Suara penyadap karet "Merdeka dari karet murah" (dokumentasi pribadi untuk Plimbi)

17 Aug 2015 15:58 6481 Hits 2 Comments
Diakhir artikel ini ada hal istimewa yang saya persembahkan khusus untuk Plimbi - semoga menjadi wakil dari petani karet di Indonesia. Harapan saya jika nanti Plimbi tumbuh menjadi portal Jurnalisme Warga yang besar - jangan lupa tulislah artikel yang mengulas kehidupan rakyat kecil. Tulisan ini juga menjadi bukti meskipun saya bukan orang kota, saya tetap bisa berkontribusi dalam menyuarakan petani karet.

Hari ini, setiap warga negara Indonesia menyadari bahwa 17 Agustus 2015 merupakan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-70. Indonesia "kita" telah berusia 70 tahun terhitung sejak Bung Karno menyatakan Kemerdekaan dari para penjajah. Tetapi angka 70 hanyalah kombinasi angka biasa jika tidak dimaknai dengan perjuangan "mensejahterakan" seluruh rakyat Indonesia. Tidak ada hal lain yang diharapkan selama 70 tahun selain harga SEMBAKO menjadi terjangkau, harapan itu kian menjauh. Semua kebijakan pemerintah beserta pihak-pihak terkait selama bertahun-tahun tak kunjung dirasakan rakyat - terlebih rakyat kecil yang semakin bertambah usia Indonesia bertambah pula beban hidup yang mereka tanggung. Tidak hanya mereka, saya juga adalah rakyat kecil - merasakan apa yang mereka rasakan. Indonesia-ku, 70 tahun sudah kita "merdeka" tetapi tak juga benar-benar "merdeka".

Artikel ini saya tulis berdasarkan apa yang saya alami sebagai salah satu dari ribuan petani karet di Indonesia. Semoga apa yang tertuang dapat menjadi wakil dari suara-suara petani karet dimanapun mereka berada.

Perjalanan menuju kebun

Dalam perjalanan bertemu dengan sepasang suami istri yang juga pergi ke kebun untuk menyadap karet.

Saya mulai ikut manyadap karet sekitar 5 bulan lalu di kebun bapak. Kebunnya tidak luas, hanya sekitar 2 hektar, itupun pohon karetnya sudah cukup berumur sehingga hasilnya juga berkurang. Pagi hari tadi ditanggal 17 Agustus ada hal berbeda - saya membawa handphone Nokia milik adik untuk mendokumentasikan apa yang terjadi pada setiap petani karet di Hari Kemerdekaan agar bisa dijadikan bahan menulis artikel ini. Saya akan menjadi wakil mereka, para petani karet.

Bagi yang belum tahu bagaimana cara menyadap karet, berikut video tutotrialnya.

Getah yang menjadi bahan dasar pembuatan ban pada awalnya berbentuk encer agak kental berwarna putih bersih.

Tidak ada yang berbeda dengan kegiatan "kami (para petani karet)", tidak ada upacara atau seremonial lain. Jangan katakan kami tidak Nasionalis karena jika tidak pergi ke kebun maka pendapatan kami hari ini hilang. Berbeda dengan para pegawai yang tetap memperoleh gaji meskipun libur - setahu saya salah satu hal membanggakan dari negeri ini adalah sektor perkebunan, tetapi, mengapa kami petani karet seperti luput dari perhatian pemerintah!

Kembali kemasa lalu, masa dimana harga karet sangat stabil yakni berkisar diangka Rp 8.000/kg. Masa itu adalah masa dimana bapak saya belum menikah - beliau menceritakan ditahun 70-an keadaan rakyat kecil sangat makmur dengan harga beras masih dibawah harga karet, masa itu bak dongeng. Dibandingkan dimasa ini - harga karet tidak lebih dari Rp 6.000/kg, terakhir saya jual kemarin turun menjadi Rp 5.700/kg dan diprediksi akan terus anjlok. Harga beras telah mencapai Rp 12.000/kg, apabila ditahun 70-an harga karet Rp 8.000/kg - justru ditahun 2015 malah menjadi Rp 6.000/kg, keadaan ini sangat tidak benar! Ditambah kemarau panjang menjadikan getah karet yang keluar setelah disadap turun drastis, bertambah beban dengan harga SEMBAKO semakin meroket, harga karet semakin tidak menjanjikan. Itu semua dialami oleh petani karet di Indonesia.

Saya dan pohon karet :D

Saya ceritakan, kebun bapak seperti telah saya sebutkan diatas luasnya 2 hektar - dalam 1 hektar saat ini menghasilkan 5kg, dalam 2 hektar menjadi 10kg. Dalam sehari mendapatkan hasil Rp 57.000, kami biasa melakukan penyadapan selama 6 hari jadi salam seminggu pendapatan kami Rp 342.000. Kami masih beruntung karena kebun milik sendiri, ada banyak petani karet yang melakukan penyadapan di kebun orang dengan sistem bagi hasil - berapa pendapatan mereka? Sangat kecil!

Suara kami para petani karet, dimomentum 17 Agustus yang selalu hadir setiap tahun ini. stabilkan harga karet dan STOP menggunakan bahan baku karet sintetis karena karet jenis ini mengancam kelangsungan hidup petani karet - itu semua agar kehidupan kami menjadi layak. Jangan hanya berkoar-koar diatas mimbar berpidato membaca teks yang telah disediakan. Berkoarlah dengan aski nyata! Bukan cuma janji manis perduli rakyat kecil.


Dalam perjalanan pulang saya lihat sekolah dihiasi bendera, pemandangan yang hanya terjadi 1 kali dalam 1 tahun.

Terlihat pula pemadangan yang tidak biasa saat pulang, ada bendera Merah Putih berkibar dipinggir jalan. Hampir setiap rumah memasang bendera.

Diakhir artikel ini ada hal istimewa yang saya persembahkan khusus untuk Plimbi - semoga menjadi wakil dari petani karet di Indonesia. Harapan saya jika nanti Plimbi tumbuh menjadi portal Jurnalisme Warga yang besar - jangan lupa tulislah artikel yang mengulas kehidupan rakyat kecil. Tulisan ini juga menjadi bukti meskipun saya bukan orang kota, saya tetap bisa berkontribusi dalam menyuarakan petani karet.

Video sambungannya dikarekan tidak sengaja terpencet tombol keluar. :)

Memang video diatas sangat sederhana, saya rekam menggunakan Nokia N81. Bahan-bahannya hanya cawan getah dan daun pohon karet yang saya potong menjadi huruf. Bagi saya hal ini sangat membanggakan karena ini adalah karya pertama saya, bangga juga bisa membawa Plimbi ketengah-tengah kebun karet. :) Semoga disetiap tetes getah karet yang jatuh kedalam cawan menjadi tetes keringat nyata para pemegang kewenangan dalam memperjuangkan kestabilan harga karet.

NB: Mohon maaf tidak bisa menyebarkan artikel ini atau menjadi follower dikarenakan saya tidak menggunakan Twitter dan Facebook serta media sosial lainnya. :(

Salam, Muhammad Rahman (petani karet di Propinsi Jambi)

About The Author

rahman 25
Novice

rahman

mencoba menjadi penulis tentang Sains dan Tekno ^_^, saya dari Jambi.
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel