yang cemerlang sebagai pengusaha menambah lengkap kesempurnaan hidupnya. Kekayaan dan materi dunia seolah-olah datang dan mengejar dirinya, bukan sebaliknya.  

Mendapat kabar Yanti hamil dua bulan setelah mereka menikah semakin membuat wajahnya berseri-seri. Ia merasakan hidupnya jauh lebih baik dari sebelumnya. Masa lalunya seperti bayar harga pada dirinya. Tak putus-putusnya ia bersyukur.

Masih teringat kuat di ingatan Bimo saat almarhum ayahnya pernah meyakinkan dirinya kalau suatu saat dia akan menikah. Saat itu ayahnya sedang sakit keras. Doa ayahnya akhirnya menjadi kenyataan, namun sayangnya ayah Bimo tidak dapat ikut merasakan kebahagiaan itu.

Kini kehidupan cinta Bimo semakin sempurna. Anak lelakinya yang diberi nama Brian, tak terasa sebentar lagi akan genap berumur setahun. Mereka pun memutuskan untuk merayakan hari ulang tahun anaknya di hotel mewah dengan mengundang keluarga besar Bimo dan Yanti, juga mengajak anak-anak panti asuhan berbagi kebahagian bersama mereka.

Marcel, anak Dira yang sudah berumur dua tahun tentu saja ikut diundang. Bimo dan Dira pun dipastikan akan bertemu kembali.

 

 

Cerita selanjutnya:

Teman lama Dira yang bernama Santi mengira Brian adalah adik kandung Marcel. Percakapan Santi dengan Dira yang membahas wajah Brian yang sangat mirip dengan wajah Marcel ternyata didengar Yanti. Yanti ternyata tidak suka.

Apa yang terjadi kemudian, tunggu cerita selanjutnya.

 

ilustrasi gambar diambil dari google image

 

 

Tags

About The Author

Arya Janson Medianta 47
Ordinary

Arya Janson Medianta

0813 7652 0559 (WA) Arya_janson@yahoo.com
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel