Idul Fitri Hari Kemenangan Untuk Siapa?

13 Jul 2015 12:53 5162 Hits 0 Comments
Kemenangan lebaran adalah kemenangan spiritual dan eksistensial

Apa makna kemenangan dalam Idul Fitri yang dalam tradisi Indonesia disebut Lebaran?Kemenangan itu tentu bukanlah kemenangan seperti yang biasa dipahami dalam pertandingan sepakbola. Kemenangan Lebaran adalah kemenangan spiritual dan eksistensial. Tapi kecenderungan yang terjadi dalam masyarakat Muslim akhir-akhir ini adalah kemenangan itu tampak seperti kemenangan tim sepakbola. Akhirnya Lebaran dimaknai dengan berhura-hura, pesta-pora, dan jauh dari nilai-nilai spiritual yang seharusnya melekat pada Lebaran.

Padahal, Lebaran merupakan akhir dari sebuah proses pelatihan jiwa, pengekangan amarah, pengendalian hawa nafsu, dan pemupukan empati kepada fakir miskin.

Makna Hakiki

Secara ilmiah dan realistis, kita terlahir ke dunia ini sebagai pemenang.  Allah SWT telah menciptakan kita melalui perantara seorang ayah dan ibu, dari ratusan juta (100-700 juta) sel sperma sang ayah yang kemudian menuju ke satu tujuan, yakni sel telor ibu. Dari perjalanan menuju sel telor sang ibu itulah dimulainya sebuah kompetisi dahsyat yang sangat luar biasa itu. Bersama ratusan juta peserta yang lain kita berlomba untuk menentukan siapa yang tercepat dan mampu bertahan sampai finish untuk membuahi sel telor. Saat itu hanya satu akan jadi pemenang, dan Allah menakdirkan kita sebagai pemenang dalam kompetisi itu. Dengan tropi diberikan hak untuk menatap dunia ini, serta menyandang amanah sebagai khalifah di muka bumi-Nya.

Jika sejak lahir kita sudah ditakdirkan sebagai pemenang, kenapa sekarang kita harus jadi pecundang. Bukankah dalam sehari setidaknya lima kali kita diseru oleh sang muadzin untuk meraih kemenangan. “Hayya ‘Alal Falah” (mari meraih kemenangan) itulah seruan sang muadzin yang mengajak kita untuk selalu meraih kemenangan.

Kemenangan Idul Fitri

Idul fitri itu sendiri yang berarti kembali ke fitrah, yakni ‘asal kejadian’, atau ‘kesucian’, atau ‘agama yang benar’. Maka setiap orang yang merayakan idul fitri dianggap sebagai cara seseorang untuk kembali kepada ajaran yang benar, sehingga dia bisa memperoleh kemenangan.

Jika memang Idul Fitri benar-benar seperti yang disebutkan diatas. Berapa orang yang benar-benar mendapatkan Idul Fitri? Berapa orang yang benar-benar telah kembali kepada agama yang benar? Kalaupun ada, saya yakin mereka justru menangis di hari raya ini.

Kedua, dari kata minal ‘aidin wal faizin yang artinya ‘semoga kita termasuk orang-orang yang kembali dan memperoleh kemenangan’ . Karena menurut para ahli, kata al-faizin diambil dari kata fawz, sebagaimana tersebut dalam Al-Qur’an, yang berarti ‘keberuntungan’ atau ‘kemenangan’.

Siapa yang merasa menang hari raya ini? Menang atas apa?.

Makna lain dari kata idul fitri sebagai hari kemenangan adalah karena pada hari itu seluruh kaum muslimin dan muslimat baru saja menuntaskan kewajiban agamanya yang paling berat yaitu menahan hawa nafsu melalui ibadah Ramadhan. Karena itu, barangsiapa mampu menuntaskan ibadah Ramadhan itu selama sebulan penuh, tentu dia akhirnya keluar sebagai pemenang dalam ujian kesabarannya itu.

Makna Simbolik

Namun, dalam tradisi Lebaran belakangan ini aspek simboliknya lebih menonjol ketimbang aspek substantifnya. Lebaran menjadi lebih sering dimaknai sebagai pakaian baru, aneka makanan dan berbagai bentuk selebrasi lain secara berlebihan, sehingga melupakan orang-orang yang tidak bisa merayakannya. Lebaran menjadi kehilangan makna spiritualnya, karena umat terjebak pada kemenangan aspek simboliknya.

Setiap agama itu memiliki makna simbolis. Makna substantif dari Lebaran sebenarnya adalah kemenangan spiritual. Karena spiritualitas itu sifatnya abstrak, maka Lebaran diekspresikan dengan cara yang lebih mudah: Dengan pakaian yang bagus dan segala macamnya.

Sementara itu, Komarudin Hidayat, rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Selebrasi Idul Fitri, kata dia, memberi penegasan bahwa Islam di Indonesia mempunyai kekhasan.

Jatidiri manusia sebagai mahkluk yang bergembira (homo festivus), manusia yang senang bertualang (mobile), dan manusia yang cenderung kembali pada asal-usul, semakin diperkukuh oleh dimensi agama, terutama pada ritus-ritus keagamaan seperti Idul Fitri. Semua agama, termasuk Islam, akhirnya harus menampilkannya dalam format yang bersifat lokal dan konteksual.

Agama memang harus melakukannya. Kalau tidak, ia mengalami kesenjangan. Itulah kemenangan hakiki. Dunia-akhirat berjaya. Apalah arti kemenangan di dunia kalau di akhirat sengsara. Semoga kita mampu menjadi pemenang hakiki itu, kemenangan di dunia dan kemenangan di akhirat. Semoga Allah SWT selalu membimbing langkah kita menuju ridha-Nya, jalan ke surga yang dijanjikan-Nya. Amiin Yaa Rabbal ‘Alamiin. (red/sumber2)

Tags

About The Author

Juanda san 54
Expert

Juanda san

Writer and blogger
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel