Beberapa tahun lalu, sebelum virus film 5cm merebak dan menjangkit seluruh warga Indonesia, khususnya kaum muda, beberapa kali penulis sempat merasa kesulitan untuk memberikan jawaban yang memuaskan dari pertanyaan."Kenapa sih naik gunung, apa yang kamu dapatkan? Sudah susah-susah naik, eh, akhirnya turun lagi. Mendingan di bawah saja."Pertanyaan itu sebenarnya sangat mudah dijawab, tapi jawaban yang kita berikan belum tentu bisa memuaskan dari berbagai pertanyaan yang sering di dapatkan. Dan pada akhirnya, diam dan tersenyum adalah jawaban terbaik, karena berdebat pun hanya akan membuat perbincangan laiknya di warung kopi, tak berkesudahan, tanpa menemukan titik terang.
Â
Dan kini, lihatlah, mungkin fenomena mendaki gunung, backpacking, atau travelling telah menjadi gaya hidup anak muda saat ini, hal itu sekaligus menjadi pukulan telak bagi mereka yang sebelumnya melontarkan pertanyaan-pertanyaan itu di waktu silam. Hanya saja, keinginan dan antusias kebanyakan orang, terkadang tidak diimbangi dengan skill yang menunjang untuk melakukan sebuah perjalanan yang tentu saja memiliki resiko, karena pada dasarnya, kegiatan yang disebutkan di atas, baik mendaki gunung, melancong ke tiap jengkal negara ini, pun hingga melangkahkan kaki ke negeri tetangga, semua itu selalu mengandung dan mengundang resiko, lantas, apa persiapan kita untuk mengantisipasi jika sesuatu hal yang negatif menimpa kita?
Â
Siapa yang tidak ingin bisa menjelajah dunia? Tentu sebagian besar orang ingin melakukan perjalanan mengelilingi dunia ini, bertatap muka dengan wajah-wajah baru, bercengkrama dengan ramahnya rumpun bangsa Asia, melihat elok warna biru si mata Eropa, berdansa dengan moleknya wanita di belahan Amerika Latin, melihat eksotisme Afrika, menghirup udara di tempat-tempat baru, bercengkrama dan belajar banyak hal dari bangsa atau penduduk asli suatu daerah, semua itu terlalu menggoda untuk bisa dilewatkan. Namun, ada banyak hal yang tentunya menjadi kendala bagi kita semua.
Â
Beberapa hal itu diantaranya adalah waktu, tenaga, pikiran, keluarga atau yang lebih kompleks adalah dana. Mungkin kita masih muda, memiliki waktu dan tenaga prima, tak banyak yang dipikirkan karena keluarga mungkin juga telah memberikan restu, tapi hambatan dana, hal itu sering menjadi kendala. Ada banyak orang kemudian melakukan perjalanan dengan bermodalkan nekat, tanpa membawa persediaan yang cukup. Dan konyolnya, ada beberapa diantara para pelancong itu bahkan tidak memiliki kemampuan atau skill untuk bisa  bertahan hidup, minimal tidak merepotkan orang lain pada saat melakukan perjalanan.
Gambar via kompasiana.com
Tapi, sebenarnya ada banyak hal yang bisa kita lakukan, banyak contoh yang bisa kita ambil, dari beberapa tokoh di Indonesia yang bahkan melakukan perjalanan hanya bermodal nekat, tapi mereka semua memiliki modal selain uang untuk bisa tetap bertahan dan melanjutkan perjalanan, selain tekad dan impian, mereka memiliki mental baja sekaligus cara cerdik untuk bisa mendapatkan uang, meskipun hanya untuk sekedar mengganjal perut mereka, dan mungkin, saya, Anda, kita, atau kalian bisa menjadikan beberapa figur ini contoh, bahwa perjalanan untuk menjelajah dunia itu, tidak harus bermodalkan banyak uang pribadi, tetapi ada beberapa cara cerdik untuk mengatasinya.
Â
Penulis mungkin belum melakukan perjalanan nyata untuk melintasi beberapa negara di dunia ini namun perjalanan singkat selama mendaki beberapa gunung di tanah Jawa sekaligus menyusuri pantai selatan hingga menapaki ujung paling barat pulau Jawa telah menjadi pengalaman indah, selain itu dari beberapa obrolan selingan di meja makan ketika jeda istirahat bekerja, atau ketika obrolan malam dengan menghabiskan bercangkir-cangkir kopi pahit bisa menjadi sebuah inspirasi. Penulis memiliki teman, yang hingga saat ini masih sering menjejalah nusantara, bahkan beberapa negara di Asia tenggara pernah ia taklukkan, jika dilihat sepintas, tentu kita tidak akan percaya bahwa dia bisa melakukan hal itu, karena ia hanya berbekal uang seadanya, tapi negara-negara seperti Malaysia, Thailand, Vietnam dan beberapa negara lainnya pernah ia singgahi, hanya bermodalkan sosialisasi dan bersahaja dengan masyarakat sekitar.
Â
Tapi, jangan kira ia melakukan hal itu dengan mengemis belas kasihan dari orang lain, ada beberapa cara jitu agar dia bisa melakukannya, dimulai dari menjadi buruh cuci piring di rumah makan sederhana, ikut melaut bersama nelayan, menjadi marbot sementara di negara tetangga, hal itu cukup ia lakukan, karena mungkin skill untuk bertahan hidup, baru itu bekalnya, belum bisa menjadi seorang fotographer atau penulis traveler ngetop, sesekali ia membuka jasa trip ke berbagai tempat, tentu hal sederhana itu bisa menjadikan contoh bagi kita.
Â
Dan jika Anda ingin lebih elegan, bisa menjelajah dunia dan menghasilkan uang, maka beberapa figur ini bisa dijadikan contoh, berikut ulasannya.
Â
Agustinus Wibowo
Gambar via agustinuswibowo.com
"Hidup ini adalah sebuah perjalanan. Kita tidak tahu kapan perjalanan hidup kita akan selesai. Begitu pula saya tidak tahu kapan petualangan saya ini akan berakhir. Yang saya tahu, saya masih ingin terus melanjutkan petualangan saya. Masih ada banyak tempat yang ingin saya kunjungi," ujar Agustinus Wibowo dalam sebuah perbincangan, dikutip dari agustinuswibowo.com.
Â
Dia adalah salah satu orang yang menjadi inspirasi bagi penulis, karena perjalanan dan karyanya, benar-benar membuka mata penulis secara pribadi, bahwa perjalanan itu, tidak melulu harus ke tempat-tempat indah nan damai, tapi lebih dari sekedar itu, perjalanan memiliki arti yang lebih dari sebatas kepuasan pribadi, melainkan untuk orang banyak.
Dia adalah seorang penulis sekaligus fotografer perjalanan Indonesia, mungkin kita sudah cukup mengenal orang ini, kita bisa mengenal karakternya dari catatan dan buku yang telah dihasilkan, Selimut Debu: Impian dan Kebanggaan dari Negera Perang Afghanistan (2010), Garis Batas: Perjalanan di Negeri-negeri Asia Tengah (2011), Titik Nol: Sebuah Makna Perjalanan (2013) dan buku terakhir itu juga telah diterbitakan dalam versi bahasa Inggris, Ground Zero: When the Journey Takes You Home (2015) .
Gambar via goodreads.com
Agustinus Wibowo adalah seorang sarjana Ilmu Komputer di Universitas Tsinghua di Beijing, petualangannya dimulai pada tahun 2005, melalui jalur darat ia mengelilingi Asia, berangkat dari China melinatasi negara-negara Asia Selatan dan Asia Tegah, hingga menepat sebagai seorang jurnalis di Afhanistan selama tiga tahun. Catatan perjalanannya menjadi pionier dalam penulisan perjalanan dengan gaya nonfiksi kreatif di indonesia.ÂÂ
Â
Dan jika kita melihat postur tubuhnya, kita mungkin akan menyangsikan dengan melihat postur tubuh mungil dan kulit kuningnya, tapi tentu saja ia memiliki modal penting, salah satunya adalah kemampuan dalam menulis dan mengambil foto, dan itu masih ditunjang dengan penguasaan bahasa yang sangat baik. Agustinus mengusai bahasa Indonesia, Inggris, Mandarin, pernah mempelajari bahasa Rusia, Jepang, Jerman, Perancis di bangku sekolah, dan secara otodidak dia mempelajari banyak bahasa, seperti Urdu, Farsi, Tajik, Kirgz, Kazakh, Uzbek, Mongol, Turki, dan Tok Pisin, masih belum cukup, ia juga menerjemahkan novel sastra China dari bahasa Mandarin ke bahasa Indonesia, dianataranya adalah To Love, dan Chronicle of A Blood Merchant, karya Yu Hua.
Â
Trinity
Gambar via id.wikipedia.org
Dia adalah seorang wanita yang memiliki hobi berwisata, dan karena kebiasaannya menulis di buku catatan selama perjalannya, ia telah menulis delapan buku terlaris di Indonesia, termasuk The Naked Traveler yang juga ditulis dalam bahasa Inggris. Trinity, begitulan wanita dengan wajah oriental ini dikenal, merupakan Sarjana Komunikasi di Universitas Deponegero, dan Master in Magister Management dari Asian Institute of Management di Filipina.
Gambar via twitter.com/TrinityTraveler
Dari hobi, begitulah hal itu dimulai olehnya, sebelum menadi pelancongan sejati, ia adalah orang kantoran biasa yang memiliki blog wisata di www.naked-traveler.com, dan sampai saat ini dia sudah menerbitkan delapan buku yang semuanya bestseller! menakjubkan. Diantara lain buku The Naked Traveler termasuk versi bahasa Inggris, Graphic Travelogue yang berjudul Duo Hippo Dinamis: Tersesat di Byzantium, TraveLove bersama delapan penulis lainnya, dan The Journeys bersama dengan 11 penulis lainnya.Ia juga sering menjadi penulis untuk berbagai majalah dan menjadi kontributor reguler di Yahoo! Travel.Dan perlu di ketahui, hingga saat ini dia sudah menjelajah Nusantara dan 68 negara, tulisannya dinilai informatif dan menghibur serta menginspirasi banyak orang untuk berwisata, tidak hanya ke luar negeri, tetapi juga keliling Indonesia.
Â
Jeffrey Polnaja
Gambar via twitter.com/jjwindrider
Jeffrey Polnaja seorang pria yang lahir di kota Bandung, dan dia dikenal karena menjadi orang Indonesia pertama yang berkeliling dunia menggunakan sepeda motor seorang diri. Kebetulan, penulis bekerja di perusahaan yang sama dengan sosok satu ini dan hal itu bisa membuat penulis dengan mudah mencuri-curi ilmu serta pengalaman sembari menikmati sajian santap siang, belajar bagaimana merencanakan perjalanan hingga bagaimana mengatasi masalah yang timbul dan kemudian menciptakan karya dari semua perjalanan itu, menjadi kesempatan yang sangat langka. Dengan ciri khas kacamata hitam dan kepala plontos, membuat tubuhnya yang tinggi tegak tampak begitu gagah, tapi suasana langsung cair ketika dia berkisah, ternyata dia merupakan sosok yang humoris.
Kang JJ, begitulah ia kerap disapa, ia sukses menuntaskan misi Ride For Peace berkeliling dunia seorang diri melintasi 97 negara sejauh 420.000 km menggunakan motor besar BMW R 1150 GS. Sebelumnya, ia memulai petualangan ini pada tahun 2006, dengan melintasi kawasan Asia, Timur Tengah, Afrika dan Eropa. Pada tahun 2012 Kang JJ yang sempat kembali ke Indonesia melanjutkan perjalanannya dari Belgia menuju Siberia kemudian menyebrang ke Amerika menuju Alaska dan ujung selatan Amerika Latin, masih belum tuntas, ia kembali ke Indonesia setelah melintasi benua Australia menuju Timor Leste kemudian melintasi Nusa Tenggara Barat, Bali, kemudian Pulau Jawa dan ke Jakarta.
Gambar via goodreads.com
Ada banyak hal yang bisa diambil dari kisah Kang JJ, pernah suatu ketika ia sama sekali tak memiliki uang untuk melanjutkan perjalanan atau hanya sekedar untuk makan, tapi keahliannya sebagai motivator cukup membuatnya bertahan serta melanjutkan perjalanan, dan dengan menjadi brand ambassador salah satu produk lokal menjadi lahan lain baginya untuk mendanai ekpedisi itu, belum selesai, Kang JJ juga memiliki keahlian sebagai potographer serta kemampuan di dunia tulis menulis, dan dari hasil perjalanannya tersebut beliau menghasilkan karya berjudul Wind Raider: Menyerempet Bahaya Demi Perdamaian Dunia.
Kang JJ menjadi orang kedua di dunia yang mengendarai sepeda motor terjauh seorang diri. Orang pertama yang berhasil melakukan itu adalah Emilio Scotto, pria asal Argentina yang menempuh 735.000 km dengan menunggangi motor Hinda Gold Wing Gl1100.
Â
Bambang 'Paimo' Hertadi Mas
Gambar via pacificbikerider.com
Sulit untuk mendeskripsikan satu orang ini, penulis beberapa kali sempat bertemu dengan pria yang lebih akrab dipanggil Paimo ini, bukan hanya karena beliau menjadi salah satu brand ambassador dari perusahaan yang sama dengan penulis, melainkan, dari fisiknya, tentu orang tak pernah mengira jika dia pernah menjelajahi dunia hanya dengan bermodal sepeda yang dibeli dari pasar loak, penampilannya begitu sederhana dan bersahaja, hanya beberapa kali bertegur sapa, cukup menyimpulkan bahwa pria yang bernama asli Bambang Hertadi Mas ini adalah orang yang sangat rendah hati.
Jika bertanya-tanya, nama Paimo berasal dari mana, penulis mendapatkan informasi bahwa itu adalah hadiah dari rekan-rekan semasa kuliah di Jurusan Seni Rupa ITB. Pria asal Malang yang saat itu selalu bertutur dalam bahasa Jawa selalu tampak ceria dan rendah hati. Tapi hal itu tidak menutupi cita-citanya yang tinggi: menjelajah dunia dengan sepeda demi Indonesia. Perjalanannya dimulai ketika ia berusia 22 tahun, perjalanan yang dinamai 'Cintaku Negeriku' itu menembus 1.656 km. Melintasi Bandung-Sumbawa Besar dan mendaki gunung Rinjani di lombok dan gunung Tambora di Sumbawa, dikutip dari National Geographic Indonesia.
Gambar via buku.kompas.com
Lantas, pertanyaan berikutnya adalah, bagiamana caranya dia mendapatkan uang untuk membiayai ekspedisinya yang tentu saja tidak murah? Maka berikut akan menjadi jawabannya. Ia membiayai perjalanannya dengan menjual pin, Paimo yang kebetulan juga kolektor pin sejak SMP, memanfaatkan kepiawaiannya sebagai mahasiswa seni rupa untuk membuat pin. Pertama kali menjelajah ke luar negeri ke Tibet, Jalur Sutra dan Tembok Besar China, biaya itu separuhnya diambil dari berjualan pin dengan harga Rp 3.500 - Rp 15.000 per buah, dan mungkin kita bisa membayangkan, berapa ribu pin yang terjual untuk membiayai ekspedisi ini?
Â
Lantas, pertemuannya dengan para penjelajah di luar negeri juga berhasil mengundang mereka untuk bertandang ke Indonesia, untuk menjelajahi Nusantara dengan bersepda dan mendaki gunung. Paimo juga menjalin persahabatan dengan para pendamping perjalanannya. Ia memiliki rekan bernama Jit Bahadur Tamang, kitchen boy dan porter guide yang mendampinginya selama 12 tahun lalu saat menjelajah Nepal, keduanya sama-sama tersesat karena belum berpengalaman, namun ia sempat bertemu kembali di Mera Peak ketika ia sudah menjadi leader guide.
Â
Keahlianya tidak hanya mengenai soal seni rupa, ia juga membukukan pengalalamannya dalam sebuah buku yang berjudul, Bersepeda Membelah Pegunungan Ades: Seolah yang Ada di Situ Hanya Tuhan dan Aku, dan kini ia berniat untuk membukukan pengalaman bersepeda dan mendaki gunung, termasuk ke Tibet dan Nepal.
Beberapa profil tokoh-tokoh di atas hanya sebagian saja, tentu masih ada banyak sekali para petualang yang tidak bisa dituliskan dalam artikel ini. Yang menjadi modal utama dalam sebuah perjalanan ada banyak sekali, tidak hanya bisa bermodal nekat saja, karena keahlian lain tentu sangat diperlukan untuk bisa mendapatkan apa yang ditujukan, dan mengemis atas pertolongan orang lain, tentu kurang bijak jika dijadikan modal untuk bisa terus menjelajah. Meskipun hakekatnya, mereka yang memberikan pertolongan kepada kita, tidak pernah meminta imbalan atau balasan apa pun.
Â
Dan jika kita sudah memiliki kemampuan dan keahlian yang memadai untuk mendukung perjalanan kita, maka tidak ada alasan untuk menunda langkah itu, segera kemasi barang dan mulailah melangkah, tapi, sekali lagi, hal itu harus direncanakan terlebih dahulu, karena perjalanan tanpa rencana hanya akan menyudutkan sekaligus menyusahkan diri sendiri dan orang lain.
Â
Perjalanan itu, sejatinya akan selalu memberikan pelajaran soal banyak hal. Perjalanan itu tentang melangkah, kita tidak perlu berlari, karena kita akan temukan arti ketika berjalan perlahan dan menemukan banyak hal.
Sumber: Wikipedia, National Geographic Indonesia, agustinuswibowo.com
Gambar Via:hubpages.com