Indonesia dibangun dari sejarah panjang. Dibangun dari cucuran darah yang membasuh ibu pertiwi, diselingi dengan nada jerit pilu rakyat yang ditindas tirani, diiringi dengan perjuangan panjang yang tak pernah berhenti, disertai dengan doa yang terus dipanjatkan kepada Sang Penguasa Bumi.
Â
Jika dilihat dari perjalanan bangsa ini, ada banyak kisah tertuang ke dalam rangkaian sejarahnya, dimulai dari kejayaan kerajaan Majapahit di Nusantara yang nyaris menguasai hampir separuh Asia Tenggara. Kemudian, runtuhnya Majapahit yang disusul dengan kejayaan kerajaan Islam pada masa itu, hingga pada akhirnya petualang dari Eropa yang tergiur dengan suburnya tanah negeri ini, menetap dan mengeksploitasi mengeruk segala yang ada, baik dari sumber daya alam, sumber daya manusia, bahkan mengebiri hak-hak penduduk Nusantara sebagai manusia.
Â
Rentetan panjang sejarah bangsa ini dibangun dari kerja keras dan mimpi yang terus digenggam dan di upayakan realisasinya. Presiden pertama Indonesia, Bung Karno pernah berkata:â€Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak pernah melupakan sejarah bangsanya sendiri.†Sebuah pernyataan yang begitu melegenda, bahkan hingga kini. Tapi, apakah Anda sepakat dengan pernyataan Bung Karno tersebut? Atau Anda bagian dari orang yang menentang pernyataan tersebut? Apapun alasannya, itu adalah hak Anda, sepakat atau tidak.
Gambar via beritapintar.id
Tapi, kalimat Bung Karno di atas bisa menjadi bumerang untuk generasi saat ini yang memilih untuk 'Gagal Pahamâ€, bagaimana tidak, kita akan terus terkungkung dengan kebesaran sejarah bangsa ini, selalu terpaku dengan kejayaan di masa dulu, tanpa ingin melangkah maju, mengukir sejarah baru, lantas pada akhirnya, kebobrokan barulah yang lahir karena kepentingan sendiri. Tapi, lagi-lagi, tidak semua kebobrokan lahir di era saat ini, akan selalu ada, anak bangsa yang kemudian mengharumkan Nusantara, melalui berbagai cara dan jalan ceritanya.
Â
Dan sebelum terlalu jauh membahas mengenai sejarah dan dampak yang terjadi, dalam kesempatan ini penulis tidak akan membahas mengenai kemerdekaan, tetapi akan sedikit membahas sekelumit sejarah yang kemudian dituangkan ke dalam sebuah karya film, sebuah kreasi anak bangsa, yang sebenarnya juga tidak luput dari kritik pedas karena entah itu alur cerita yang tidak sesuai dengan realitanya, hingga aktor yang tampil tak prima.
Â
Beberapa film ini kita bisa melihat, bahwa ada perjuangan, ada perlawanan, ada darah dan tangis pilu, ada semangat juang, pantang menyerah dan segala pengorbanan yang melandasi kemerdekaan negara ini, terlepas apakah film tersebut sudah dibuat dengan mengadaptasi sejarah yang sebenarnya atau tidak. Karena kita harus meninjau semuanya dari segala sisi, tidak menelannya mentah-mentah, terlebih dari sejarah yang dikemas ke dalam karya fiksi, tapi kita harus mengapresiasi karya anak bangsa ini. Berikut beberapa film yang dirilis sepanjang tahun 2015 yang tidak menarik generasi muda bangsa ini.
Â
Jenderal Soedirman (2015)
Gambar via movie.co.id
Dilansir dari wowkeren.com, Jenderal Soedirman merupakan sebuah film biografi tokoh Jenderal Soedirman yang dikisahkan pada tahun 1946 sampai tahun 1949. Dalam alur ceritanya, Belanda menyatakan secara sepihak sudah tidak terikat dengan perjanjian Renville, sekaligus menyatakan penghentian gencatan senjata. Pada tanggal 19 Desember 1948, Jenderal Simons Spoor, Panglima Tentara Belanda memimpin agresimiliter ke-II menyerang Yogyakarta yang saat itu menjadi ibukota Republik. Soekarno-Hatta ditangkap dan diasingkan ke Pulau Bangka, sedangkan Jenderal Soedirman yang sedang dilanda sakit berat melakukan perjalanan ke arah selatan dan memimpin perang gerilya selama tujuh bulan.
Pada saat itu, Belanda menyatakan Indonesia sudah tidak ada, dari kedalaman hutan, Jenderal Soedirman menyiarkan bahwa Republik Indonesia masih ada, kokoh berdiri bersama dengan Tentara Nasionalnya yang kuat. Jenderal Soedirman membuat Jawa menjadi medan perang gerilya yang luas, membuat Belanda kehabisan logistik dan waktu. Kemanunggalan tentara dan rakyat lah akhirnya memenangkan perang. Dengan ditanda tangani Perjanjian Roem-Royem, Kerajaan Belanda mengakui kedaulatan RI seutuhnya.
Â
Guru Bangsa: Tjokroaminoto (2015)
Gambar via iberita.com
Guru Bangsa: Tjokroaminoto, adalah film biopik dari salah satu tokoh sejarah Indonesia, yaitu seorang guru bangsa Indonesia bernama HOS Tjokroaminoto. Pada waktu setelah lepas dari masa tanam paksa akhir tahun 1800, Hindia Belanda (Indonesia) pun memasuki babak baru yang memiliki pengaruh terhadap masyarakatnya. Tapi, hal itu tidak lantas mengentaskan masyarakat dari kemiskinan, kesenjangan sosial antar etnis dan masih banyak ditemukan masyarakat belum mendapatkan pendidikan.
Tjokroaminoto lahir dari kaum bangsawan Jawa dengan latar belakang keislaman yang sangat kuat, melihat keadaan ini ia tidak berdiam diri. Meskipun dalam keluarga dan lingkungan keturunan ningrat yang hidup dengan kenyamanan, beliau berani mengambil keputusan dengan meninggalkan status kebangsawannya dan memulai kerja sebagai kuli pelabuhan untuk merasakan penderitaan rakyat jelata. Kemudian beliau menjadi pendiri dari Sarekat Dagang Islam, beliau juga menjadi guru bagi beberapa pemuda yang kelak menjadi tokoh-tokoh besar bangsa Indonesia dengan berbagai ideologi, seperti Presiden pertama Indonesia, Soekarno, Kartosuwiryo, serta para tokoh Partai Komunis Indonesia seperti Alimin, Musso dan Tan Malaka, dilansir dari sinopsisfilem21.com.
Â
Battle of Surabaya (2015)
Gambar via movie.co.id
Film ini memang tidak mengangkat tokoh besar Indonesia, tapi film ini juga sarat akan sejarah bangsa ini.Battle of Surabaya bertemakan perang di Surabaya dan merupakan film animasi karya anak bangsa pertama yang hadir di Indonesia. Tidak hanya itu, film ini juga mendapatkan beberapa penghargaan di luar negeri, seperti di ajang International Movie Trailer Festival (IMTF) 2013, mendapatkan People Choice Award. Film yang digarap oleh Aryanto Yuniawan dan diisi beberapa artis yang mengisi suara di film ini, sebut saja Reza Rahadian dan Maudy Ayunda.
Film ini bercerita tentang seorang tukang semir sepatu bernama Musa. Ia bertugas sebagai tukang semir dan merangkap sebagai kurir perjuangan arek-arek Surabaya ketika perang 10 November 1945. Di awal cerita, film ini dibuka dengan tragedi bom Hiroshima di Jepang yang menyebabkan Jepang menyerah dan kemudian Indonesia merdeka. Namun hal yang tidak diduga terjadi, sekutu datang dan sekali lagi Surabaya kembali memerah, di sana Surabaya benar-benar membara, melalui perjuangan arek-arek Surabaya, Gubernur Suryo, Moestopo, Bung Tomo dan tokoh lainnya berusaha membangkitkan semangat para pemuda Surabaya untuk melawan balik sekutu.
Â
Dari tiga film di atas, ada banyak sekali kisah perlawanan serta perjuangan bangsa Indonesia. Perjuangan yang tidak hanya dilakukan dengan mengangkat pedang dan senapan, tetapi juga dengan jalur-jalur lain, melalui dakwah dan pendidikan. Namun, jelas beberapa film di atas tak luput dari kritik dari beberapa pihak menyatakan tidak puas mengenai alur dari film ini, tapi sejatinya, film ini juga turut mengantarkan generasi muda untuk mengenal sejarah bangsanya.
Â
Jika kita sekarang melihat ke belakang, generasi bangsa ini nyaris tidak tertarik untuk menonton beberapa film di atas, bukan karena kurang maksimalnya film ini dibuat, tetapi lebih dari itu, generasi bangsa ini lebih memilih untuk menonton film produksi Hollywood. Dilansir dari merdeka.com (24/4), film Tjokroaminoto kalah bersaing dengan film action Hollywood dan film Indonesia yang bercerita tentang hantu, saat di putar di satu-satunya bioskop di provinsi Banten. Dan film yang digharap oleh Garin Nugroho ini hanya bertahan lima hari waktu pemutaran lantaran rendahnya minat masyarakat Banten menonton film tersebut.Â
Gambar via filmindonesia.or.id
Dan nyatanya, sejarah bangsa ini, meski sudah dikemas ke dalam cerita fiksi, tetap tidak menarik untuk diikuti. Maka, hanya tinggal menunggu waktu saja, bahwa sejarah bangsa ini, benar-benar di lupakan, berganti dengan sejarah bobroknya negeri kaya yang masyur akan keragaman hayati, budaya, suku bangsa. Bhineka Tunggal Ika hanya menjadi slogan yang kemudian memudar dan benar-benar menghilang.
Â
Ironis, ketiga film di atas bahkan tidak masuk ke dalam 10 film peringkat teratas dalam perolehan jumlah penonton pada tahun 2015 berdasarkan tahun edar film. Apa yang salah dengan sejarah negeri ini? Ketika sosok besar dari pahlawan bangsa ini justru tersungkur dengan film yang mengangkat genre berbeda. Terlepas dari kurang optimalnya blow-up dari media dan promosinya, sejarah Indonesia bahkan tak menarik, meski dikemas dengan kisah fiksi.