Selama ini mungkin kita mengenal “ya tidak tau apa yang ada di pikiran kamuâ€. Tetapi kalimat itu sepertinya akan di mentalkan oleh ilmuwan Universitas Stanford. Mereka berhasil menemukan alat penyadap yang bisa dipasangkan pada otak manusia. Alat ini akan merekam aktifitas otak si pemakai dan mengirimkan data-data yang bisa diterjemahkan kedalam bahasa manusia. Penemuan yang sangat menarik tetapi apakah benar-benar seperti itu?
Penelitian ini masih sangat muda dan baru digunakan secara ekperimental pada tiga pasein. Tetapi menurut ahli saraf Stanford secara resmi mengatakan mereka dapat menguping pada otak manusia dalam kehidupan nyata, bukan secara klinis. Tidak hanya berhenti dalam menyadap otaka manusia saja. Ilmuwan-ilmuwan di Standford juga mengharapkan penemuan ini bisa membuka pintu agar manusia bisa memanipulasi otak manusia dan mempengaruhi bagaimana seseorang bertindak. Cukup mengerikan sepertinya. Bila otak manusia sudah dimanipulasi dan di kendalikan. Ini seperti zombie di film-film dan mungkin Anda masih ingat penemuan di kickstarter, Robo Roach.
Di sisi yang buruk memang seperti itu tetapi, di sisi baiknya untuk para kriminal akan sulit sekali berbohong. Seberapa besar dia berbohong, bila yang sejujurnya ada di pikirannya maka tetap akan terungkap. Alat ini bisa juga untuk pengobatan saraf dan penyakit lainnya yang berhubungan dengan otak.
Peneliti-peniliti ini menyebut metode baru mereka ini dengan sebutan intracranial recording dan telah diuji pada 3 pasein secara berulang, resitan terhadap obat epilepsi dan yang memungkinkan untuk evaluasi pembedahan. Dan sayangnya, metode ini harus menghilangkan sedikit tulang tengkorak pasien untuk memberi tempat pada alat yang mereka ciptakan di bagian otak yang agak terbuka untuk mengukur aktivitas arus listrik otak. Mereka melakukannya dalam seminggu, melihat kejang pada pasien untuk mempelajari dimana posisi meletakkan alat yang tepat.
Akhirnya mereka menemukan posisi yang tepat yaitu di bagian otak yang dikenal sebagai siklus intraperital, bagian otak yang memainkan peran dalam perhatian, mata dan gerakan tangan. Karena penelitian sebelumnya kelompok sel saraf dibagian ini juga berperan dan terlibat dalam numerosity (misalnya matematika). Peneliti kemudian meminta agar pasien untuk melakukan perhitungan matematis dan memonitor wilayah otak tersebut ketika pasien melakukan kalkulasi dan juga memonitor pemikiran kuantitatif pasien dalam sehari-hari.
Â
Baca juga :
        Kenali Faktor Penyebab IAD (Internet Addictive Disorder) dan Cara Mengatasinya
        VIDEO: Ini Baru Keren, Software Faception Bisa Kenali Wajah Penjahat dan Teroris
Â
Para relawan diberikan pertanyaan yang membutuhkan kalkulasi misalnya, apakah benar 2+4=5? Dan pertanyaan lain yang membutuhkan memori epysodic seperti, apakah salah atau benar Anda memiliki kopi pagi ini?. Mereka juga diminta untuk menatap layar ke tengah layar kosong untuk menangkap otak dalam keadaan istirahat.
Teknik pemantau mereka ini melibatkan relawan yang dipasangkan ke alat monitoring dan tentungya ini membuat keterbatasan di tempat tidur. Tetapi hasil pemantauanya berbeda dengan yang tidak terhubung ke alat monitoring. Mereka menyebut metode monitor ini dengan fMRI (pasein terjebak dalam ruangan gelap dan sesekali tubular membuat suara. Dalam jurnal Nature Communication, peneliti menerbitkan bukti kuat bahwa pola aktivitas otak sangat mirip ketika sesorang melakukan perhitungan matematis dan ketika malakukan pemikiran kuantitatif.
Saat ini memang masih terbatas dibagian otak yang berperan dalam perhitungan, otak kita masih memiliki peran yang masih banyak. Karena itu, peneliti masih merasa langkah mereka belum terlalu besar tetapi, ini akan terus dikembangkan.
Ketika penelitian ini berada di puncaknya dan menjadi aplikasi pembaca pikiran atau bahkan mengontrol pikiran pastinya akan banyak pro kontra. Sebelumnya pun, alat ini harus menghilangkan sebagian dari tulang tengkorak pengguna. Ini sangat rentan sekali. Otak kita yang begitu sensitif dalam keadaan terbuka sebagian. Ini bisa berakibat fatal sekali. Agak miris melihat orang yang dijadikan uji coba, tengkorak kepala mereka tidak akan utuh kembali, tetapi mungkin sepadan dengan apa yang didapatkan.
Kegiatan memonitor otak ini akan terus memberikan temuan-temuan yang mengejutkan karena selama ini ilmuwan masih sangat sulit merekam aktivitas otak. Misalnya temuan peneliti ketika manusia berbicara menggunakan kata “lebih dari†atau “lebih besar†wilayah otak yang dijadikan area penelitian ini juga memberikan aktivitas yang lebih. Bila tidak memonitor pasien secara rutin dari hari kehari maka temuan seperti ini tidak akan didapatkan. [RIC]